"Ma, (Name) berangkat dulu ya.." Salam (Name) pada Mama nya.
"Iya" Yap, hanya iya, tidak ada kata lain yg keluar dari mulutnya.
(Name) bergegas ke sekolah seperti biasa, dengan wajah datar. Dia memang seperti itu, dia tidak tau cara mengekspresikan perasaannya.
Saat di sekolah pun dia hanya menyimak guru tanpa berbicara kecuali jika ada anak lain yg mengajaknya bicara, dan itu pun dia jawab dengan singkat dan datar.
Bahkan saat waktu istirahat dia hanya duduk di kelas sendiri sambil menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangannya, dia tidak mengobrol dengan temannya atau pun membeli makanan.
(Name) sering memberikan temannya contekan, mau saat tugas biasa atau pun saat ujian, karna meski terlihat tidak peduli namun dia sebenarnya masih ingin di anggap teman oleh mereka. Dia tidak tau saja bahwa mereka hanya memanfaatkannya.
Mereka bahkan sering kesal sendiri jika (Name) tidak memberikan contekan, atau jika contekan itu salah mereka pasti akan marah.
(Name) hanya menurut saja. Yg terpenting dia mempunyai teman, itu lah yg selalu ada di pikirannya.
(Name) juga sering nendengarkan curhatan temannya yg hanya menganggapnya sebagai pelampiasan. Meskipun jawaban (Name) bisa terbilang singkat tapi pengaruh ucapan (Name) sangat besar bagi mereka. Namun, mereka masih saja hanya memanfaatkan (Name).
Entah lah, mungkin dia pintar namun dia tidak bisa memahami apa arti dari pertemanan sesungguhnya.
Saat dia pulang sekolah, dia tidak pernah di sambut oleh Ayah dan Mama nya. (Name) hanya langsung masuk ke kamarnya untuk mengurung diri dan belajar. Bahkan tidak pernah berbicara seharian dengan orang tua nya adalah hal biasa baginya.
Terkadang dia bingung ketika mendengar percakapan temannya yg membahas keakraban mereka dengan orang tua mereka. "Aneh, kenapa yg lain keliatan biasa saja? Bukankah itu hal yg sangat luar biasa karna dia begitu akrab dengan orang tuanya?" Itu lah pikirannya jika mendengar teman temannya membicarakan orang tua mereka.
Salah satu hal yg bisa membuat wajah datar (Name) berubah menjadi senyuman kecil adalah ketika dia mengajari adiknya, meskipun adiknya sering kesal padanya namun itu lah hal yg membuat (Name) suka. Sesekali dia terkekeh melihat adik nya itu. Dia suka, dia suka jika seperti itu. Dia sering berandai andai jika orang tuanya marah dengannya sepeti itu.
Tapi kenyataannya dia hanya bisa berangan, dia bahkan tidak pernah di pedulikan oleh orang tuanya. Tidak, mungkin kalimat itu kurang tepat.
Yah kira kira seperti itu lah kehidupan (Name), dia hanya tidak tau bahwa dia sebenarnya manusia yg kesepian dan butuh kasih sayang lebih.
"Anda mendapatkan beasiswa ke Korea."
Mata (Name) mengerjap, dia tidak percaya dengan hal yg dia dengar sekarang.
"Maksud anda, saya bisa melanjutkan Sma saya di Korea?"
"Ya, itu kalau orang tuamu mengijinkannya. Jadi, kau harus memanggil orang tuamu kesini."
"Uhmm seperti nya itu cukup sulit, saya akan menanyakannya sendiri nanti, dan saat mereka sudah memberikan keputusan, saya akan memberitahu anda." Jawab (Name) dengan senyuman yg di paksakannya.
"Baiklah, kalau begitu segera kabari saya jika orang tua mu sudah memutuskan." Ucap nya dan langsung pergi meninggalkan (Name) sendiri di ruangan kepala sekolah.
'Siapa yg peduli jika aku mendapatkannya.'
Sebuah tamparan mendarat di pipi (Name) untuk pertama kalinya. (Name) tersenyum. Akhirnya tercapai, keinginannya untuk di marahi tercapai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't You Remember Me? Lee Jihoon X Reader
Teen Fiction"Kau tidak mengingatku, ya?" (Name), seorang gadis yg hidupnya mungkin tidak masuk ke dalam kategori menderita. Namun, dia sudah cukup kesepian selama beberapa tahun lamanya... -Hanya fanfiction -hanya meminjam karaker Lookism -Banyak typo -Cerita h...