Two

299 52 2
                                    

Pagi itu, Hinata memulai harinya dengan rutinitas yang baru ia biasakan, menyirami bunga-bunga yang terletak di balkon apartemen mewahnya. Bunga-bunga itu merupakan hadiah dari Bunda Mikoto, ibu mertuanya, yang dulu sangat ia abaikan. Di kehidupan sebelumnya, Hinata tak pernah mengurusnya dengan baik, baru setelah akhir pernikahannya, merawat bunga menjadi pelarian Hinata untuk mengurangi stres.

Dia merapikan daun-daun yang layu dan memastikan bunga-bunga itu terlihat segar dan rapi. 'Ini cara yang sederhana untuk menenangkan pikiranku', pikirnya sambil tersenyum kecil. Setelah selesai, ia masuk kembali ke dalam apartemen untuk membersihkan diri dan memulai hari.

Sarapan sederhana menjadi pilihannya pagi ini. Ia memutuskan untuk membuat onigiri dan salad sayur. Hinata sempat ragu untuk membuat lebih banyak makanan. 'Bagaimana jika Sasuke tak mau memakan masakan ini?' pikirnya. Ia ingat malam sebelumnya, Sasuke mencari makanan dan akhirnya memakan masakannya, sesuatu yang sangat jarang terjadi di kehidupan sebelumnya. Namun, ia juga tak ingin membuang-buang makanan jika Sasuke tak menyentuhnya.

Sambil memikirkan pilihan itu, suara familiar terdengar dari belakangnya.

"Kenapa kau melamun pagi-pagi?" Suara Sasuke yang dingin menginterupsi Hinata. Sasuke terlihat sedang mengambil air minum dari dispenser dan meminumnya.

Hinata menoleh dan menjawab dengan tenang, "Ah-, aku sedang memikirkan apakah kau ingin sarapan atau tidak. Sayang kalau terbuang jika kau tak sarapan."

Sasuke hanya mengangkat bahunya dengan sikap cuek. "Hn, buatkan saja."

"Baiklah," balas Hinata seadanya, kemudian melanjutkan menyiapkan sarapan.

Setelah selesai, Hinata duduk sendirian di meja makan dengan seporsi onigiri dan salad di hadapannya. Sesekali, ia melirik ke arah Sasuke yang sudah berganti pakaian menjadi setelan formal untuk bekerja. Tanpa ada percakapan, mereka makan dalam keheningan, masing-masing terbenam dalam pikiran mereka.

Sasuke selesai makan lebih dulu. Ia berdiri, membawa piring kosongnya ke wastafel tempat Hinata sedang mencuci piring. Tanpa berkata apa-apa, Sasuke menyerahkan piringnya dan berbalik, bersiap pergi.

"Aku pergi," ucapnya dengan nada datar, seperti biasanya, sebelum melangkah keluar dari apartemen untuk bekerja.

Hinata hanya menatap punggung Sasuke yang menjauh tanpa emosi sambil melanjutkan mencuci piring.

*******

Beberapa jam kemudian, Hinata terlihat sibuk mengangkut barang-barang mewahnya ke dalam salah satu mobil besar milik Sasuke. Ia telah meminta izin untuk menggunakan mobil itu, dan Sasuke mengizinkannya tanpa banyak bertanya.

Mobil besar itu penuh sesak dengan barang-barang yang dulunya begitu berharga baginya—tas, sepatu, pakaian, dan perhiasan mewah. Kursi di baris kedua dan ketiga sudah dilipat agar bisa menampung barang sebanyak mungkin. Bahkan kursi penumpang depan penuh dengan beberapa kotak barang edisi terbatas yang Hinata rencanakan untuk dijual secara pribadi.

Hinata memutuskan untuk langsung menuju department store mewah yang memiliki gerai dari brand-brand barang yang ia bawa. Ia sudah membuat janji dengan customer service dari beberapa brand tersebut, mengirimkan foto barang-barang beserta nota pembeliannya. Semua sudah diatur agar proses penjualan berjalan cepat dan mudah.

Setelah menghabiskan waktu beberapa jam untuk menyelesaikan transaksi, Hinata akhirnya mendapatkan total penjualan sebesar $917.800 yang langsung masuk ke rekening barunya—rekening yang baru ia buat pagi ini khusus untuk kegiatan keuangan, seperti investasi dan trading. Dari total itu, ia menyisihkan $17.800 untuk keperluan pribadi. 'Ini awal yang bagus', pikirnya puas.

Merasa terlalu lelah untuk kembali ke apartemen dan memasak, Hinata memutuskan untuk makan siang di salah satu restoran di mall tersebut. Tanpa sadar, ia memilih restoran favoritnya dulu—tempat yang sering ia kunjungi bersama Sasuke karena Sasuke menyukai unagi yang disajikan di sana.
Hinata duduk dengan tenang, menikmati makanan yang ia pesan. Di kehidupan sebelumnya, restoran ini adalah salah satu tempat yang selalu mengingatkannya pada betapa ia berusaha keras untuk menyenangkan Sasuke. Namun, kini ia menyadari bahwa hidupnya tak lagi harus berputar di sekitar pria itu. 'Ini adalah hidupku sekarang, dan aku yang memegang kendali.'

Namun, ketika ia tengah asyik menikmati makanannya, sesuatu yang tak terduga terjadi. Dari sudut matanya, ia melihat seseorang masuk ke restoran. Hinata menoleh dan jantungnya berdegup sejenak. 'Sasuke dan Sakura'. Mereka berjalan berdampingan, seolah-olah dunia ini hanya milik mereka berdua. Pandangan Sasuke dan Hinata sempat bertemu, namun Hinata dengan cepat memutuskan kontak mata itu dan kembali fokus pada makanannya, seakan tak ada yang terjadi.

'Ini bukan urusanku lagi', pikir Hinata sambil melanjutkan makan. 'Aku tidak akan membiarkan mereka mempengaruhi emosiku'.

Di sisi lain, Sasuke merasa terkejut melihat Hinata di sana. Ia tak menyangka akan bertemu dengan istrinya di tempat ini, apalagi dalam kondisi seperti ini. Namun, yang membuat Sasuke lebih terkejut adalah reaksi Hinata. 'Dia berubah', pikir Sasuke. Hinata tidak marah, tidak berteriak, dan tidak mempermalukan dirinya seperti yang ia bayangkan.

Selama tiga bulan pernikahan mereka, Sasuke sudah cukup mengenal bagaimana perilaku Hinata. Biasanya, gadis itu akan cemburu, bersikap kekanakan, dan merasa benar sendiri. Terlebih lagi, sejak pertunangan mereka enam bulan lalu, setiap kali melihat Sasuke bersama Sakura, Hinata pasti akan membuat keributan. Sasuke sudah terbiasa menghadapi kemarahan dan kekecewaan Hinata di tempat umum, dan ia selalu memilih membela Sakura, memarahi Hinata tanpa ampun.

Namun, kali ini berbeda. Hinata tidak bereaksi seperti yang diharapkannya. Tidak ada amarah, tidak ada kecemburuan, bahkan tidak ada kata-kata. Hinata hanya tenang, seolah keberadaan Sasuke dan Sakura tidak penting sama sekali. Hinata terlihat... dewasa dan acuh.

Sasuke merasa ada sesuatu yang berubah, tapi ia tak bisa menjelaskan apa itu. Ia hanya tahu bahwa istri yang duduk di seberang ruangan itu bukanlah Hinata yang biasanya ia kenal."Hei, Sasuke, kau baik-baik saja?" suara Sakura membuyarkan pikirannya.

Sasuke mengalihkan pandangannya dari Hinata dan menoleh ke Sakura yang menatapnya dengan penuh perhatian. "Ya" jawab Sasuke dingin, meski pikirannya masih tertuju pada Hinata.

Mereka melanjutkan makan siang mereka, namun Sasuke tak bisa sepenuhnya fokus. Sesekali, ia melirik ke arah Hinata, mencoba memahami apa yang terjadi. 'Apa yang membuatnya berubah?' tanyanya dalam hati.

Hinata, di sisi lain, tetap tenang. Ia selesai makan, membayar tagihan, dan keluar dari restoran tanpa menoleh lagi ke arah Sasuke atau Sakura. Dalam hatinya, ia merasa lega. 'Langkah kecil ini adalah permulaan dari kebebasan yang sesungguhnya'.


What Will the Ending Be?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang