🌟08. Sebuah Foto yang Masih Ada

6 1 0
                                    

Haiii, Gengs👋
Di tempat kalian lagi hujan, nggak?
Btw, ramein dulu pakai emot ini💝
Happy reading, Gengs🤟
.
.
.
🎀✧⁠*(⁠◍⁠•⁠ᴗ⁠•⁠◍⁠)⁠✧⁠*🎀

08. Sebuah Foto yang Masih Ada

Tidak ada yang sia-sia dalam perjalanan kali ini. Berkunjung ke rumah lama untuk bernostalgia sejenak, menikmati makanan di sekitar Halte Dipatiukur dan kini berjalan di setiap sisi Kota Braga.

"Banu," panggil Asia, gadis itu baru saja menurunkan kamera ponselnya yang sejak tadi merekam kegiatan mereka.

Bandung yang berjalan di sampingnya menoleh.

"Aku baru ingat, kita pernah nggak sengaja ketemu di sini, beberapa hari sebelum perkenalan kita di Gedung Rektorat minggu lalu," kata Asia sembari menunjuk plang nama jalan bertuliskan Jalan Braga beserta huruf Sansekerta.

"Oh, ya? Jadi, kamu udah tau kalau aku Banu?" tanya Bandung dengan wajah terkejutnya.

Asia menggeleng. "Aku nggak ngenali kamu. Aku cuma nggak sengaja ngefoto kamu waktu berdiri di sini."

"SERIUS?" tanya Bandung sedikit tidak percaya. "Kok, aku nggak sadar, ya, pernah ketemu kamu."

"Kamu terlalu serius di foto sama temanmu."

"Masih ada hasil fotonya?"

"Udah enggak. Soalnya seingatku udah aku hapus waktu itu," ucap Asia yang langsung membuat wajah Bandung melemah. Padahal, detik sebelumnya dia sudah bersemangat ingin melihat hasil jepretan gadis itu.

"Seharusnya kamu simpan, Sya. Lumayan, kan, bisa dapat foto mukaku yang cakep ini secara cuma-cuma," ungkap Bandung disertai kekehan ringan.

"Kepedean banget, dah."

Keduanya kemudian tertawa sembari terus melangkahkan kakinya menyusuri Braga dengan gemerlap lampu di setiap sudut-sudut kotanya.

🎀•••🎀

"Makasih buat hari ini, Sya. Selamat istirahat dan semangat buat Minggu kedua kuliahnya."

"Sampai ketemu besok!" Bandung melambaikan tangannya, kemudian menjauh dari gerbang kos tempat tinggal Asia, berjalan menuju gang tempat tinggalnya.

"Hati-hati!" seru Asia. Hingga netranya tak lagi menangkap sosok Bandung, barulah dirinya masuk ke kosnya tersebut.

"Hayolo! Ngedate terus, Sya!" Baru saja akan membuka pintu kamar, kepala Nur sudah menyembul dari balik pintu kamarnya sendiri.

"Nggak ada yang ngedate, Nur."

"Nggik idi ying ngidit, nir. Hilih! Bohong dosa tauu!" Nur tidak mau kalah menggoda temannya itu.

"Nggak ada yang bohong, Nur," jawab Asia tidak mau kalah juga. Setelah pintu kamarnya terbuka, Asia langsung masuk dan mengunci pintu. Tidak membiarkan Nur menghalanginya lagi.

"Minimal oleh-oleh Mie Gacoannya, Sya. Ngedate nggak ingat teman, nih. Tega bener," kata Nur, masih terdengar meskipun pintu kamar Asia telah terkunci dengan rapat.

"Kemarin kamu udah makan itu mie yang level lima, Nur! Lagian, Bandung cuma sejam dari sini, besok-besok bisa ke sana lagi."

"Sa ae ngelesnya," balas Nur sebelum akhirnya masuk ke kamarnya kembali dan menutup pintu.

Bandung dan 130 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang