06 - Kalung dan Buket

3 3 0
                                    

"Ini saya ada sedikit makanan untuk Ibu dan anak Ibu. Mudah-mudahan Ibu dan anaknya bisa kenyang dengan makanan ini." Cassia berujar sembari memberikan dua kotak makanan untuk pengemis yang ada di hadapannya.

Pengemis itu terlihat senang akan pemberian Cassia. Meski katanya makanan yang diberikan hanya sedikit, tapi, bagi pengemis tersebut itu sudah sangat cukup.

Pengemis itu sampai menyuruh putranya untuk bersujud syukur, dan mengucapkan terima kasih kepada Cassia yang telah menyempatkan waktunya di pagi-pagi buta seperti ini hanya karena ingin membagikan makanan ke orang-orang kecil seperti mereka.

Belum sempat anaknya bersujud, Cassia lebih dulu menghentikannya. Ia sungguh tak tega melihat kondisi keluarga kecil pengemis tersebut. Hanya dengan dirinya memberi sedikit rezeki, tetapi, mereka sudah terlihat sangat senang.

Karena sikap mereka yang mampu meluluhkan hati mungil sang dokter berjulukan kepala batu itu, Cassia diam-diam menyelipkan sejumlah uang di dalam makanan yang akan keluarga pengemis tersebut konsumsi.

Pastinya uang tersebut telah dibalut dengan plastik agar tak mengotori makanannya.

Seusai membagikan makanan, Cassia masuk ke dalam mobil di mana Alden telah menunggunya sedari tadi.

"Apakah makanannya masih ada?" Pertanyaan tersebut adalah kalimat pertama yang Cassia lontarkan ketika ia masuk ke dalam mobil Alden.

Alden menoleh ke bagian belakang mobilnya untuk memastikan bahwa sudah tak ada lagi yang tersisa selain buket uang dan kotak kecil berwarna merah yang berisi kalung.

"Sudah tak ada makanan lagi," paparnya kembali menatap Cassia yang kala itu tengah menata rambutnya.

Meski penampilannya terlihat sedikit berantakan, tapi, entah mengapa pesona kecantikannya justru memancar dengan sempurna hingga Alden tak bisa memalingkan pandangannya selain mengabadikan kecantikan alami sang dokter psikiater.

"Omong-omong, apakah kau suka memakai perhiasan?" celetuk Alden spontan.

Cassia meliriknya sekilas, lalu mengulas senyum simpul. "Wae? Mau beliin aku perhiasan kah?"

Justru Cassia menanggapi pertanyaan Alden dengan jawaban yang jahil. Dia tak memiliki pikiran bahwa dirinya akan dibelikan perhiasan sehingga ia mengira kalau dirinya menjawab dengan candaan bukanlah masalah.

"Kalau sampai aku mau memberikan perhiasan untukmu, perhiasan apa yang engkau suka?" Lagi-lagi Alden bertanya, tapi kali ini, raut wajahnya tampak serius.

Cassia jadi gugup mendapati pertanyaan serta ekspresi Alden yang seakan terlihat serius ingin memberikannya perhiasan.

"Kenapa jadi rasanya serius gini, ya? Kalau perhiasan sih ... Aku suka kalung!"

Baru saja Cassia menyelesaikan kata-katanya, Alden cergas meraih kotak merah yang tergeletak di bangku belakang.

"Untukmu." Alden memberikan kotak kecil berwarna merah tersebut pada Cassia yang terlihat tak percaya akan sikapnya.

Cassia terkekeh sembari menerima kotak itu. Ia beranggapan kalau ini hanya sebuah lelucon yang sengaja Alden buat untuk menjahilinya.

"Kira-kira apa nih ya isinya?" Cassia bergumam seraya membuka kotak merah berukuran kecil yang kini digenggamnya.

Cassia terpelanga dengan pupil matanya yang turut membulat sempurna usai melihat isi dari kotak kecil berwarna merah yang Alden berikan.

"Mwoya?!" Cassia menoleh sekilas ke arah Alden lalu mengeluarkan kalung berlian dari dalam kotaknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sunshine At Midnight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang