7 | Rekah dan Redam

1K 105 35
                                    


∆∆

Netra nya nanar, menatap tubuh lemah dengan segala alat bantu yang mungkin sudah tidak mampu lagi untuk membantu nya lebih. Ada sesak yang selalu menyelimuti kala harus memperhatikan setiap sudut wajah yang selalu terpancar bahagia, kini hanya terasa begitu putus asa dengan tatanan pucat pasi nya. Selalu ada harapan yang ia gaungkan, walaupun sejujurnya ia juga tahu bahwa ketidakmungkinan selalu saja membayang-bayangi rasa takut yang selalu dia gumam kan setiap hari. Setiap pagi dia ingin bersyukur lebih banyak lagi jika nafas itu masih beradu dengan oksigen di muka bumi, walaupun kadang-kadang terasa begitu sulit dan menyakiti pula. Kemudian setiap malam kecamuk dalam dada dan seisi kepalanya mulai menguasai, rasa khawatir dan takutnya jauh lebih besar dibandingkan perasaan lega yang selalu dia damba. Ia seolah-olah tengah bertarung dengan pikirannya sendiri, dengan perasaan-perasaan yang sulit untuk di tebak-tebak.

Ia menghela nafasnya dalam-dalam, tangannya terulur untuk menyentuh kulit tangan dari perempuan yang masih betah untuk menutup matanya. Ada senyum yang selalu ia rindukan, tapi ia mungkin akan merasa bahwa ini jauh lebih baik. 

Dia tahu bahwa Tuhan selalu mempunyai alur cerita yang acak, entah genre apa yang sedang di lewati, dia selalu saja khawatir. Tapi dalam episode-episode yang dia harapkan, ia selalu mempercayai bahwa Tuhan pun selalu baik.

Dan dalam kebaikan-kebaikan yang diharapkan, ia selalu meminta jawabannya adalah manusia yang lemah ini kembali dengan gela tawa yang menggelitik. Senyum yang merekah kadang-kadang dia rindukan, ia tahu bahwa sudah cukup banyak penyiksaan-penyiksaan yang diterima, entah bagaimana rasa sakitnya harus berjuang bukan hanya untuk dirinya sendiri. Ciize percaya ini cukup memberatkan, ada tekanan-tekanan yang besar. Dia mengusap air matanya yang perlahan-lahan jatuh, sering bibir nya bergetar jika harus berdampingan dengan perempuan ini. "Kamu tahu? Aroon mungkin belum tahu apa-apa tentang apa yang sedang kamu perjuangkan. Anak itu kadang-kadang nangis, tapi selama ini aku berusaha untuk bawa dia ngerasa bahagia, tapi rasanya pasti beda kan? Tapi kamu enggak perlu khawatir, walaupun aku bukan kamu. Pun orang-orang diluar sana yang selalu menganggap kamu orang yang jahat. Tapi percaya deh, mereka itu orang-orang yang paling merindukan kamu. Aku tahu, kemungkinan besar kehilangan yang harus aku terima. Tapi, bisakah untuk menyapa sekali lagi? Aku mau kita makan yang enak, aku mau kamu dengar tentang apapun yang kamu lewatkan beberapa minggu ini. Aku kangen kamu, ayo bangun." Sesak yang selalu menyeruak, berkali-kali tak pernah mampu dirinya ingkah.

"Dia juga pasti kangen kamu, phi."

"Kamu ditawarkan tempat seindah apa sampai kamu enggak mau bangun sebentar saja?"

Sekali lagi, Ciize mengusap wajahnya yang penuh dengan air mata yang berjatuhan. Lutut-lutut nya terasa begitu lemas hanya sekedar untuk menopang tubuh nya sendiri. Tangannya terulur untuk mengusap lembut dahi seseorang yang dia harapkan mampu mendengar setiap kalimat-kalimat yang keluar dari mulut nya. "Dunia jahat banget yah? Kadang-kadang aku mikir, kamu sebenarnya enggak perlu untuk berjuang sebesar ini. Tapi aku tahu kalau kamu kuat, kamu enggak mau kan meninggalkan banyak orang yang sayang sama kamu, hem? Aku enggak tahu kalau besok adalah hari yang paling tepat untuk jalani hidup tanpa kamu, sehancur apa aku? Selama ini, aku berusaha untuk kuat. Tapi ternyata aku enggak sekuat kamu, yah? Maafin aku karena aku selalu egois, selalu memohon-mohon padahal kamu merasakan sakit nya. Sekarang aku harus bagaimana, sedangkan perihal kehilangan aku enggak mungkin mampu."

"Bisa kah, sekali lagi?"

Dibalik pintu, dia masih terpaku. Mengusap wajahnya dengan sedikit frustasi.

Kadang-kadang dia juga mempertanyakan, apa yang tengah dirinya lakukan sekarang? Namtan Tipnaree — selalu menjadi pribadi yang ceroboh, Puna tak banyak berfikir tentang apa yang akan terjadi berikutnya. Amarah nya masih membludak, tapi rada enggan nya jauh lebih besar hanya karena pemandangan yang belakangan menjadi yang paling dia benci. Ia selalu kalah dengan keadaan, pun dengan alur pikirannya sendiri. Ada yang selalu berdialog dengan segala isi dalam tempurung kelapa nya yang mulai berisik. Ia benci tempat ini, aroma obat-obatan, suara-suara yang menyesakkan, pun hawa dingin yang selalu menawarkan perasaan tidak baik-baik saja, mampu membuat pikirannya berkelana jauh. Ada tangis yang selalu ditawarkan, tentang kehilangan atau pun kembali pulang dengan bahagia. Dan belakangan dia jadi sulit untuk menebak-nebak, apa yang akan terjadi setelah ini?

MARRIAGE WITH YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang