3

1 0 0
                                    

Air mataku belum kering tapi harus ku buka kotak Pandora hadiah dari perempuan bernama Mawar itu. Nelangsa, ternyata sebegitu tidak mengenalnya aku pada laki-laki yang disebut sebagai calon suami hingga harus perempuan lain yang menceritakan semua misteri dibalik laki-laki yang dianggap baik semua orang. Aku setengah tidak percaya mendengar orang di seberang itu terus bercerita bagaimana dia mengenal laki-laki ku hingga jatuh cinta, dan kecelakaan yang menyebabkan mereka harus bersatu dalam ikatan cinta. Aku tidak percaya semua perkataannya, tapi aku tidak menemukan cela kebohongan itu. Perempuan itu terlalu detail menceritakan kronologi kejadian asmara mereka. Foto-foto dan bukti obrolan mereka juga tidak luput dia berikan sebagai bukti semua obrolan itu. Aku terpaku hingga tak bisa berkutik. Ternyata senelangsa itu nasibku berhubungan dengan laki-laki yang bertopeng permata.

Ternyata tidak cukup sampai disitu, kesedihanku berlanjut ketika aku membalikkan badan dan melihat ibuku bercucur air mata berdiri di balik pintu. Aku menghapus air mataku sebelum menghampiri beliau.

"Ibu sejak kapan berdiri di sini?" Ternyata suara parauku sulit disembunyikan. Ibu hanya memelukku. Lalu berjalan masuk ke kamarku dan memintaku duduk bersamanya.

"Tadi itu siapa?" Aku tidak kuasa melihat ibu. Lebih baik aku terluka seorang diri daripada melihat air mata ibu yang deras seperti ini.

"Mawar, mantan istri kedua Arya" jawabku. Ibu memelukku lagi. Setelah obrolan panjang tadi aku baru tau mawar adalah mantan istri kedua mas Arya.

"Mulai hari ini, jangan lagi berhubungan dengan Arya dan keluarganya. Jangan juga diangkat setiap telepon dia. Jangan terkecoh dengan kebaikan dia lagi. Mulai hari ini kamu putuskan hubungan ini, jangan terjebak dengan manusia busuk itu. Jangan pernah nikahi dia. Jangan...." Ibu terus berbicara panjang lebar untuk mengingatkan sikap yang harus aku ambil
Aku hanya menggegam tangan ibu. Aku tak sanggup. Bukan seperti ini yang aku inginkan. mengapa ibu harus tau kenyataan pahit itu. Bodohnya aku loud speaker obrolan tadi. Karena aku sedang melipat jemuran, tentu aku tidak bisa membawa ponsel ke telingaku. Sementara earphone ku tertinggal di asrama. Aku menyesali itu semua. Aku menyesal ibu harus mendengar cerita tak bermoral itu.

"Besok Azki akan ke rumah paman ibu. Besok Azki akan menyelesaikan semua masalah ini. Azki akan kembalikan cincin ini. Aku putuskan hubungan ini" penuh keyakinan aku menenangkan ibu.

"Jangan pernah mau dibujuk nak. Jangan pernah ragu memutuskan dia. Dia tidak layak untuk mu" ibu kembali mengingatkan.

"Bu, ibu percaya kan Azki berharga? Tidak mungkin Azki mau mengorbankan hidup Azki untuk laki-laki gila perempuan seperti Arya Bu. Ibu harus percaya Azki" ibu mengangguk-angguk. Air matanya sudah kering. Tapi tatapannya sudah tidak seterang biasanya. Aku yakin Arya sudah menghancurkan cahaya mata ibu.

Rintik Yang Tak Sempat HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang