Pagi itu aku terbangun didalam kamar. Setelah melepaskan diri dari selimut, aku mengambil posisi terduduk dan menguap sembari mengangkat lenganku atas atas untuk meregangkan otot. Aku masih sedikit mengantuk. Sinar matahari masuk melalui sedikit celah gorden yang terpasang di jendela besar yang berada dikamar yang begitu luas ini. Aku berdiri dan beranjak menuju jendela untuk membuka gorden. Begitu gorden dibuka, cahaya matahari yang hangat langsung masuk menyinari tempat tidur dan meja yang ada disebelahnya. Kulihat di atas meja itu ada jam alarm, vas bunga yang berisikan bunga matahari, sarapan pagi yang terdiri dari roti sandwich daging, sosis, buah anggur hijau, anggur merah serta segelas susu. Di meja itu juga terdapat secarik kertas yang diletakkan dibawah gelas susu. Aku mengambil kertas itu. Disana terdapat tulisan,
"Abang pergi dulu ke ladang. Abang ingin membangunkanmu, tapi abang tidak sampai hati melakukannya. Abang juga sudah membuatkan sarapan untukmu. Kalau kamu sudah selesai makan, temani abang diladang ya."
Aku hanya tersenyum membaca tulisan itu. Setelah itu aku langsung bergegas mandi dan memakan sarapan yang ada diatas meja tadi lalu bersiap-siap untuk pergi ke ladang.
Jarak dari rumah ke ladang tidak terlalu jauh, hanya sekitar 800 meter lebih. Namun medannya menanjak, karena ladang kami terletak di atas bukit. Sehingga harus menaiki kendaraan untuk sampai kesana. Sesekali kami berolahraga dengan berjalan kaki, namun biasanya tujuan kami bukan untuk berladang. Hanya ingin bersantai di rumah kecil yang terletak ditengah tengah ladang.
Kali ini aku membawa mobil yang berwarna hitam. Mobil pickup sudah dibawa bang Zul pergi ke ladang. Memang hari ini kami berencana untuk memanen kentang untuk persediaan makan dan sebagian untuk dijual. Pagi ini cuaca hangat karena saat ini sudah mau mendekati musim panas, atau dengan kata lain musim semi sudah mau berkahir. Namun kulihat masih banyak bunga pohon daun merah yang bermekaran disepanjang jalan.
Tidak butuh waktu lama aku sudah berada di ladang. Pemandangan desa terlihat sangat luas dibawah sana bagaikan padang rumput berwarna warni. Kebanyakan didominasi oleh warna dedaunan pepohonan yang berbeda. Pohon pohon berdaun merah berjejer mengelilingi ladang yang kami miliki. Sebagian kecil daunnya lambat laun sudah berganti warna menjadi hijau. Pemandangan dibawah sana juga seperti lukisan dimataku.
Kami tidak memagar ladang ini, karena tidak akan ada pencuri disini. Rata-rata semua penduduk disini berprofesi sebagai petani. Dan tanah yang kami miliki di desa ini sangat luas. Maka tidak heran jikalau kehidupan kami didesa ini berkecukupan, sangat berkecukupan malah.
Kulihat ke arah langit, pesawat terbang melewati ladang kami meninggalkan segurat asap memanjang seperti awan yang sengaja dibentuk tipis memanjang. Kulihat ke sekeliling ladang, itu dia!
Bang Zul sedang mencangkul ditengah ladang. Tidak mengenakan baju, hanya mengenakan celana panjang dan sepatu boot. Aku menghampirinya. Belum sampai aku menghampirinya, aku berhenti. Tiba-tiba waktu terasa berjalan sangat lambat.
Kulihat bang Zul menyeka keringat di keningnya. Bukan karena hari itu cuaca panas, namun karena dia sudah cukup lama berladang. Setelah menyeka keringat, dia lanjut mencangkul tanah kembali untuk meleburkannya. Dimataku, semua gerakan yang dia lakukan terasa seperti gerakan slow motion. Bahkan keringatnya yang jatuh ke tanah terlihat sangat dramatis. Wajahnya yang tampan dengan kumis tipisnya, rambutnya yang hitam lebat bergoyang goyang terkena hembusan angin yang lewat. Ototnya yang kekar dan bagian tubuh lainnya yang indah. Aku merasa, aku beruntung sekali memiliki orang ini. Aku merasa, aku beruntung sekali memiliki dia untuk selamanya. Ya... Kini bang Zul sudah menjadi suamiku.
***
Mungkin di negeri lain pernikahan sesama jenis masih sangat tabu meskipun negeri itu sudah melegalkannya. Tetapi tidak disini. Pernikahan sesama jenis sudah dianggap biasa oleh semua orang, layaknya pernikahan antara pria dan wanita. Maka dari itu ketika bang Zul memintaku untuk menjadi suaminya, tanpa ragu sedikitpun aku mengiyakannya. Dan kini kami sudah menjadi suami x suami yang sah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bang Zul (Gay Sex Story)
RomanceCerita ini sebagian berdasarkan pengalaman pribadi author dan sebagian laginya adalah karangan. Author mixing semua yang pernah author alami dan imajinasi yang ada di kepala author. Menceritakan pengalaman si "Gue/Hendrik" yang penuh dengan rasa pe...