3

170 41 1
                                    

"Apa yang kau tangisi? Cepat bawa aku keluar dari sini!" Lucinda hampir berteriak kalau mereka harus segera pergi sebelum mereka mati dengan mengerikan. Ada pembunuh yang mengintai.

"Oh, saya benar-benar menyesal, Nona. Saya tidak berhasil menangkap anda membuat anda jatuh dari ketinggian. Sekarang anda malah sudah buta. Apa yang harus saya katakan pada tuan. Tuan pasti menyalahkan saya."

"Bisa kau hentikan tangisanmu dan membawaku pergi sekarang? Sudah cukup menakutkan dengan kegelapan ini, tapi mengingat waktu yang terbuang, hampir malam. Kalau kita tidak pergi, binatang buas bisa menerkam."

Pelayan yang mengerti akhirnya mengangguk. Dia meraih lengan nonanya dan membantunya melangkah.

Lucinda tahu akan semakin mencurigakan kalau dia tidak menanyakan soal pria itu. Karena sekarang pria itu masih sedang mengintainya di kegelapan. "Apa kau tidak menemukan dua pria saat kau masuk tadi?" tanya Lucinda dengan bingung.

"Pria?"

"Sepertinya mereka bertengkar. Aku menyapa salah satunya dan meminta bantuannya. Tapi tiba-tiba dia menghilang. Mungkin dia khawatir kalau ketahuan bertemu berduaan denganku akan mendatangkan masalah untuknya. Misalnya harus bertanggung jawab menikahiku."

"Nona, apa yang kau katakan. Jika dia menyelamatkan anda, kita pasti akan membayarnya dengan sepantasnya. Menikahi anda, dia bukan orang yang layak. Pernikahan anda harus dilakukan dengan cara biasa. Mencari pria yang benar-benar pantas."

"Apa yang kau katakan? Jangan merendahkan orang lain. Aku tidak suka mendengarnya. Dan suara pria itu indah. Mungkin dia tampan."

"Sejak kapan anda tertarik pada keindahan. Pria itu tidak ada. Mungkin dia melakukan perbuatan buruk dan melarikan diri. Jangan memikirkannya lagi, Nona. Sebaiknya kita pergi. Aku sudah tahu jalan menuju ke kota."

Lucinda mengangguk segera dan hampir terlihat seperti melarikan diri. Pria itu pasti mendengarnya, Lucinda harap pria itu percaya kalau dia memang buta. Dan Lucinda juga berharap kalau pria itu tidak pernah lagi muncul di depannya.

Setelah sampai di rumahnya nanti, dia akan mengatakan pada petugas untuk mencari kebenaran dari apa yang dilihatnya. Berharap pria itu aka tertangkap dan berhasil diadili dengan sepantasnya. Dia sudah membunuh, pria itu tidak bisa kabur begitu saja setelah melakukan perbuatan jahat. Lucinda akan membuat pria itu mendapatkan balasan yang setimpal.

Mereka memang berhasil berada di jalan utama. Melangkah dengan kecepatan penuh dan tiba di pasar dekat pegunungan. Keduanya tahu tidak akan dapat kembali ke rumah dengan cepat jadi mereka menyewa penginapan. Hanya untuk semalam.

Setelah membayar uang sewa di penginapan yang cukup mahal, Lucinda dibawa masuk oleh pelayannya. Dia duduk di depan kursi bundar dekat dengan ranjang. Menatap ke arah cermin di depannya memperhatikan dirinya. Saat hendak membuang tongkatnya, tiba-tiba hembusan angin terdengar di arah jendela yang terbuka di belakang sana.

Jika itu orang normal tanpa ilmu beladiri, mungkin hanya akan menganggap angin itu sebagai angin biasa. Tapi Lucinda tahu ada yang sedang bergerak masuk ke kamarnya dan sudah berhasil masuk. Tapi Lucinda tidak dapat memperlihatkan dia tahu. Dia juga tidak jadi mau mengatakan pada pelayannya kalau dia tidak buta sama sekali. Sepertinya dia masih diikuti oleh pria itu. Dia tidak akan dilepaskan sampai pria itu benar-benar yakin dengan keadaan Lucinda.

Suara pintu terbuka didengar oleh Lucinda. Melirik sedikit ke sana, Lucinda menemukan bayangan pakaian dari pelayannya.

"Nona, saya sudah memesan makanan untuk makan malam dan sarapan. Besok pagi kita pasti akan berhasil ke tempat perburuan. Kita kasih tahu tuan apa yang terjadi pada anda. Kalau tuan marah, mari menerimanya saja selama anda bisa lekas disembuhkan. Karena saya yakin itu hanya kebutaan sementara."

"Mari pulang saja. Tidak perlu ke tempat perburuan."

Pelayan yang datang mendekat. Menatap nonanya dengan kasihan. "Anda benar. Pergi ke tempat perburuan juga percuma. Anda tidak akan dapat melihat apa pun di sana. Ini salah saya, kalau saya bisa saja menahan anda untuk tidak pergi, maka anda tidak akan mengalami hal seperti ini."

Lucinda meraba ke arah tangan pelayannya. "Jangan menyalahkan diri. Akulah yang keras kepala ingin melihat ayah dan perburuannya. Jangan mengatakan kalau kau yang salah nanti di depan ayah. Aku yang akan bicara dengan ayah."

"Pelayan ini mendengarkan nona."

Lucinda benar-benar butuh tahu di mana posisi pria itu. Tapi pura-pura buta sekarang membuat dia kewalahan sendiri. Itu membuatnya kesal sendiri.

"Saya akan membantu anda mandi. Izinkan saya menyiapkannya terlebih dahulu."

Lucinda mengangguk.

Pelayan sudah masuk ke kamar mandi yang memang ada di dalam kamar mereka. Dia mendengar suara air yang dinyalakan dan beberapa barang yang terdengar diletakkannya dengan agak keras.

Meraba ke gelas teh yang baru saja dituangkan pelayan untuknya, Lucinda sudah akan mencicipi teh itu, tapi saat seseorang tiba-tiba muncul di depannya, Lucinda hampir bergerak mundur dengan terkejut. Karena pria itu tiba-tiba duduk di depannya tanpa suara sama sekali. Jika ada pertandingan tidak mengeluarkan suara dalam gerakan, Lucinda yakin pria itu akan memenangkannya.

Tidak melihatnya dengan jelas, tapi hanya dalam sekelip mata, Lucinda tahu pria itu sama sekali tidak jelek. Ada ketampanan yang bisa dilihat dari dirinya dan wibawa yang jarang dimiliki orang biasa. Mungkinkan ada darah kerajaan di diri pria itu? Mungkin dia bangsawan. Tapi pria ini sekali pun tidak pernah dilihat oleh Lucinda sepanjang hidupnya.

Pria ini begitu tegap dan seolah keberadaannya sendiri sanggup membuat seluruh perhatian terarah padanya. Dia memiliki kharisma yang tidak dapat diabaikan sama sekali. Auranya mendominasi dan suaranya bahkan tidak mudah dilupakan. Ada darah bangsawan dalam dirinya, Lucinda yakin. Itu membuat Lucinda sendiri tahu kalau dia tidak bisa macam-macam.

Jika dia membuat masalah dengan keluarga bangsawan, hanya akan ada keburukan di masa depannya. Keluarganya juga bisa terseret. Apalagi ayahnya. Salah langkah, Lucinda akan menjatuhkan nama keluarganya. Mencari keadilan untuk seseorang yang mati entah dengan alasan apa, Lucinda tidak menginginkan ikut terlibat ke dalamnya. Dia lebih suka menyelamatkan dirinya sendiri. Memang egois. Tapi itu harus dilakukan.

Meraih kembali cangkirnya dengan erat, Lucinda mulia mencicipinya. Membiarkan pria itu mengamatinya dan seolah dia sendiri tidak menyadarinya.

Menarik kakinya naik ke kursi, dia memeluk lututnya sendiri dengan nyaman. Mendendangkan sebuah lagu dengan suara lembut membulai. Matanya hanya menatap satu arah, ke bawah tanpa berani beradu pandangan dengan pria itu.

Tapi entah apa yang membuat pria itu seolah begitu tertarik pada keberadaannya. Pria itu malah bergerak mendekat dan lebih dekat. Seolah begitu ingin Lucinda tahu keberadaannya. Saat nafas pria itu berhasil mengusik ketenangannya, Lucinda akhirnya mengangkat pandangannya. Dia menatap ke depan tepat ke mata indah pria itu. Mata indah yang dapat menyesatkan. Lucinda sendiri terdiam menatap bola mata yang bergerak mengikuti keindahan pandangannya.

Lucinda menilik mata itu dengan penasaran. Pria itu juga menatapanya dengan dalam. Seolah ingin tahu apakah dia ada pada mata Lucinda.

My Cruel King (MIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang