Five

279 54 3
                                    

Hari pertama Hinata di Ni-Pro dimulai dengan perkenalan. Sai, bos perusahaan, mengajak Hinata bertemu dengan seluruh tim di perusahaan advertising tersebut. Tim ini tidak besar—hanya sembilan orang, dan dengan kehadiran Hinata, mereka menjadi genap sepuluh karyawan. Meski kecil, Sai memastikan bahwa setiap anggota tim adalah ahli di bidangnya.

Sai memperkenalkan satu per satu rekan kerja baru Hinata:

Ino dan Deidara, keduanya menjabat sebagai Social Media Specialist, bertugas mengelola kehadiran klien di platform digital. Ino adalah wanita berkarisma dengan sikap ceria, sementara Deidara terkenal dengan ide-ide kreatif yang berani.

Lee dan Tenten, Account Executive, bertugas menangani klien dan memastikan proyek berjalan lancar. Lee selalu energik dan penuh semangat, sementara Tenten lebih tenang namun sangat teliti dalam pekerjaannya.

Chouji, Content Writer yang pandai merangkai kata-kata untuk berbagai kampanye iklan. Chouji terkenal dengan pendekatannya yang mudah dipahami dan lugas, membuatnya menjadi andalan untuk menulis konten yang menarik.

Kiba dan Matsuri, yang juga bekerja sebagai Graphic Designer, adalah rekan sejawat Hinata. Keduanya terlihat antusias menyambut Hinata dan berbicara tentang berbagai proyek desain yang pernah mereka kerjakan.

Sasori, Creative Director, memimpin tim kreatif. Sasori dikenal dengan gaya bekerja yang sangat detail dan perfeksionis, sering kali mengarahkan proyek ke tingkat yang lebih tinggi. Meski terkesan dingin, dia dihormati oleh semua karyawan karena visi kreatifnya yang luar biasa.

Shino, selaku Business Development, berperan penting dalam mengembangkan strategi bisnis perusahaan. Shino jarang berbicara banyak, namun setiap kata yang keluar dari mulutnya selalu terukur dan tepat.

Dan tentu saja, Sai Shimura, pemilik sekaligus pemimpin perusahaan ini. Meski terkenal dengan kepribadiannya yang unik—selalu tersenyum dalam segala situasi—Sai adalah seorang bos yang sangat perfeksionis. Setiap keputusan di Ni-Pro ada di tangannya, dan ia memastikan bahwa tim yang terbentuk adalah kelompok elit dan profesional.

Setelah perkenalan singkat, Sai membawa Hinata ke divisi Creative, tempat ia akan bekerja sebagai Graphic Designer bersama Kiba dan Matsuri. "Hinata, mulailah berinteraksi dengan tim kreatif. Aku yakin kau akan cocok bekerja dengan mereka," ucap Sai dengan senyum khasnya.

Hinata segera beradaptasi dengan lingkungan baru ini. Kiba dan Matsuri dengan cepat memperkenalkannya pada alur kerja di NiPro, dan Sasori sebagai Creative Director memberikan arahan tentang proyek yang sedang mereka kerjakan. Hinata merasa senang bisa berada di tengah-tengah tim yang profesional namun juga ramah.

Saat memulai pekerjaan desain pertamanya, Hinata merasa antusias. Ia mendapatkan proyek sederhana untuk klien lokal, dan meskipun ini hanya proyek kecil, ia bersemangat untuk memberikan yang terbaik. 'Ini adalah awal yang baik', pikirnya sambil tersenyum. 'Aku akan terus belajar dan berkembang di sini.'

Hinata menghabiskan hari itu dengan penuh semangat, mulai dari mendesain hingga berkolaborasi dengan tim kreatif lainnya. Setiap tantangan baru membuatnya semakin yakin bahwa inilah jalan yang ia inginkan. Setelah bertahun-tahun berada dalam bayang-bayang pernikahannya, akhirnya ia merasa mandiri dan memiliki arah hidup yang jelas.


***

Hinata sedang membereskan barang-barangnya di kantor, bersiap untuk pulang setelah hari yang produktif di NiPro. Tiba-tiba, ponselnya bergetar di meja, membuatnya tertegun. 'Sasuke menelepon?' Ini tidak pernah ia duga—Sasuke jarang sekali meneleponnya, apalagi tanpa alasan yang jelas.

"Halo, ada apa, Sas?" tanya Hinata sambil terus memasukkan laptop dan beberapa berkas ke dalam ransel kerjanya.

"Kau sudah pulang, kan? Aku di depan," suara Sasuke terdengar tenang, tetapi langsung ke intinya.

"Kau menjemputku? Aduh, sebenarnya tak perlu, aku ada rencana pergi ke supermarket dulu," tolak Hinata, bingung dengan perhatian mendadak Sasuke.

"Hn, aku temani. Cepatlah keluar," balas Sasuke singkat, lalu memutus panggilan.
Hinata berdiri diam sejenak, masih bingung dengan situasi ini. Namun, ia buru-buru menyelesaikan apa yang harus ia lakukan, membereskan barang-barangnya, lalu membenahi penampilannya. Saat sedang merapikan diri, Sai, yang juga ada di kantor, mendekat.

"Suamimu?" tanya Sai sambil tersenyum kecil.

Hinata hanya mengangguk sambil tersenyum, sedikit malu. "Iya."

"Benar saja, mobil mewah di depan dari 15 menit lalu itu pasti Sasuke, kan? Ckckck.. Romantis sekali pasangan baru," ujar Sai dengan nada menggoda, membuat Hinata tersenyum simpul.

"Aku pulang dulu, Boss," kata Hinata, berpamitan.

"Ya, hati-hati. Kupikir kau akan tetap memanggilku Kak Sai," ledek Sai lagi.

"Terserah kamu saja, Kak Boss," balas Hinata sambil tertawa kecil, lalu berjalan keluar kantor.

Ketika sampai di depan, ia membuka pintu mobil sedan mewah Sasuke. "Maaf menunggu lama. Kalau memang tak keberatan, kita mampir di HM Supermarket dulu ya," ujar Hinata sambil memasang sabuk pengaman.

Sasuke mengangguk singkat. "Tidak masalah. Aku temani."

Hinata menghela napas kecil, merasa senang. Hari itu, banyak hal mengejutkan terjadi, termasuk Sasuke yang tiba-tiba menjemputnya. Rasanya aneh, tetapi juga menyenangkan.
"Kau begitu menyukai pekerjaanmu," Sasuke tiba-tiba bertanya, suaranya tenang namun ada ketertarikan di dalamnya.

"Tentu saja! Ini sangat menyenangkan," balas Hinata dengan ceria. "Aku bertemu banyak kenalan baru. Ada Kak Sasori, Matsuri, Kiba, mereka semua sangat baik..." Hinata melanjutkan cerita tentang hari pertamanya bekerja di NiPro. Wajahnya cerah, penuh semangat saat menceritakan pengalaman barunya.

Sasuke hanya mendengarkan, bibirnya mengukir senyum tipis. Dulu, ia merasa terganggu saat Hinata banyak bicara, tetapi sekarang, ia justru menikmati mendengarkan Hinata. Ada sesuatu yang berbeda—sesuatu yang membuat suasana ini terasa lebih hangat dan menyenangkan.

Hinata yang ceria dan terbuka, bercerita tentang hal-hal yang ia sukai, membuat Sasuke merasa lebih tenang.

"Aku senang kau menikmati harimu," kata Sasuke, suaranya lebih lembut dari biasanya.

"Terima kasih, Sasuke," balas Hinata sambil tersenyum, merasa hubungan mereka sedikit lebih dekat dari sebelumnya. Mereka mungkin tidak banyak berbicara tentang hal-hal penting, tetapi momen-momen kecil seperti ini terasa lebih bermakna daripada sebelumnya.

Suasana dalam mobil terasa sangat nyaman, sebuah perasaan baru yang mulai tumbuh di antara mereka. Sasuke, yang biasanya cuek, kini lebih perhatian, dan Hinata yang dulunya canggung kini merasa lebih lepas. Mereka berdua tenggelam dalam percakapan ringan, merasakan perubahan kecil yang mungkin bisa membawa mereka ke arah yang lebih baik.

*******


Sasuke dan Hinata terlihat seperti pasangan muda yang harmonis saat berjalan menyusuri lorong-lorong supermarket. Hinata, dengan gayanya yang santai dan ceria, terus bertanya kepada Sasuke apakah ia membutuhkan ini atau itu, sementara Sasuke hanya mengangguk atau memberikan jawaban singkat. Di antara mereka, ada sebuah kehangatan yang tidak biasa, meski tak pernah diucapkan.


Saat tiba di bagian makanan mentah, Hinata mulai menimbang apakah ia harus membeli bahan makanan segar untuk dimasak di rumah. "Kalau mau bekal, pengen masakan apa, Sas?" tanya Hinata dengan nada santai.


Sasuke terdiam sejenak, menikmati bagaimana Hinata dengan santainya berbicara kepadanya, seolah hubungan mereka tak memiliki beban. Namun, di dalam hatinya, ada perasaan aneh yang mulai muncul. 'Apakah Hinata menganggapku hanya sebagai teman sekarang?' pikir Sasuke. 'Bukankah dia dulu sangat mencintaiku? Bukankah perjodohan ini karena dia ingin selalu bersamaku?'


Namun, Sasuke menyingkirkan semua pikiran itu. "Aku suka seafood," jawabnya akhirnya.

"Kalau begitu, mari kita beli udang atau cumi," kata Hinata dengan semangat, mengarahkan troli mereka ke bagian seafood.


Mereka melanjutkan belanja dengan santai, bercanda kecil di sana-sini. Ketika sampai di bagian bento set, Hinata memilih beberapa bento yang ia sukai dan menyuruh Sasuke memilih juga.


Sasuke mengambil satu paket bento set yang cukup besar. Hinata melirik tag harganya dan tersenyum kecil. "Kupikir kau tidak suka barang diskon atau murah," canda Hinata sambil mengambil bento itu dari tangan Sasuke dan memasukkannya ke keranjang.


Sasuke hanya tersenyum tipis, tapi di balik senyumnya itu ada alasan lain. Bento set yang ia pilih bukan sekadar karena diskon—itu adalah bento set couple. 'Lucu juga, kalau kita punya bento set couple,' pikir Sasuke, meski tak berani mengungkapkannya. Sesuatu tentang memiliki sesuatu yang serasi dengan Hinata membuatnya merasa senang.


'Apa yang terjadi denganku?' pikir Sasuke. Ia merasa semakin nyaman dengan kehadiran Hinata, menikmati setiap momen kecil di apartemen mereka dan kebersamaan yang dulu tidak pernah ia hargai.


Setelah selesai berbelanja dan membayar, Sasuke, yang dengan tenang membayar semua belanjaan.


"Mau makan di luar saja?" tanya Sasuke sambil memasukkan belanjaan ke bagasi mobilnya.


"Boleh, aku ikut kamu saja. Seleramu sepertinya lebih baik dari milikku," jawab Hinata dengan senyuman, merasa tak ada salahnya menghabiskan waktu lebih lama dengan Sasuke.


Sasuke tersenyum tipis lagi, perasaan hangat yang sulit dijelaskan terus tumbuh di dalam dirinya. Ia kemudian membawa Hinata ke sebuah restoran sushi yang sangat spesial. Restoran itu terkenal dengan hidangan sushi berkualitas tinggi, dan biasanya butuh reservasi 2-3 hari sebelumnya untuk mendapatkan tempat. Namun, sebagai pelanggan VIP dan tetap, Sasuke memiliki akses istimewa ke restoran ini.


Ketika mereka tiba, mata Hinata berbinar melihat desain interior dan eksterior restoran yang begitu indah. Restoran itu dibangun dalam gaya rumah tradisional Jepang yang sangat otentik, dengan suasana tenang di tengah kota Tokyo. Desain yang klasik namun tetap modern membuat Hinata terkesima.


"Tempat ini indah sekali," ujar Hinata, kagum dengan suasana di sekitarnya.


Sasuke terkekeh pelan, merasa puas melihat ekspresi kagum di wajah istrinya. Saat hidangan sushi disajikan, mata Hinata kembali berbinar setelah merasakan betapa lezatnya makanan yang disajikan. "Ini enak sekali!" seru Hinata, wajahnya cerah dengan kebahagiaan.


Sasuke hanya bisa tersenyum, ikut menikmati suasana. Ia makan dengan lahap, merasa bahwa hari ini begitu menyenangkan. Di dalam hatinya, ada perasaan yang perlahan muncul—perasaan senang karena bisa berbagi momen seperti ini dengan Hinata.


'Aku menyukai perasaan ini', bisik Sasuke dalam hati sambil tersenyum. Ia mulai memahami bahwa kehadiran Hinata telah membawa kedamaian dan kenyamanan yang selama ini tidak pernah ia sadari.


***
Hari-hari Hinata berjalan cukup lancar. Setiap pagi, ia menyiapkan sarapan dan bekal untuk Sasuke, lalu bekerja di NiPro dengan semangat. Pulang ke rumah, ia memasak makan malam, melakukan trading, dan bersantai di balkon dengan rokok di tangan, meskipun jumlah rokok yang ia hisap semakin berkurang. Hinata juga mulai berolahraga, yoga, dan lari pagi di taman apartemen, menjaga keseimbangan hidupnya. Sasuke, di sisi lain, selalu menawarkan tumpangan ke tempat kerja, dan Hinata tak menolaknya—ini menghemat biaya taksi atau bus. Namun, untuk pulang, Hinata sering naik taksi karena Sasuke sering pulang terlambat.

Pada hari itu, Hinata menemani Tenten bertemu klien. Sai berharap Hinata bisa belajar keterampilan berdiskusi dengan klien, jadi ia meminta Tenten untuk membawa Hinata dalam pertemuan ini. Mereka menunggu di sebuah kafe mewah, dan setelah hampir setengah jam, klien yang dinantikan akhirnya tiba.

Betapa terkejutnya Hinata saat menyadari bahwa klien itu adalah Naruto Uzumaki. Naruto, sahabat Sasuke, yang sekarang mewakili perusahaan keluarganya sebagai manager sales. Naruto juga terkejut, tetapi seiring dengan sifatnya, ia menyeringai penuh ejekan, membuat Hinata langsung merasa bahwa situasi ini akan merepotkan.

Selama proses diskusi, Hinata lebih banyak diam, memperhatikan bagaimana Tenten berbicara dengan klien. Naruto, dengan caranya yang tidak profesional, tampak sengaja mencoba menyulitkan mereka. Hinata merasa tidak enak kepada Tenten, karena masalah pribadi yang ia alami dengan Naruto sepertinya membuat pertemuan ini lebih sulit. Namun, ia mengagumi ketenangan dan keahlian Tenten dalam menghadapi Naruto.

"Kenapa Nona ini dari tadi diam saja? Apa dia makan gaji buta?" sindir Naruto, seringai di wajahnya jelas terlihat mengejek.

Hinata menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. 'Aku benar-benar tak punya energi untuk menanggapi Naruto hari ini', pikirnya, merasa kesal namun tak ingin memperburuk situasi.

Tenten, dengan tenang, menjawab, "Maaf, Tuan Uzumaki. Hinata adalah pegawai baru dan dia di sini hanya untuk mempelajari bagaimana diskusi dengan klien berjalan."

"Ahh, sayang sekali," balas Naruto dengan senyuman mengejek, namun akhirnya ia mulai bersikap lebih profesional dan diskusi berjalan dengan lebih lancar.Hinata merasa perlu ke toilet dan meninggalkan meja, memberikan waktu bagi Tenten dan Naruto untuk melanjutkan diskusi. Namun, saat keluar dari toilet, Hinata terkejut melihat Naruto yang sepertinya dengan sengaja menunggunya di luar.

"Heh, kau bekerja sekarang? Anak manja sepertimu benar-benar hanya menyusahkan," ucap Naruto, nadanya penuh sindiran.

Hinata menghela napas, berusaha mengabaikan Naruto dan mencoba melewatinya. Namun, Naruto menghalangi jalannya, membuat Hinata merasa semakin kesal.

"Apa yang kau inginkan, Naruto?" tanya Hinata, suaranya lelah dan tak ingin berkonfrontasi.

Naruto tertegun melihat Hinata yang berbeda dari biasanya. Hinata tampak sangat tertekan, dan entah kenapa, hal itu membuat Naruto merasa tidak nyaman.

"Gara-gara kau, Sasuke jadi jarang berkumpul dengan kami. Berhenti menghalanginya, dan jangan jadi beban bagi Sasuke," ujar Naruto dengan nada datar, namun setiap kata yang diucapkannya terasa tajam.

"Kau juga harus sadar diri. Sasuke tidak pernah menginginkan pernikahan ini, kau yang memaksakan keadaan."

Hinata terdiam sejenak, menatap Naruto dengan tatapan pasrah. "Ya, aku paham... Maka bersabarah beberapa bulan lagi," ucap Hinata dengan nada pelan dan penuh kelelahan.

Naruto terdiam, bingung dengan apa yang dimaksud oleh Hinata. 'Beberapa bulan lagi?' pikirnya, tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

***

Setelah pertemuan itu, mood Hinata benar-benar hancur. Pikirannya terus terganggu oleh kata-kata Naruto. Ia merasa tidak mampu berkonsentrasi, dan banyak pekerjaan yang terpaksa ia tunda. Hari itu, Hinata pulang dengan kepala penuh beban, dan malamnya ia harus menyelesaikan pekerjaan yang tertunda, meskipun energinya hampir habis.

Hinata duduk di balkon, menatap bintang-bintang di langit sambil menghela napas panjang. 'Apa aku benar-benar membuat hidup Sasuke lebih sulit?' pikirnya. Meski sekarang ia berusaha untuk lebih mandiri, kata-kata Naruto tetap membekas dalam pikirannya.

What Will the Ending Be?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang