cerita pertama : bertemu atau dipertemukan

70 5 0
                                    

Bagi beberapa mahasiswa ruang bimbingan konseling itu tempat yang tidak boleh dijamah. Tapi bagi 7 mahasiswa ini ruang bimbingan konseling sudah menjadi rumah kedua untuk mereka. Entah karena bosan atau memang kepribadian mereka adalah ingin selalu mencoba hal baru.

Dosen pembimbing di kampus mereka pun sudah kewalahan dengan tingkah laku mereka. Satu-satunya yang mendengarkan dia hanyalah Mark.

Mark pun juga pernah menjelaskan pada dosennya itu kalau keenam sahabatnya hanya bisa mendengar yang mereka ingin dengar saja. Tapi Mark juga tau bahwa mereka pun juga bekerja keras untuk hidup mereka.

Kali ini Mark yang sudah terbiasa itu mengunjungi ruang bimbingan dan menemukan salah satu sahabatnya Chenle duduk dengan bahagia disana. Dia bahkan sempat melambai pada Mark yang tersenyum kecut sambil menekuk alisnya.

"Mark, coba kau yang bicara dengannya" ucap dosen pembimbing yang wajahnya sudah menunjukan jengah itu pada Mark yang wajahnya justru lebih santai.

"Kenapa lo disini lagi?" Tanya Mark pada Chenle.

"Hehe. Gue bawa mobil ke kampus", Mark mulai bingung. Baginya itu sudah biasa. "Mobil dengan pintu yang dibuka keatas" lanjut Chenle yang membuat Mark kali ini menghela nafas.

"Nah, kau sudah paham tapi belum mengaku salah juga?" Sahut dosen itu dengan cepat setelah Chenle berucap.

"Aku tidak tau salahnya membawa mobil ke kampus" bantah Chenle dengan wajah polos dan masih dengan senyumannya.

"Semua orang bisa mengira kau membeli kampus ini!" Ucap dosen itu kesekian kalinya dengan nada gemasnya.

"Aku bisa melakukannya" jawab Chenle dengan sangat santai dan gampang tapi memang kenyataannya kekayaan Chenle ini memang sudah diakui oleh semua orang. Chenle sangat kaya.

"Saya akan membawanya, Pak" ucap Mark yang sudah kasihan melihat dosennya yang makin kesal karena sahabatnya itu.

"Bagus. Jangan masuk ke ruangan ini lagi!" titah dosen itu sambil memijat pangkal hidungnya.

"Tapi ruangan ini menyenangkan. Hehe" Chenle yang periang itu masih saja menguji kesabaran dosennya.

"Cepat keluar kalian berdua!" titah dosen pembimbing mereka dengan nada pasrah.

•••

"Lo sengaja milih mobil itu?" Tanya Mark pada Chenle. Mereka kini tengah berjalan menyusuri koridor kampus dengan langkah santai dan beberapa pandangan mahasiswa dan mahasiswi yang fokus sambil berbisik tentang keduanya.

"Gue asal mengambil kunci mobil dan yang kepilih mobil itu" jawab Chenle kemudian. Mark hanya menggeleng karena lucu. Chenle ini tidak sombong karena ucapannya tidak terkesan demikian. Kekayaan keluarga Chenle juga bukan kebohongan. Chenle juga bukan seseorang yang pamer. Dia hanya lugu karena terlalu kaya. Eh, lugu pun sepertinya masih mungkin.

"Yang lain dimana?" Tanya Chenle pada Mark yang sambil membaca bukunya.

"Biasa. Base camp" jawab Mark yang tidak mengalihkan pandangan dari buku tebalnya.

"Apa lo sungguh seserius itu belajar?"

Mark mendatarkan kedua bibirnya sejenak, "Tumben lo penasaran?". Chenle mengangguk. "Hehe, karena cuma ini doang yang bisa gue lakukan" jawab Mark sambil menarik sudut bibirnya.

"Wah, lo keren sih" puji Chenle yang memang takjub dengan semangat dan kerja keras Mark. Baginya sahabatnya satu ini memang tidak menyerah. Maksud Chenle adalah bayangkan jauh-jauh menyeberang pulau dan merantau di negara orang demi belajar musik itu bisa disebut sesuatu, sangat sesuatu.

•••

Mark dan Chenle sampai di base camp mereka. Ternyata yang sudah disana hanya Renjun dan Jisung.

"Kemana yang lain?" Tanya Mark sambil meletakan tas dan bukunya di salah satu sofa disana. Jisung langsung menarik Mark menuju jendela yang memperlihatkan lorong digedung seberang, tepatnya di gedung yang menjadi pusat kegiatan kampus sekaligus yang paling dekat dengan lapangan olahraga dan aula.

"Tuh sikembar, Nana sama Nono. Mereka lagi memikat para wanita" jawab Jisung.

Chenle yang tertawa mendengar jawaban Jisung lalu menyautnya, "Lo juga mau gitu?" wajah jahil Chenle tidak bisa disembunyikan saat menanyakannya.

"Ah. Nggak mau. Gue sudah cukup sama diri gue sekarang" Jisung lalu membalik badan dan kembali memainkan piano disudut ruangan.

Chenle menghela nafas sejenak, "Gue takut dah Jisung keterusan ngomong sama piano atau tembok kalau gitu terus" gumam Chenle yang langsung bersandar nyaman dibahu Renjun.

"Hehhehe. Itu memang masalahnya. Dia terlalu pendiam hingga harus ke ruang konseling. Dia tidak melakukan apapun dan hanya bicara pada benda disekitar dia" balas Renjun diselingi dengan tertawa begitu juga Chenle yang menekuk wajah karena gemas.

Chenle benar-benar tidak punya waktu untuk bersedih atau mengalami kesedihan dalam hidupnya. Dia selalu tersenyum dan tertawa riang.

Mark masih menatap area kampus dengan berucap dalam hati dia akan lulus dan akan membuktikan itu.

"Aku dengar ada anak baru yang akan bergabung bersama kita?" Pertanyaan Renjun ini membuyarkan lamunan Mark sehinnga ia membalikan badan.

"Maksud lo gabung sama kelompok yang paling sering dibimbing ini?" Tanya balik Mark yang tidak percaya.

"Iya" Jawab Renjun yang tertawa sejenak. "Aku dengar dia juga habis dibimbing. Kirain kalian bertemu dengannya"

Chenle tertawa lagi kali ini lebih keras, "Lo bakalan punya satu lagi teman dalam kelompokmu ini. Semangat kapten Mark!!" mendengarnya, Renjun juga ikut menertawakan Mark.

"Wah, habislah gue. Gimana nasib gue sekarang?" Balas Mark sambil tersenyum kecut.

"Duo JJ sudah kembali dari peradaban!" Teriak Jaemin dengan semangat dan membuka kedua tangannya. Tapi setelah itu dia duduk nyaman dan seketika wajahnya datar.

"Peradaban mane lagi yang dimaksud" gumam Mark yang sudah terbiasa sebenarnya dengan kocaknya Jaemin.

"Perubahan ekspresinya luar biasa" puji Renjun yang sebenarnya bermaksud menyindir tingkah random Jaemin.

"Itu gara-gara banyak yang godain dia. Tenaganya udah habis buat bercanda dengan orang-orang digedung itu" balas Jeno yang lahir tiga pulih menit lebih awal dari Jaemin.

"Gue serius Jaemin lo harus jadi pelawak" puji Mark yang menambahkan.

"Melihat wajahnya saja sudah menyebalkan" puji Jeno pada kembarannya sendiri. Tapi selain Jeno tidak akan ada yang bisa mengerti isi pikiran Jaemin.

"Stop ngomongin guueeee!" Kesal Jaemin tapi dengan nada bicara seperti orang tua dan penuh penekanan.

"Kenapa orang-orang seperti kita harus disatukan begini?" Tanya Renjun asal tapi membuat Chenle tertawa.

"Ga tau, hahahhahah. Kita anak bimbingan, kan?" Balas lagi Chenle dengan tertawanya.

"Soalnya kalo kampus tidak punya mahasiswa kayak kita pasti sepi" tambah Jeno.

"Maksudnyeeee ruang bimbingan yang sepi" ucap lagi Jaemin sambil menepuk tangan lalu memberikan jempol pada Jeno.

"Pak dosen nantinya tidak bekerja" tambah Chenle yang semakin geli membayangkannya.

"Ya! Kita semua itu kejam padanya tapi kita bukannya merasa bersalah tapi malah tertawa seperti ini" sanggah Renjun yang tidak habis fikir dengan semua sahabatnya.

"Jisung-ah, lo masih hidup?" Teriak Chenle asal yang membuate mereka semua seketika sadar masih ada Jisung diujung ruangan. Jisung tidak langsung menjawab dia hanya langsung berjalan dan mendekat pada Chenle.

"Gue disini~" sahut Jisung dengan sedikit bersenandung.

Kemudian audio diruangan itu tumpang tindih oleh mereka selain Mark yang memikirkan seperti apa teman barunya kali ini.


-Dream-

DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang