[ Seven ]

515 79 9
                                    

Hyein tidak berhenti tersenyum melihat Rora yang begitu lahap dengan makanannya, Rora sudah sadar setelah dokter Kim pergi. Wajah pucat Rora menggambarkan jika dia benar-benar sakit, dan Hyein sangat tidak menyukainya.

"Sudah habis."

"Oh, sudah habis?"

Hyein mengangguk, dia menunjukan mangkuk yang sudah kosong pada Rora karena sebelumnya mangkuk itu berisikan bubur.

"Aku tidak menyadarinya."

Hyein tertawa.

"Kau makan begitu lahap tadi, bahkan tidak terlihat seperti orang yang sedang sakit."

"ishh." kesal Rora.

Hyein menggelengkan kepalanya, dia menaruh mangkuk itu diatas nakas dan mengambil segelas air putih. Dia memberikan gelas itu pada Rora dan menyuruhnya untuk meminum air itu.

"Kau tidak pergi sekolah? Kenapa?" tanya Rora setelah Hyein menaruh gelas yang dia pakai diatas nakas.

"Kau masih bertanya kenapa?" Rora mengangguk polos "haishh... Kau ini!"

"Memangnya kenapa?" tanya Rora sambil menggaruk pipi yang tidak gatal karena bingung dengan balasan Hyein yang marah, padahalkan tadi dia hanya bertanya.

"Mana mungkin aku pergi sekolah saat aku tahu jika sahabatku ini tidak baik-baik saja? Mana bisa aku tenang. Kau sakit aku juga ikut merasakan sakitnya, kau bahagia aku juga ikut bahagia. Mana mungkin aku akan bahagia sendirian tanpamu? Ah, itu tidak akan terjadi!"

Rora tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya, dia tahu Hyein mengucapkan kalimat itu dengan tulus dia tau itu. Meskipun Hyein selalu mengajaknya bertengkar dan terus bertingkah diluar nalar, tapi itu cara Hyein agar dia tidak selalu mengingat apa yang terjadi.

"Hyein-ah, peluk aku."

Hyein dengan senang hati memeluk tubuh lemah itu, dia sangat menyayangi Rora. Baginya Rora bukan hanya sekedar teman atau pun sahabat, baginya Rora adalah saudaranya tidak peduli dari keluarga mana dia berasal, seperti apa latar belakangnya keluarganya Hyein tetap menyayanginya. Baginya kebahagiaan Rora adalah kebahagiaan untuknya.

"Hyein-ah, terimakasih karena kau selalu ada untuk ku, terimakasih karena kau selalu menemaniku kapan pun itu, terimakasih karena kau selalu memeluk ku dan menjadi rumah untukku, terimakasih karena kau selalu mengulurkan tanganmu saat aku terjatuh, terimakasih untuk semuanya Hyein, terimakasih."

"Aku menyayangimu, Hye."

Hyein mendongak menahan air matanya agar tidak terjatuh, tangannya masih setia mengelus punggung Rora dengan lembut. Dia tidak tau balasan apa yang harus dia berikan atas ucapan Rora tadi, sampai akhirnya dia hanya bisa membalasnya dengan kalimat sayang.

"Aku juga menyayangimu, Rora hiks..."

Mereka sama-sama mengeratkan pelukannya sambil menangis bersama, Rora sangat bersyukur dipertemukan dengan gadis sebaik Hyein. Begitu pula dengan Hyein, dia merasa bangga kerena dipertemukan dengan gadis sekuat Rora.

Mereka merenggangkan pelukannya lalu terkekeh, entah apa yang mereka tertawakan.

"Ini bukan seperti kita, biasanya kita lebih banyak bertengkar." ujar Hyein disela tawanya.

Rora mengangguk setuju "Kau benar Hye, mungkin ini sisi lain dari persahabatan kita."

Hyein tekekeh geli mendengarnya.

"Kalau begitu ayo minum obatmu lalu istirahatlah." kata Hyein dan Rora menganggukinya.

Hyein mengeluarkan satu butir obat dari 3 botol obat yang ada lalu memberikannya pada Rora, Rora menerima obat itu lalu meminumnya sekaligus dengan bantuan aor ditanganya.

SEBUAH TAKDIR (Rorami)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang