8

1 0 0
                                    

Sungguh sulit ketika kita harus belajar mengikhlaskan dan belajar menerima dalam satu waktu. Aku tidak hanya belajar mengikhlaskan perasaanku pada Dazka, Namun aku juga belajar menerima laki-laki yang dijodohkan dengan ku. Di jari manisku sudah terpasang cincin yang menunjukkan aku sudah menjadi milik orang lain, tapi semua orang tidak tau bahwa hatiku sudah lama dimiliki Dazka.

"Hey, ngapain senyum-senyum sendiri?" Aku terkejut Dazka hampir memergokiku sedang chatingan dengan Arya. Perasaanku campur aduk, aku memulai perkenalanku dengan Arya sejak tadi malam. Meski usia kita hanya terpaut 5 tahun, tapi aku merasa Arya dari planet lain. Dia benci dunia K-Pop, sementara aku sangat menyukainya. Dia tidak mengenal shopee, gojek, tiktok, twitter, Wattpad, Webtoon dan aplikasi lain yang digunakan generasi Z, sementara hampir setiap hari aku membuka semua aplikasi itu. Aku kesulitan berkomunikasi dengan dia yang kaku, berbeda sekali ketika aku berkomunikasi dengan Dazka. Tapi satu hal yang membuatku mungkin bisa belajar menerima Arya, dia bertutur kata baik. Setiap aku marah atau tidak setuju dengan pendapatnya, Arya selalu sabar menghadapiku.

"Hari ini kamu aneh sekali Az, kamu senyum-senyum terus deh perasaan" ujar Dazka sekali lagi. Aku hampir lupa jika Dazka duduk di sebelahku. Aku sekilas memberikan kode cincin di jari manisku. Tapi Dazka tak juga mengerti dan peduli jika itu cincin tunangan.

"Aku punya pacar" bukannya terkejut, Dazka malah tertawa terbahak-bahak. Tak percaya bahwa memang benar aku punya pacar.

"Anak kecil seperti kamu memang suka halu" jawabnya sembari berpindah tempat ke arah lain. Mengaku punya pacar saja Dazka tak percaya, bagaimana jika aku mengaku sudah bertunangan.

"Tapi aku serius punya pacar pak Dazka" dia mengangguk-angguk tapi mulutnya tak berhenti mengejekku. Karena dia sering melihatku mengagumi aktor korea mungkin dia mengira kali ini laki-laki yang ku maksud pacar itu aktor Korea.

"Lihat bocil kita katanya punya pacar, lucu sekali dia" Dazka malah mengundang tawa Reyhan dan Farel. Aku semakin geram. Mereka bertiga memang tidak pernah percaya aku bisa punya pacar.

"Bu, aku juga punya pacar namanya Bae Suzy" sahut Farel sambil tertawa. Mereka benar-benar mengira aku menghalu aktor Korea lagi.

Semua temanku memang seperti itu. Aku dianggap masih kecil dan tak bisa punya pacar. Padahal apa salahnya umur 24 tahun punya pacar? Usia itu bukan usia untuk disebut anak-anak bukan?.

Satu-satunya orang yang percaya aku sudah bertunangan hanya teman perempuanku, Kak Melin. Aku bercerita sekaligus meminta pendapat dia. Kak Melin selalu antusias dengan ceritaku. beberapa kali dia bilang ingin dijodohkan sepertiku, tapi aku selalu bimbang dan tidak yakin pada laki-laki itu.

"Dia sangat sabar ya kak menghadapi kakak" itu komentarnya saat aku bercerita bahwa di hari kedua kami berkenalan tapi aku sudah bertanya banyak hal termasuk hal krusial seperti pendapatan setiap bulan. Bagaimanapun aku wanita logis, menurutku aku wajib tau mengenai hal itu tidak peduli berapa lama kami mengenal, karena statusku calon istri dia, bukan pacar atau yang lainnya. belum lagi banyak kejadian rumah tangga hancur karena masalah uang, dan aku tidak mau termasuk salah satunya.

"kata dia apa kak? dia jawab apa?" kak melin terus penasaran dengan ceritaku.

"katanya dia akan berbisnis setelah menikah denganku, itu ga masuk akal kak. aku bukan perempuan yang mau menemani dia dari nol, aku maunya kita berjuang bersama. di sini aku berjuang untuk karirku, dan dia harusnya juga berjuang untuk karirnya, bukan menunggu kita menikah baru berbisnis. aku ga bisa" aku menyampaikan kegelisahanku.

"tapi kamu kan tidak akan menderita kak. dia punya rumah, punya pesantren yang menghasilkan uang, belum lagi katamu dia kadang-kadang ikut saudaranya berbisnis kayu kan kak? itu cukup untuk kamu kak" memang benar tidak seharusnya aku merisaukan keuangan. tapi aku ga suka dengan dalih dia memiliki pesantren lalu aku bisa berpangku tangan begitu saja. terlebih aku tidak ingin berkarir di pesantren. aku tersiksa dengan kata itu.

Rintik Yang Tak Sempat HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang