Bab 19: Sekolahkan Anak Rendra dan Maya ke TK

5 2 0
                                    

Beberapa tahun telah berlalu sejak pernikahan Nadila dan Aldo. Sementara itu, Rendra dan Maya menjalani kehidupan yang semakin harmonis sebagai orang tua dari Nadra, yang kini tumbuh menjadi anak yang cerdas dan penuh semangat. Kehidupan di rumah mereka dipenuhi dengan tawa dan momen kebersamaan yang hangat, namun ada satu hal yang membuat Maya dan Rendra merasa waktu berlalu begitu cepat: Nadra kini sudah cukup besar untuk mulai bersekolah di taman kanak-kanak.

Suatu pagi, saat sedang sarapan bersama, Maya mengangkat topik tersebut. "Aku sudah melihat beberapa sekolah taman kanak-kanak di sekitar sini, dan sepertinya kita harus segera memutuskan di mana Nadra akan mulai sekolah," kata Maya sambil menyeruput kopinya.

Rendra menatap putri kecil mereka yang tengah sibuk dengan mainannya di meja makan. "Aku juga berpikir begitu. Nadra sudah terlihat siap. Dia selalu antusias belajar hal-hal baru di rumah," ujar Rendra dengan senyum bangga.

Maya mengangguk. "Ya, dia suka sekali membaca buku dan belajar mengenal huruf serta angka. Aku pikir TK akan menjadi lingkungan yang baik untuk mengembangkan kemampuannya."

Hari itu, setelah selesai dengan rutinitas pagi mereka, Rendra dan Maya memutuskan untuk mengunjungi beberapa taman kanak-kanak yang telah mereka cari informasinya. Mereka berdua sangat memperhatikan lingkungan sekolah, kurikulum, serta pendekatan pengajaran yang akan sesuai untuk Nadra.

Sekolah pertama yang mereka kunjungi adalah taman kanak-kanak dengan pendekatan pendidikan Montessori. Guru-guru di sana dengan hangat menyambut mereka dan menjelaskan bagaimana sistem Montessori memungkinkan anak-anak belajar mandiri dan mengeksplorasi minat mereka sendiri. Maya sangat tertarik dengan konsep ini.

"Ini mungkin bisa membantu Nadra mengembangkan kemandiriannya," bisik Maya kepada Rendra saat mereka berjalan-jalan di kelas.

Rendra mengangguk, tetapi dia juga ingin melihat lebih banyak opsi sebelum membuat keputusan.

Sekolah kedua yang mereka kunjungi memiliki pendekatan yang lebih tradisional, dengan fokus pada akademik dan kegiatan kelompok. Nadra tampak sangat senang melihat banyak anak lain bermain dan belajar bersama di kelas. Sekolah ini memiliki program yang berfokus pada keterampilan sosial dan interaksi anak-anak, sesuatu yang Rendra nilai penting untuk perkembangan Nadra.

“Dia pasti akan belajar berinteraksi lebih baik di sini,” ujar Rendra sambil memperhatikan Nadra yang tersenyum melihat anak-anak bermain.

Setelah mengunjungi beberapa sekolah lagi, mereka pulang dan duduk bersama di ruang keluarga untuk mendiskusikan pilihan mereka. Nadra, yang mulai kelelahan setelah seharian ikut serta dalam tur sekolah, akhirnya tertidur di sofa.

"Menurutku, sekolah Montessori sangat bagus untuk mengembangkan kreativitas dan kemandirian Nadra," kata Maya, memulai diskusi.

"Tapi aku juga suka sekolah kedua. Dia terlihat sangat senang di sana, dan aku pikir penting baginya untuk belajar bersosialisasi dengan anak-anak lain," timpal Rendra.

Setelah berdiskusi panjang, mereka akhirnya memutuskan untuk mendaftarkan Nadra di sekolah dengan pendekatan yang menggabungkan kedua aspek yang mereka nilai penting: kemandirian dan kreativitas dari Montessori, serta pengembangan keterampilan sosial dari pendekatan tradisional. Sekolah yang mereka pilih menawarkan kurikulum yang seimbang antara kedua pendekatan tersebut, yang menurut mereka akan menjadi tempat yang sempurna bagi Nadra untuk belajar dan tumbuh.

Pada hari pertama sekolah, Maya dan Rendra sama-sama merasa gugup dan bersemangat. Mereka menyiapkan pakaian sekolah Nadra dengan penuh perhatian, memastikan semua keperluannya lengkap. Nadra sendiri tampak bersemangat untuk memulai petualangan barunya.

Saat mereka tiba di sekolah, Nadra dengan penuh percaya diri berjalan ke dalam kelas sambil menggenggam tangan Maya. Rendra mengabadikan momen itu dengan kameranya, sementara Maya berusaha menahan air mata haru. Mereka berdua tahu bahwa ini adalah langkah besar dalam kehidupan Nadra dan juga dalam kehidupan mereka sebagai orang tua.

Saat meninggalkan sekolah, Maya berbisik kepada Rendra, "Aku tidak percaya anak kita sudah besar dan mulai sekolah. Waktu berlalu begitu cepat."

Rendra merangkul Maya dengan lembut. "Ini hanya permulaan. Kita akan menyaksikan begitu banyak pencapaian lainnya dalam hidup Nadra. Aku yakin dia akan berkembang dengan luar biasa."

Hari itu, Rendra dan Maya pulang dengan perasaan bangga sekaligus sedikit emosional. Mereka tahu bahwa masa depan Nadra kini dimulai, dan mereka akan selalu berada di sana untuk mendukung setiap langkah kecil yang ia ambil di dunia ini.

Hari-hari berikutnya setelah Nadra mulai bersekolah di taman kanak-kanak dipenuhi dengan cerita-cerita baru. Setiap kali pulang sekolah, Nadra akan dengan antusias menceritakan hal-hal menarik yang ia pelajari dan teman-teman baru yang ia temui. Maya dan Rendra merasa semakin yakin bahwa keputusan mereka untuk menyekolahkan Nadra di tempat yang seimbang antara kreativitas dan sosialisasi adalah pilihan yang tepat.

Suatu sore, setelah selesai menjemput Nadra dari sekolah, Maya duduk bersama putrinya di ruang tamu. Mereka sedang memeriksa buku cerita bergambar yang dibawa Nadra dari sekolah.

"Bu, hari ini aku belajar tentang angka dan huruf," kata Nadra dengan senyum cerah di wajahnya.

"Benarkah? Wah, kamu sudah mulai belajar membaca, ya?" Maya bertanya sambil membalik halaman buku dan memperhatikan gambar yang penuh warna.

Nadra mengangguk dengan semangat. "Aku juga bermain bersama teman-teman baru. Ada Dinda dan Tito. Mereka baik sekali."

Maya tersenyum, bangga melihat Nadra beradaptasi dengan baik di sekolahnya. "Ibu senang kamu punya teman baru, sayang. Bagaimana rasanya belajar bersama mereka?"

"Seru, Bu! Kita sering bermain sambil belajar. Kita bermain puzzle angka hari ini," jawab Nadra antusias.

Saat malam tiba, Maya dan Rendra berbincang di teras belakang rumah setelah Nadra tertidur. Suara jangkrik mengisi keheningan malam yang nyaman.

"Bagaimana menurutmu perkembangan Nadra setelah beberapa minggu di sekolah?" tanya Maya sambil menyesap teh hangatnya.

Rendra berpikir sejenak sebelum menjawab, "Dia terlihat lebih percaya diri. Rasanya baru kemarin dia masih balita yang selalu menggenggam erat tangan kita, dan sekarang dia sudah belajar sendiri, berinteraksi dengan teman-temannya."

Maya mengangguk setuju. "Aku juga melihat hal itu. Rasanya luar biasa bisa melihat dia tumbuh menjadi anak yang mandiri dan cerdas. Sekolah benar-benar memberinya kesempatan untuk berkembang."

Rendra tersenyum, melihat Maya yang tampak bangga dengan pencapaian Nadra. "Aku juga merasa begitu. Dan mungkin, ini juga waktu bagi kita untuk memikirkan langkah selanjutnya dalam hidup kita."

Maya mengangkat alis. "Langkah selanjutnya?"

Rendra memandang ke langit malam, merenung sejenak sebelum menjawab. "Mungkin kita bisa lebih fokus pada usaha kecil yang sempat kita bicarakan. Sambil melihat Nadra tumbuh dan bersekolah, kita bisa memulai sesuatu yang baru untuk masa depan keluarga kita."

Maya terdiam, mempertimbangkan kata-kata Rendra. Usaha kecil yang pernah mereka diskusikan selama ini selalu ada di benak mereka, namun dengan rutinitas sehari-hari, mereka belum sempat memulainya. Sekarang, dengan Nadra yang semakin mandiri, mungkin memang waktu yang tepat untuk mewujudkan impian mereka.

"Aku suka ide itu," kata Maya akhirnya. "Mungkin kita bisa mulai dengan membuat perencanaan yang lebih matang. Aku yakin dengan kerja keras, kita bisa membangun sesuatu yang besar untuk masa depan Nadra juga."

Rendra tersenyum penuh keyakinan. "Setuju. Ini saatnya kita berdua memulai sesuatu yang baru, sambil tetap menjadi orang tua yang mendukung pertumbuhan Nadra."

Hari-hari berlalu dengan penuh kesibukan, namun kini ada tambahan rasa antusias dalam kehidupan Rendra dan Maya. Sambil menemani Nadra yang terus berkembang di sekolah, mereka mulai mempersiapkan langkah-langkah awal untuk memulai usaha kecil mereka. Dengan tekad dan cinta untuk keluarga, mereka yakin bahwa setiap tantangan yang datang bisa dihadapi bersama-sama.

Rendra Arjuna Wicaksana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang