9

83 30 2
                                    

Begitu pintu didorong terbuka oleh Nathan, Nuran sudah ada di depan pintu menunggu. Melihat bagaimana kedekatan nona nya dengan pria itu, Nuran meraih tangan nona nya cepat dan membawanya turun dengan hati-hati. Dia berada di sisi nona nya. Tidak mengizinkan siapa pun lebih dekat dengan sang nona.

Lucinda mendesah lega. Setidaknya Nuran benar-benar menjaga harga dirinya. Tidak ada yang melihat mereka jadi tidak masalah.

Tapi Lucinda juga tidak peduli dengan pernikahannya. Jika tidak ada yang mau menikahinya hanya karena dia pernah dekat dengan pria lain, maka itu tidak jadi masalah. cukup tidak menikah saja. Toh, pernikahan bukan tujuan hidupnya. Meski ayahnya tentu saja akan mulai memberikan ceramah tentang apa yang harus dilakukan perempuan demi masa depannya. Yaitu bergantung pada suaminya tercinta.

Yang membuat Lucinda lebih peduli saat ini adalah pria itu yang mengambil segala aspek penting dalam gerak tubuhnya. Pria itu seolah menyatakan kepemilikan tanpa bersuara. Memberikan ketidaknyamanan pada Lucinda sendiri.

Seseorang keluar menyambut mereka dengan agak tegang. Sosok laki-laki muda dengan perawakan kecil itu sudah hendak menyapa dengan kedua tangan di depan tubuh. Tapi dia kemudian menatap cukup lama ke belakang sampai Lucinda menemukan anggukan mengertinya dan segera mempersilahkan mereka masuk ke dalam. Tanpa sapaan seolah dia akan tahu mereka datang.

"Di mana dokternya?" tanya Nathan dengan tidak sabar.

"Di dalam ... Tuan."

"Apakah dia juga bisa mengobati mata?"

Lucinda berdebar mendengarnya. Pria itu sedang mengujinya lagi? Kenapa membahas matanya saat yang akan mereka obati adalah bagian bawah bahunya.

"Seharusnya bisa, kalau memang mudah ditemukan gejalanya."

"Bagus." Nathan mendorong Nuran menjauh dan merebut Lucinda darinya. Membawa Nuran jatuh menyedihkan ke lantai dengan pandangan memburam ke arah nona nya yang sudah digendong dengan enteng oleh Nathan.

Nuran sudah akan bangun, berniat merebut sang nona kembali. Tapi Elijah sudah berdiri di depannya dengan tatapan dingin membekukan tulang. "Kau seharusnya tidak pernah ikut campur ke dalamnya. Sejak pertentangan pertamamu, pria itu sudah menandaimu. Dia bisa membuat kau selamanya tidak bertemu dengan nonamu. Kau menginginkannya?"

Nuran yang mendengarnya dan lanjut membayangkan apa yang akan terjadi padanya, membuat dia bergidik. Siapa pun akan percaya kalau pria itu sanggup melakukannya. Dengan aura kegelapan yang dia perlihatkan, semua akan mundur. Nuran juga ketakutan, yang membuat dia bertahan adalah demi melindungi nona nya. Demi kesetiaan yang di mana dia rela mengorbankan nyawa demi sang nona.

Tapi kalau sampai benar-benar terjadi padanya, bukankah itu artinya tidak akan ada lagi yang berada di sisi Lucinda? Tidak akan ada yang melindunginya. Dan tidak akan ada yang tahu apa yang akan diperbuat pria itu saat Lucinda mulai melawan ketika tahu pelayannya terluka. Dalam bayangan itu menjadi sesuatu yang sangat mengerikan dan tidak akan pernah mau dialami oleh Nuran.

Jadi Nuran bangun dan berdiri agak dekat dengan Elijah. Melihat dua orang yang sudah bergerak masuk ke dalam. Nuran hendak ikut, tapi Elijah memberikan gerakan untuk menunggu di luar. Dokternya juga tidak suka terlalu banyak orang yang ada di ruangannya.

Meski jelas jika Nathan bersikeras semua orang boleh masuk maka dokter itu tidak akan mengatakan apa pun. Tapi sekarang dia memang tidak ingin ada orang lain. Nathan membawa Lucinda ke arah ranjang reot, mendudukkannya dengan pelan di sana dan menunggu di kursi saat dokter yang akan mereka temui akhirnya menunjukkan diri.

Menatap sekilas dalam pencurian pandangan, Lucinda dapat menemukan dokter tua dengan seluruh rambutnya berwarna putih. Jenggotnya juga panjang berwarna putih dan jalannya agak terseok tidak teguh.

Dokter itu mendekat, menatap seksama ke arah Lucinda kemudian mengangguk saat menemukan luka di bahunya.

Muridnya, laki-laki muda yang tadi menyambut mereka mulai menumbuk obat-obatan. Sedangkan pria tua itu coba membuka kain yang menutup luka Lucinda. Saat dokter itu hampir menyentuh bahu Lucinda, tangan lain menghentikannya. Dia mendongak dan menemukan mata Nathan yang penuh keposesifan. Seolah dijidat pria itu tertulis kalau tidak ada yang boleh mengganggu gadisnya selama dia masih hidup.

Hidup cukup lama dengan asam garam kehidupan yang sudah dirasa, sang dokter mengerti dan mengangguk saja. Tidak ingin memperdebatkan hal yang tidak penting. "Maka kau lakukan, Anak Muda. Lepaskan ikatannya biar aku bisa melihat lukanya. Jangan sampai ada racunnya."

Nathan mendekat, bergerak sampai menutupi seluruh tubuh Lucinda dengan tubuhnya. Gadis itu menatap ke bawah dan tidak padanya. Entah kapan Lucinda akan menemukan penglihatannya kembali. Nathan ingin bertukar pandang dengan Lucinda. Ingin melihat bagaimana bola mata itu bergerak memandangnya. Dia cukup penasaran dengan hal itu.

"Sudah?" dokter bertanya karena Nathan cukup lama.

Nathan mundur sedikit dan menunjukkan sisi bahu yang terbuka dan memperlihatkan luka. Tidak memberikan akses pada dokter tua itu melihat lebih banyak. Dokter yang melihat hanya menyembunyikan senyumannya saja.

Lucinda sendiri sudah tidak dapat melawan. Membiarkan saja Nathan melakukan dengan apa yang dia inginkan. Selama pria itu tidak mengganggu nyawanya maka tidak masalah.

"Senjatanya tidak beracun. Bagus karena dia hanya luka luar. Oleskan obatnya dan biarkan dia istirahat. Besok akan membaik."

Laki-laki muda menyerahkan obat yang sudah ditumbuknya ke arah Nathan. Nathan mengambilnya dan mengoleskan Lucinda obat dengan warna hijau kekuningan itu. Dia melakukannya dengan sepelan mungkin. Tapi tetap saja Lucinda meringis. Gadis itu bahkan sampai mencengkram lengannya yang ada di bahunya.

Mulutnya bergerak dengan tidak nyaman menahan diri agar tidak berteriak karena obatnya sangat menyakitinya.

Tidak berapa lama angin dingin terembus ke luka itu. Nathan sudah menunduk dan meniup lukanya. Itu membuat Lucinda menatap kepala pria itu dengan kebingungan. Kenapa Nathan menjadi begitu baik padanya? Harusnya kejadiannya tidak sampai mengarah ke sini tapi sepertinya Lucinda memang sangat meremehkan kecantikan ilahi yang dia miliki.

Tidak pernah ditunjukkan di depan umum. Selalu disembunyikan dan tidak ada pria di sekitarnya membuat Lucinda hanya tahu kalau dia memang memiliki wajah yang tidak jelek. Bahkan tergolong cantik. Tapi dalam benaknya sekali pun, tidak pernah ada bayangan bahwa kecantikan itu bisa menggerakkan perasaan pembunuh.

Jadi kelakukan Nathan yang dia tunjukkan saat ini hanya membuat Lucinda kebingungan saja. Mempertanyakan apa yang membuat Nathan malah begitu perhatian dan mempedulikannya.

Apa Nathan seperti serigala yang membiarkan buruannya makan dengan lahap terlebih dahulu sampai buruannya gemuk, baru setelahnya dia akan dimangsa sampai tidak bersisa? Lucinda bergidik sendiri dengan apa yang ada di kepalanya tersebut.

Nathan yang merasakan gerakan aneh dari Lucinda segera mengangkat kepalanya dan memandang gadis itu. "Kenapa?"

"Apa kau serigala?" tanya Lucinda lupa menahan suaranya hingga pertanyaan itu keluar begitu saja.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Cruel King (MIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang