8

141 14 0
                                    

Ketika Sakura berani menolak permintaan Sasuke, sesuatu dalam dirinya tersulut. Amarah yang selama ini terpendam mendidih ke permukaan. Sasuke mendekat dengan cepat, dan sebelum Sakura sempat bereaksi, dia sudah berada di hadapannya. Dalam satu gerakan kasar, Sasuke menjambak rambut Sakura, menariknya dengan keras sehingga Sakura tersentak kesakitan.

"Kau pikir bisa menolak aku begitu saja?" suara Sasuke rendah, tapi penuh dengan kemarahan yang menekan. Matanya menyala dengan emosi yang tak terkendali, sementara genggaman tangannya semakin kuat di rambut Sakura.

Sakura merasa sakit luar biasa dari tarikan kasar itu, tapi lebih dari itu, hatinya terasa hancur. Dia mencoba melawan, meronta agar bisa melepaskan diri, tapi kekuatan Sasuke jauh lebih besar. Tubuhnya terhuyung ketika Sasuke memaksa dirinya untuk tunduk.

"Kau pikir aku butuh izinkanmu?!" teriak Sasuke, emosinya meledak. "Aku bisa mendapatkan apa yang kuinginkan, kapan pun aku mau!"

Sakura merasakan kepedihan yang luar biasa, baik secara fisik maupun mental. Air matanya mulai menggenang di mata, tetapi dia menolak untuk menunjukkan kelemahannya di depan Sasuke. Meskipun tubuhnya dipaksa tunduk, dalam hati dia menolak untuk hancur. Dia tahu bahwa ini bukan hanya tentang hubungan mereka yang rusak—ini adalah penghinaan total terhadap dirinya sebagai seorang manusia.

"Sasuke... lepas aku!" seru Sakura dengan suara yang bergetar, mencoba menahan tangis dan menahan diri untuk tidak sepenuhnya jatuh dalam keputusasaan.

Namun, amarah Sasuke terus memuncak. Dia semakin mendekat, mengunci Sakura dalam posisinya, memaksakan kekuasaannya atasnya. Sakura merasa takut, tapi juga marah—marah pada bagaimana hidupnya berubah menjadi neraka, dan marah pada pria yang pernah dia cintai yang kini berubah menjadi monster di depannya.

Di dalam hati, Sakura tahu bahwa ini adalah titik akhir. Sesuatu harus berubah, atau dia akan terus terjebak dalam penderitaan tanpa akhir.

Sakura merasakan kepanikan menjalar di seluruh tubuhnya. Dengan segenap kekuatan, dia berteriak, "Sasuke, berhenti! Tolong, hentikan ini!" Suaranya bergema di ruangan, memecah keheningan yang menakutkan.

Teriakannya menarik perhatian orang-orang di luar. Beberapa staf yang lewat mulai berbisik-bisik, penasaran dengan apa yang terjadi di dalam. "Apa itu suara Sakura?" salah satu dari mereka berbisik. "Sepertinya ada masalah di dalam."

Mendengar bisikan-bisikan itu, Sasuke merasa tertekan. Dia tahu bahwa jika orang-orang mengetahui apa yang terjadi, itu bisa merusak citranya sebagai idol. Dalam sekejap, ekspresi wajahnya berubah, dari kemarahan menjadi kegelisahan.

"Jangan!" teriak Sakura lagi, berusaha untuk mengalihkan perhatiannya. "Kau tidak bisa terus seperti ini! Ini bukan cara yang benar!"

Dia meronta, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Sasuke, tetapi dia tetap berusaha mengendalikan situasi. Suasana semakin tegang, dan Sakura tahu bahwa jika ini berlanjut, semuanya bisa berakhir dengan buruk—bagi mereka berdua.

Sasuke melepas genggamannya sedikit, namun matanya tetap tajam. "Kau tidak mengerti apa yang kau lakukan padaku," katanya, suaranya kini lebih rendah dan penuh kebingungan. "Aku hanya ingin kau patuh."

"Sasuke, ini bukan cinta!" jawab Sakura, air matanya mengalir. "Kau sedang menyakitiku! Jika kau mencintaiku, kau tidak akan memperlakukanku seperti ini."

Di luar, bisikan-bisikan semakin keras. "Kita harus melakukan sesuatu," seseorang berkata. "Tapi bagaimana jika kita mencampuri urusan mereka?"

Rasa cemas menyelimuti Sakura, tetapi dia tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk berjuang. Dia harus membela dirinya sendiri, meskipun itu berarti menghadapi konsekuensi dari tindakan Sasuke. "Tolong, lepaskan aku," katanya, suaranya lembut namun tegas. "Kita bisa bicarakan ini dengan baik, tetapi tidak seperti ini."

Mendengar kata-katanya, Sasuke terdiam. Dalam sekejap, dia merasakan pergolakan batin, antara amarah dan rasa cinta yang masih ada di dalam hatinya.

Sasuke, meskipun mendengar teriakan Sakura dan bisikan dari luar, tetap mempertahankan sikapnya. Dia tidak mau kalah dalam pertempuran emosional ini, dan amarahnya menguasai akal sehatnya. Melihat Sakura menutup dirinya dengan tangan, seolah mencoba melindungi diri dari serangan yang tidak terlihat, membuat hatinya bergetar—tapi bukan dalam cara yang benar.

Dalam keadaan genting itu, Sakura mencari sesuatu untuk membantunya. Matanya tertuju pada kain panjang yang tergeletak di sudut ruangan. Dengan cepat, dia meraihnya dan menggunakannya sebagai perisai, membungkus tubuhnya, berusaha menutupi diri dari tatapan dan cengkeraman Sasuke.

"Jangan terus lakukan ini!" serunya, suaranya penuh keputusasaan. "Aku tidak akan membiarkanmu mengendalikan diriku lebih lama lagi!"

Sasuke melihat Sakura mengambil kain itu dan merasa marah, tetapi juga bingung. "Kau tidak bisa hanya berpura-pura seolah ini tidak terjadi, Sakura!" Dia melangkah maju, tetapi Sakura berdiri lebih tegak, bersikeras untuk tidak mundur.

"Ini bukan cinta, Sasuke! Ini adalah kekerasan!" katanya, suaranya menggema di ruangan. "Aku berhak untuk merasa aman, dan kau tidak punya hak untuk memperlakukanku seperti ini."

Dalam momen itu, beberapa orang di luar mulai mendekat, mendengar suara keributan. Salah satu staf mengetuk pintu dengan cepat, "Sasuke! Apakah semuanya baik-baik saja di dalam?"

Suara ketukan itu membuat Sasuke tersentak. Dia tahu bahwa perhatian publik akan segera tertuju padanya jika ini terus berlanjut. Di satu sisi, dia merasa terjebak; di sisi lain, ada sedikit rasa malu yang muncul.

Melihat keraguan di wajah Sasuke, Sakura memanfaatkan momen itu. "Kau harus menghentikannya, Sasuke. Jika kau benar-benar peduli padaku, berhentilah," katanya dengan lembut, meskipun rasa sakit masih menyelimuti hatinya.

Dia berharap kata-katanya dapat menyentuh sisi lembut di dalam diri Sasuke, meskipun dia tahu bahwa dia harus siap untuk segala kemungkinan.

Tiba-tiba, pintu terbuka, dan Itachi muncul. Ketika dia melihat Sakura dalam keadaan berantakan, tubuhnya terbalut kain panjang dan wajahnya tampak penuh kecemasan, ekspresi tenang Itachi berubah menjadi serius. "Sakura!" serunya, langsung menghampiri.

Melihat kedatangan kakaknya, Sasuke merasa terancam. Dia segera merelakan genggaman tangannya pada Sakura, tetapi matanya tetap menunjukkan kemarahan. "Apa yang kau lakukan di sini, Itachi?" tanyanya, suaranya dingin dan penuh tantangan.

Itachi mengabaikan Sasuke, fokus pada Sakura yang tampak ketakutan. "Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?" Dia berusaha mendekati Sakura, melihat betapa terguncangnya wanita yang pernah ia anggap seperti adiknya sendiri.

Sakura menatap Itachi dengan rasa syukur dan harapan. "Itachi... aku... aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskan ini. Sasuke—"

"Itu tidak ada urusannya denganmu!" potong Sasuke, melangkah maju dan berdiri di antara mereka. "Ini adalah masalah pribadi!"

"Itu bukan masalah pribadi ketika kau melukai orang lain, Sasuke!" balas Itachi, suaranya tegas. "Kau harus berhenti melakukan ini. Sakura tidak pantas diperlakukan seperti itu."

Sakura merasa sedikit tenang mendengar pembelaan dari Itachi, tetapi rasa sakit dan ketakutan masih menghantuinya. "Sasuke, tolong, ini sudah cukup. Kita bisa bicarakan semuanya, tapi tidak seperti ini," katanya, suaranya bergetar.

Sasuke tampak tertekan oleh tekanan yang datang dari dua arah. Dia merasakan ada sesuatu yang mulai runtuh di dalam dirinya, tetapi amarahnya masih menguasai. "Aku tidak butuh nasihat dari siapa pun!" teriaknya, tetapi suaranya mulai terdengar ragu.

Melihat situasi ini, Itachi mendekatkan diri lagi. "Sasuke, ingat siapa dirimu. Ingat apa yang kau inginkan dalam hidup ini. Ini bukanlah cara yang benar untuk mendapatkan apa pun."

Sakura, mendengar kata-kata Itachi, merasa sedikit harapan muncul di hatinya. Dia tahu bahwa mungkin ada harapan untuk perubahan, tetapi itu semua tergantung pada Sasuke. Saat ketegangan di antara mereka semakin meningkat, Sakura berdoa agar Sasuke akhirnya bisa menyadari kesalahannya.

- T B C

MY HUSBAN DEVIL - 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang