CHAPTER 4

13 4 0
                                    

Irene POV

"Makanlah, aku sudah memesankan makanan untukmu." Wendy Son beranjak mendekat memberikanku semangkum Ramyeon yang dipesan secara delivering. Hanya kupandang sekilas sama sekali tak tertarik untuk memakannya apalagi mencicipinya.

"Irene... kau tidak makan dari kemarin, setidaknya makanlah sedikit agar aku tidak kawatir." Katanya lagi. Ya. Aku tahu dia memang mengkawatirkanku. Kupaksakan diriku tersenyum berharap itu akan mengurangi kekhawatirannya terhadapku.

"Akan kumakan nanti."

"Benar kau harus memakannya." Aku mengangguk. Dia memang terlalu cerewet akhir-akhir ini. "Baiklah, kalau begitu aku akan pergi sebentar ke supermarket, ada sesuatu yang ingin ku beli. Apa kau mau ikut?" Aku menggeleng.

Wendy akhirnya beranjak meninggalkanku. Memang itulah yang kuharapkan darinya. Sendiri mungkin satu-satu cara terbaik yang aku lakukan saat ini. Tanpa menghidupkan handphone atau menghubungi siaapun.

Semalam, saat aku memutuskan kembali ke Korea, Wendy adalah satu-satunya orang terakhir yang aku hubungi. Bisa kuingat bagaimana aku menangis hebat semalam. Tanpa memberi tahu alasannya pada Wendy, dia langsung memelukku. Sebuah pelukan seorang sahabat yang benar-benar ku butuhkan saat itu.

Seoul sedang di guyur hujan saat ini. Tidak tahu dengan Jepang. Harusnya hari ini adalah jadwal kepulangan kami berdua. Tidak sebelum aku melihat dia di malam sebelumnya. Sehun yang berhadapan dengan gadis itu, saat Sehun memegang tangannya atau bahkan saat Sehun memakaikan kalung , yang sialnya aku sempat mengira kalung itu untukku.

Saat itu aku benar-benar tidak bisa berpikir lagi. Pulang mungkin satu-satunya jalan terbaik setelah dua kali pria itu menyakitiku.

Sempat aku menyalahkan ponselku. Ada 122 missed call dan juga 66 message darinya. Tapi kembali ku matikan ponse itu hanya karena tidak mau terlalu lama memikirkanya.

Dreek! Pintu apartemen tiba-tiba terbuka. Dari luar kudengar suara keributan kecil yang kuduga sebagai para member Red Velved.

"Eonnie, tidakkah kau pikir Taeyong itu sangat sexy?" Sebuah suara yang kuduga dari Yeri. Selalu saja mereka membicarakan seorang pria.

"Nde, aku juga berpikir begitu. Tidakkah dia cocok denganku?" Suara Seulgi menimpali.

"Eonnie, aku yang melihatnya duluan, setidaknya biarkan dia menjadi bagianku."

"Aku sudah mengenal lama Taeyong, dan ku pikir kau bukanlah tipenya..."

"Aishhh... kau menyebalkan!" Yeri berdecak kesal bersamaan itu mereka pun melihatku yang duduk di ruang tengah menghadap ke jendela. "Eonnie, kau disini?" Pekiknya.

Sial, harusnya tadi kuiyakan saja ajakan Wendy untuk pergi ke Supermarket. Dengan begitu aku terbebas melakukan wawancara menjengkelkan ini.

"Eonnie, bagaimana kau bisa di sini, pesawatnya harusnya tiba siang nanti bukan?"

"Ehm... ada kemajuan penerbangan." Pertanyaan pertama dari Seulgi berhasil ku jawab yuntas.

"Lalu dimana Sehun Oppa, dan oleh-oleh untukku?" Pertanyaan kedua dari anak kecil Yeri.

"Hey... kau kan yang memberiku hadiah, mana mungkin kau memintah hadiah dariku?" Balasku yang membuatnya tersenyum kecut.Lalu tanpa kuduga-duga, Joy tiba-tiba mendekat dan memegang perutku dengan kedua tangannya, "Hey... apa yang kau lakukan?"

"Hanya memastikan perutmu sudah berisi atau tidak?"

"Apa kau gila? Menjauhlah dariku!"Kutendang kakinya agar dia segera menjauh. Tapi bukannya menjauh mereka semua malah mendekat mengerumuniku. "Eonnie, cerikan pada kami apa saja yang kalian lakukan bersama Sehun Oppa?"

PROPOSAL MARRIAGE SEHUN & IRENE (HUNRE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang