Chapter 12 - Hyacinth

25 10 1
                                    

Satu hari sekembalinya Arash dan Malvina dari bulan madu, di hari itu pula keduanya memulai kesibukan masing-masing. Arash kembali pada pribadinya yang workaholic, sedangkan Malvina berencana merambah bisnis di bidang lain. Walau statusnya sebagai ahli waris, namun dia tetap tidak ingin menerima beres begitu saja. Harus ada sesuatu yang harus ia perjuangkan.

Mengenai tempat tinggal, baik Arash dan Malvina awalnya sepakat untuk tetap tinggal di apartemen Arash. Namun, Pak Thomas bersikeras agar keduanya tinggal di mansion utama. Malvina jelas tidak setuju karena adanya Tante Maya dan Mariska, namun entah mengapa Arash memberikan keyakinan bahwa tidak apa-apa mereka tinggal di mansion. Pria itu mengusahakan agar Malvina tetap merasa nyaman di mana pun wanita itu berada. Cara Arash menjelaskan dan meyakinkan sesuatu pada Malvina, membuat wanita itu percaya dan berpikir bahwa apa salahnya untuk kali ini ia percaya sepenuhnya pada pria itu.

Apartemen 118 yang merupakan tempat tinggal Malvina bersama dengan kedua sahabatnya tetap menjadi tempat penenang ketika Malvina membutuhkan waktu sendiri. Seperti sekarang, ketika Malvina tahu bahwa Mariska ada di mansion, dia memutuskan untuk berdiam di apartemen 118. Diputuskan Malvina, bahwa ketika Arash tidak ada, dia juga tidak harus tinggal di mansion. Hari ini kebetulan Arash harus bertolak ke negara tetangga, karenanya Malvina memutuskan untuk ke apartemen 118.

Apartemen 118 tentu saja begitu sepi karena tidak adanya Ara dan Agnia. Konfirmasi terakhir, Ara masih belum pulang dari persembunyiannya dari sang suami yang sebentar lagi menjadi mantan, dan Agnia yang menjalani syuting terakhirnya sebelum vakum dari dunia yang membesarkan nama sahabatnya itu. Beberapa menit bergelung seorang diri di apartemen tanpa siapa-siapa, membuat Malvina merasa sangat kesepian. Sebelumnya, dia merasa biasa saja ketika sendirian. Dia justru lebih suka sendiri karena fokusnya terhadap pekerjaan, terarah sedemikian rupa. Tapi sekarang rasanya lain. Malvina merasa sendiri. Benar-benar sendiri dan kesepian.

Tidak ingin berkubang dalam sepi, Malvina memutuskan untuk belanja ke supermarket terdekat. Tujuannya jelas, untuk memenuhi kulkas apartemen 118 juga mengisi waktu kosongnya agar tidak merasa kesepian. Malvina bisa saja menghubungi Raya sesuai permintaan Arash agar ke mana pun Malvina pergi, bisa mengajak Raya. Hanya saja Malvina ingin sendiri. Memilah dan memilih sendiri barang-barang yang ia perlukan.

Malvina sedang memasukkan beberapa makanan ringan ke dalam keranjang belanja ketika sebuah suara dari arah depan membuyarkan kegiatannya. Dia melihat ke arah depan. Pandangannya lurus tajam dengan dagu yang sedikit terangkat. Dia tahu penampilannya kali ini tidak bisa dianggap remeh. Blus sutra hitam dari Saint Laurent dipadankan dengan rok pendek sewarna dari Valentino Garavani. Kaki jenjangnya juga tak luput dari perhatian karena kali ini memakai pumps hitam dengan hiasan kristal dari Mach & Mach. Malvina memang tampil luar biasa karena niatnya setelah dari belanja, dia akan mampir ke kantor Arash.

"Hai!" lagi-lagi suara itu bersuara karena tidak mendapat respon apa pun dari Malvina. Malvina sendiri tidak tersenyum. Dia justru terdiam dengan pandangan tajam menusuk. Pasalnya, Malvina tidak menyangka akan bersemuka dengan Stevan setelah kejadian terakhir yang tidak mengenakkan.

"Apa kabar, Malvina?" pertanyaan dengan nada lembut itu mengalun menghiasi indera pendengar Malvina. Namun, kilas memori lalu segera membayang di pikiran Malvina tentang bagaimana suara Stevan mengerang di atas tubuh seorang Clara Raharjo.

"Seperti yang kamu lihat" Malvina menjawab dengan nada yang terdengar enggan.

"Aku bersyukur berjumpa denganmu di sini. Karena itu aku bermaksud untuk menjelaskan semuanya padamu."

Malvina mengangkat tangannya sebagai tanda untuk Stevan agar berhenti berbicara. "Tidak perlu" sergahnya. "Sudah tidak ada kepentingan apa pun di antara kita."

#1 Embracing The RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang