03 - Malam

22 13 31
                                    

"Mama ... Aku berangkat dulu, yaa." Cassia mengenakan sepatu heels-nya secara tergesa-gesa sembari mengunyah roti yang hampir memenuhi mulutnya.

   Reyna yang mendengar ujaran Cassia, bergegas keluar dari apartemen untuk melihat putrinya yang akan berangkat kerja.

"Aduh, Nak. Makannya sambil duduk toh, nanti kamu bisa tersedak loh!" Reyna kembali masuk ke dalam apartemen untuk memperoleh secangkir air.

   Kemudian, dia menemui Cassia dan menyerahkan secangkir air hangat untuk putri kesayangannya. "Kalau lagi makan jangan sambil melakukan aktivitas, Nak. Duduk tenang di meja makan, nikmati makananmu itu dengan tenang."

   Cassia tertawa kecil mendapati komentar sang ibunda. "Iyaa, lain kali aku gak bakal ngulangin hal seperti ini."

    Reyna mengangguk perlahan. Dia merapikan pakaian anaknya serta menyisir beberapa sisi rambut putrinya yang terlihat kusut. Seusai itu, Cassia beranjak pergi untuk mencari pundi-pundi uang yang dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.

   Sebelum dirinya menginjakkan kakinya di rumah sakit, Cassia menyempatkan waktu untuk mampir sejenak ke kantor pemadam kebakaran yang kebetulan jaraknya tak begitu jauh dari tempat kerjanya. Ia berencana mengembalikan mantel pelindung yang biasanya digunakan oleh para petugas pemadam sewaktu bertugas.

...

   Alden menutup pintu mobilnya, tak lupa dia juga menguncinya. Sesaat ia akan melangkah menuju stasiun pemadam kebakaran, dirinya mendapati sesosok pria yang berlari mengarahnya.

    Dalam hitungan detik, sosok itu telah berada di hadapannya. Dia menatap setiap lekuk tubuh Alden dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Alden, lo ngapain di sini?! Gak liat tangan kanan lo itu?" ujar Devan Nataka yang merupakan sahabat dekat Alden sedari keduanya duduk di bangku SD.

   Alden mengulas senyum tengil lalu menyandarkan tubuhnya pada kap mesin mobil. Ia menatap sahabatnya dengan tangan kirinya yang dilipat di depan dada. "Aku ke sini hanya untuk memeriksa anggota timku, memangnya gak boleh, ya?"

    Melihat sahabatnya yang seakan berkata dusta, membuat Devan serasa ingin melayangkan pukulan kepadanya.

"Aish ... Capek kali aku bahh ngadepin orang kek lo! Sudah sana, mendingan lo balik ke rumah sakit buat istirahat. Tenang aja, anggota tim lo sehat walafiat semua," papar Devan yang terlihat lelah menghadapi Alden.

   Alden terkekeh. Bukannya mengikuti saran sahabatnya, ia malah melanjutkan langkahnya menuju stasiun pemadam kebakaran.

   Sembari berjalan dengan cepat, ia membalas pemaparan sahabatnya tersebut. "Untuk apa aku kembali ke rumah sakit? Toh diriku tidak memerlukan rawat inap."

    Mendapati balasannya, Devan tersentak. Ia melongo, tak habis pikir dengan kelakuan sang kapten tim yang selalu bertindak sembrono akan kondisi fisiknya.

"Yaaa! Kenapa lo gak ngejalanin rawat inap?! Kekurangan biaya apa gimana sih? Tenang aja, kalau lo butuh duit, gua bersedia ngasih." Devan membentak Alden sambil mengejarnya yang sudah berjalan cukup jauh darinya.

   Sewaktu Devan ingin melanjutkan ocehannya, perhatiannya teralihkan oleh sewujud wanita berparas cantik yang kini tengah berbincang dengan rekan setimnya.

    Kedua matanya yang berbinar dengan senyuman tipis yang terlihat menawan, berhasil memikat hati Devan dalam sepersekian detik. Namun, lamunannya yang tengah membayangkan masa depannya jika bersama sosok wanita itu langsung buyar kala Alden memanggil namanya.

"Dokter Cassia!" teriak Alden dari kejauhan yang membuat semua tatapan lekas tertuju padanya.

   Cassia yang tadinya tengah mengobrol sontak menoleh. Ia mengukir senyuman hangat yang menawan lalu menghampiri Alden yang berjalan menujunya.

Sunshine At Midnight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang