Dengan ekspresi cemas, Renita mondar-mandir di depan kamarnya. Sesekali, dia melirik ke pintu kamarnya sendiri. Menunggu dokter pribadinya keluar dari kamarnya, setelah beberapa menit menunggu, seorang wanita berpakaian Casual berusia tiga puluhan, keluar dari kamarnya.
Wanita tersebut merupakan dokter pribadi keluarganya bernama Jessy, Renita sedikit merasa bersalah karena menganggu hari libur dokter pribadinya.
Di sisi lain, hanya Dr. Jessy yang dapat membantunya. Renita tidak dapat memikirkan orang lain, selain dokter pribadi keluarganya. Bagaimanapun juga, satu-satunya dokter yang dia kenal adalah Dr. Jessy.
Renita menghampiri Dr. Jessy dan bertanya mengenai kondisi Laera.
"Bagaimana?, apa dia baik-baik aja?"
Dr. Jessy tersenyum lembut, memberikan ketenangan psikologis pada Renita.
"Temanmu baik-baik aja, jangan khawatir. Dia cuma demam biasa aja kok, saya sudah memberikan infus dan obat padanya. Setelah infusnya habis dan obatnya bereaksi, demamnya turun dan dia akan segera membaik setelah beberapa jam"
Mendengar jawaban positif Dr. Jessy, Renita menghela nafas lega. Beban di hatinya akhirnya jatuh, dia senang akhirnya Laera baik-baik saja.
Beberapa jam yang lalu, dalam perjalanan pulang. Gadis itu tiba-tiba demam, awalnya Renita tidak menyadari jika Laera sakit. Tapi setelah beberapa saat kemudian, Renita mulai sadar bahwa ada yang tidak beres dengan Laera.
Nafas gadis itu terdengar berat dan kasar, gadis tersebut juga duduk dengan gelisah di kursi penumpang. Terdengar suara rengekan tidak nyaman dari gadis yang duduk di sampingnya, wajah Laera juga mulai memerah dan tubuhnya tiba-tiba menggigil kedinginan.
Renita langsung memarkirkan mobilnya di parkiran sebuah ruko terdekat, setelah mobilnya terparkir. Dia mengecilkan AC mobil, lalu melepaskan sabuk pengamannya.
Renita berusaha keras menenangkan dirinya sendiri, mencoba untuk tidak panik. Dia harus tetap tenang dan rasional di situasi seperti ini, suatu masalah tidak akan dapat di selesaikan jika dia panik. Karena pendidikannya, tidak butuh waktu yang lama bagi Renita untuk menenangkan dirinya sendiri.
Wanita itu mencondongkan tubuhnya, mendekati Laera yang meringkuk seperti bola di kursi penumpang di sampingnya. Dia mengulurkan tangannya, lalu menempelkan punggung tangannya di kening Laera.
Renita tertegun karena perbedaan suhu yang ekstrem antara tubuhnya dan Laera, Jantungnya berdetak kencang dengan cemas. Tubuh Laera sangat panas, Renita yakin bahwa suhu tubuh Laera hampir mencapai 39°.
Sangat berbahaya jika di biarkan begitu saja, tanpa penanganan medis.
Tanpa pikir panjang, Renita langsung menyalahkan mobilnya dan pergi ke Rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Renita bergegas turun dari mobilnya. Lalu berlari kecil mengitari mobilnya, menghampiri pintu mobil di kursi penumpang tempat Laera duduk.
Dengan wajah tanpa ekspresi, ia membuka pintu mobil lalu melepaskan sabuk pengaman Laera. Tapi gadis itu menolak untuk turun dan keluar dari mobil, Laera tidak mau pergi ke rumah sakit.
"Aku gak mau turun, aku gak mau ke rumah sakit!. Aku gak mau di suntik, rasanya sangat sakit."
Renita menghela nafas, Di lihat dari sikap tidak kooperatif Laera, sepertinya gadis itu memiliki traumatis pada rumah sakit atau lebih tepatnya pada jarum suntik.
"Laera, kamu sakit. Badan kamu juga panas banget, bahaya kalau gak segera di obati. Nanti kakak kasih tahu dokternya, kalau kamu gak mau di suntik, oke?."
Dengan lembut, Renita membujuk Laera agar mau ke rumah sakit. Sayangnya, Laera sangat keras kepala. Gadis itu menggelengkan kepalanya dengan kuat, menolak mendengar bujukan lembut Renita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senior Ex-girlfriend Seduced Me
Teen FictionWarning!!! Harap di baca dengan baik dan teliti, cerita ini merupakan cerita dengan genre Girl Love/Yuri/LGBT. Mohon bijak dalam membaca cerita ini, karena banyak adegan tidak pantas untuk di baca di bawah umur. Cerita ini terkusus 18+, Terimakasih...