Bab 3: Menciptakan Skandal Bersama Stefan?

1.4K 4 0
                                    


***

Setelah menghabiskan waktu kurang lebih dua puluh menit dalam perjalanan, akhirnya Stefan dan Sein tiba di mansion.

Mobil mewah milik Stefan memasuki area mansion begitu pintu gerbang yang menjulang tinggi dibuka lebar melalui remote control oleh pengawal yang bertugas di sana.

Mobil Stefan berhenti di depan teras. Di sampingnya, Sein membuka sabuk pengaman dengan buru-buru, seolah-olah gadis itu ingin segera keluar karena muak melihat wajah datar kakak angkatnya.

Saat Sein bersiap turun, ia menyadari pintu masih dalam keadaan terkunci. Wanita itu segera menoleh ke arah Stefan, menatap pria tampan itu dengan raut wajah menahan emosi.

"Buka pintunya!" pinta Sein dengan tegas, malas berbasa-basi dengan pria itu.

Sementara itu, dengan gerakan santai, Stefan membuka seatbelt dan mematikan mesin kendaraan. Ia lalu menoleh kepada Sein, menatap dingin wanita itu. "Jangan biarkan kejadian seperti malam ini terulang lagi, Sein, kalau kamu tidak mau aku bertindak tegas pada pria itu," ucapnya dengan nada mengancam.

Stefan memperingatkan dengan harapan Sein mau mendengarkan. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Wanita itu tampak acuh, bahkan memutar kedua matanya sebagai tanggapan atas peringatan tegas dari Stefan tadi.

"Pria itu, pria itu...!" gerutu Sein. "Dia punya nama! Namanya Kai!" Ketusnya pada Stefan, menatap kesal pada pria itu. Sementara itu, Stefan tampak biasa saja; mempertahankan ekspresi datar.

"Sudahlah, jangan perlakukan aku seperti remaja 17 tahun, Stefan. Aku sudah dewasa, sebentar lagi usiaku 24 tahun. Dan aku berhak melakukan apapun dengan kekasihku," kata Sein sambil menatap Stefan dengan tatapan menantang. Tak ada rasa takut sama sekali terhadap pria itu.

"Kau berani berbicara seperti itu di depan Dad?" tantang Stefan, menatap Sein dengan kedua mata memicing.

Wanita itu terdiam, kekesalannya terhadap Stefan semakin meningkat. Ia merasa bahwa pria itu bersikap semena-mena padanya hanya karena ayahnya selalu mempercayakan keselamatannya kepada Stefan.

"Kenapa diam?" tanya Stefan, melihat Sein yang tak kunjung menjawab pertanyaannya.

Menarik pandangannya dari Stefan, Sein berdecak kecil dan memutar malas kedua matanya. "Kamu terlalu berisik, membuat telingaku sakit!" ketusnya. Ia menatap lagi pada Stefan, "Ayo buka pintunya, aku mau turun!"

Stefan bergeming. Permintaan Sein ia anggap angin lalu.

"Stefan, bukan pintunya!!!" teriak Sein. Suaranya naik hingga tujuh oktaf, membuat Stefan secara refleks menutup telinga yang terasa berdengung sambil meringis saking kerasnya suara wanita itu.

"Kau pikir ini hutan?! Kau sangat berisik, Sein!" bentak Stefan.

"Kalau tidak mau aku berisik, ya sudah, buka pintunya! Mau sampai kapan aku duduk di sini?! Aku mau turun, cepetan buka!"

Stefan tetap diam, belum mau membuka pintu mobilnya. Entah apa yang diinginkan pria itu sehingga lebih memilih melihat Sein marah-marah daripada membiarkan wanita itu turun dari mobil.

"Stefan, perutku sakit. Buka pintunya! Aku tidak berbohong, aku mau berak!" pekik Sein.

Ini bukan hal baru bagi Sein. Mengungkapkan keinginannya secara gamblang seperti itu tidak membuatnya merasa malu.

"Janji dulu jangan berperilaku seperti tadi. Baru setelah itu aku ijinkan kamu turun," desak Stefan, tanpa memperdulikan keluhan adiknya yang... seksi dan menggoda.

"Aku tidak mau janji apapun!" keukeuh Sein. "Cepetan bukain pintunya! Kamu mau aku berak di sini?!"

Siapa sangka, detik berikutnya terdengar bunyi aneh yang sangat familiar di telinga Stefan.

SKANDAL (21++)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang