|Bagian 13|Emosi|

28 5 0
                                    

☃️ Happy Reading☃️


Akhirnya, suasana yang selalu mereka rindukan kini terwujud kembali ditambah suasana alam pagi ini yang mendukung. Entah ini akan menjadi akhir, namun tiap mereka berharap perpisahan itu tak ada lagi. Menikmati sarapan mie instan sembari mengitari api unggun, namun kebahagiaan ini masih kurang tanpa adanya Neral.

"Kira-kira Neral dimana yah?" Tanya Mario berpikir keras

"Entahlah. Padahal kita udah periksa tiap ruangan dirumah itu kan. Gak ada Neral disana" jawab Cece

"Atau jangan-jangan, salah satu kepala itu?" terka Anna mengangkat jari telunjuknya

"Apasih Na. Serem sih kalau diantara itu kepalanya Neral" Kiki bergidik ngeri

"Gue belum yakin sih kalau Neral udah gak ada. Gue rasa, ada ruangan yang ditempati Neral. Secara, kita kan gak periksa semua ruangan di lantai 2. Kita cuma periksa satu, dan kebetulan aja teman-teman kita langsung disana" ujar Cece

"Benar juga sih. Tapi nyali gue belum terkumpul sepenuhnya untuk kembali lagi ke rumah itu" ujar Mario lengah

"Suruh Febby, Intan, Kia sama Cia kombinasi yang keren sih" ucap Saut tersenyum mengejek

"Mantap sih itu. Febby jadi umpan pakai suara toa nya, Cia pake jurus onichan biar sekte nya tersepona dan izin in dia masuk, Intan pake keimutan nya juga dan Kia sipaling penyemangat nanti buat lo bertiga" balas Rilen

"Sipaling penyemangat udah gak semangat tuh" ujar Anna melirik Kia yang sedari tadi hanya diam dan mencoret-coret tanah menggunakan ranting kecil. Reflek semuanya mengamati gadis itu.

"Dia itu lagi kemasukan atau gimana sih?" Tanya Ruru berbisik

"Entahlah. Tapi dia masih kenal kita cok dan gak kejang-kejang" jawab Widia

"Kemasukan harus banget yah kejang-kejang?" Vinas menatap Widia datar dan yang ditatap hanya terkekeh.

"WOAAA KIAAAA!!" teriak Vandi tiba-tiba didepan muka gadis itu hingga tersentak

"Apasih Van" ketus Kia

"Lo ngapain bengong mulu jir. Entar lo kemasukan tau. Kita kan takut" Ucap Vandi sok bergidik

"Lo masih mikirin kita ketahuan Ki? Gak ada Ki gak ada. Buktinya kita aman-aman aja kan dari kemarin. Udahlah Ki santai aja. Kita sekarang fokus cari Neral aja, terus itu pulang bareng-bareng deh" ucap Silvi mencoba meyakinkan Kia.

Kia hanya tersenyum dan mengangguk walau pikirannya masih berkecamuk. "Iya gue yakin kok" ucapnya.

"Okeh. Jadi sekarang kita ngapain? Disini dulu atau gimana?" Tanya Intan

"Entahlah. Mau lanjut jalan entah kemana? Berdiam diri untuk apa? Semuanya gak ada yang pasti" ujar Mario

"Gimana kalau kita menjauh dulu dari sini, cari tempat ter aman buat bangun tenda kita. Disini kayaknya masih belum aman dan masih terlampau dekat dengan jarak rumah itu" usul Cia

"Setuju sih" sahut Anisa

"Iya betul" tambah Silvi

"Gimana yang lain?" Tanya Mario memastikan

"Setuju aja sih"

"Ngikut aja"

"Sama"

Kira-kira begitulah jawaban mereka.

"Okeh kalau gitu, ayo rapikan semuanya habis itu kita jalan" perintah Mario dan dilaksanakan oleh yang lainnya.

Kini semuanya sudah rapi dan mereka sudah siap dengan bag nya masing-masing.

"Ini kita kan genap, jadi kita baris 2 dan terserah mau pegangan sama siapa. Tapi untuk pengisi barisan depan dan barisan kedua Vandi, Kiki, Saut sama Rinal. Untuk barisan pertama dan kedua di belakang, gue, Niko, sama Maran. Salah satu cewe dibarisan kedua belakang disamping Maran, siapa yang mau?" Tanya Mario menatap satu persatu teman ceweknya.

"Gue aja deh" usul Vinas mengangkat tangan

"Okeh ayo baris dengan rapi. Siapa yang merasa gak enak, bilang berhenti yah. Yang didepan jangan terlalu ngegas dan jangan terlalu lama" peringat Mario dan diangguki oleh seluruh nya. Dan satu persatu mereka berbaris sesuai dengan yang diperintahkan.

...

Kurang lebih 1km mereka berjalan, dan akhirnya menemukan tempat yang sepertinya aman dan cocok untuk tempat mereka mendirikan tenda.

Namun sebelum mereka mendirikan tenda, seluruhnya masih duduk mengatur nafas masing-masing.

"Capek juga ternyata" keluh Anisa

"Ha'a lah" timpal Widia

"Eh btw gais..." Tiba-tiba saja Metha duduk dari sandarannya dari pohon. Seluruhnya sudah penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh gadis itu namun tak kunjung bersuara.

"Ck apasih Met. Btw apa? Jangan bikin penasaran lo ahk" kesal Saut menatap nyalang gadis itu

"Sorry sorry. Kita gak bisa gitu satu tenda aja semuanya? Gue takut hilang satu-satu lagi" tanya Metha dengan raut sedih

"Oh bisa kok Met. Tapi pakai susunan kayak rak baju hehe. Mantap kan?" Jawab Saut tersenyum paksa

"Lo bisa gak sih serius sesekali?" Kesal Metha menatap pria itu seperti menatap musuh bebuyutan.

"Lagian lo pake logika kek. Gimana coba kalau kita semua satu tenda?" balas Saut seadanya

"Kita? Kami aja kali. Lo gak usah ikut. Biarin aja lo mati anji** bab* ngeselin banget lo bangsat. Kenapa gak lo aja yang jadi Neral sekarang ini? Kenapa gak lo aja??" umpat Metha dengan suara mengeras dan amarah yang semakin membeludak.

"Metha! Lo ngomong apasih? Kan udah di ingatkan jangan sampai ngomong gituan di tempat ini. Lagian Saut bener. Lo mikir pake logika dong" ujar Cici yang ikut tersulut emosi

"Lo kenapa ikut campur sih? Emang ada urusannya ya sama lo? Nggak ada kan? Jadi gak usah ngurusin yang bukan urusan lo" balas Metha

"Udah Met udah iya gue yang salah udah" Metha menepis tangan Saut saat pria itu mencoba ingin menenangkan gadis itu.

"Lo gak usah sentuh gue. Najis tau gak. Najis!!!" ucapnya penuh penekanan

"METHA!!!" ucap mereka seluruhnya kecuali Saut hingga menimbulkan suara yang cukup menggelegar.

Metha menatap mereka satu persatu dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Apa lo semua hah?" ucapnya

"Lo ngapain sampai ngomong gituan sih Met. Jangan karena ketakutan lo, kami semua ikut dalam bahaya yah" ujar Maran menunjuk gadis itu

"Gue gak nyangka Met, lo bakal langgar aturan yang udah disepakati" Vinas tersenyum remeh

"Saut udah sebaik itu mau ngalah sama lo, tapi lo? Gak punya hati nurani!" tambah Grace sangat kesal

"Tau. Dia yang salah, dia yang marah" timpal Ruru.

"Tau kok Met lo itu penakut. Bahkan kita semua tergolong penakut. Tapi gak seharusnya lo ngomong se berlebihan itu" itu adalah Anisa.

"Dari ketakutan lo Met, kini menimbulkan ketakutan bagi yang lain karena ucapan lo" timpal Tio.

Sebenarnya yang lain pun memang mengakui bahwa Metha salah. Namun melihat gadis itu yang sudah disembur banyak kalimat-kalimat, mereka lebih memilih untuk membungkam mulut sendiri.

"Yok lah ambil tugas masing-masing. Yang ambil kayu bakar jangan kejauhan. Disekitar ini aja" Mario beranjak dari duduknya dengan raut kesal serta kecewa. Lalu mulai mengeluarkan barang-barang yang diperlukan dari tasnya.

The Struggle Of 23 Trapped Students Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang