11

124 12 2
                                    

Setelah percakapan yang tegang dengan Sasuke, Itachi memutuskan untuk segera berpamitan. Dia mendekati ibunya, Mikoto, yang masih berada di ruang tamu. Tatapannya lembut, meskipun ada sedikit rasa lelah yang terpancar dari wajahnya.

“Ibu, aku akan pulang ke rumah Ayah,” kata Itachi, suaranya penuh hormat seperti biasanya. “Aku sudah bicara dengan Sasuke. Kuharap dia bisa mengerti dan mempertimbangkan tindakannya ke depan.”

Mikoto menatap putra sulungnya dengan campuran kekhawatiran dan kelegaan. "Terima kasih, Itachi. Aku tahu kau selalu berusaha untuk membantu adikmu, meskipun ini bukan tanggung jawabmu."

Itachi mengangguk, memahami perasaan ibunya. "Aku hanya ingin yang terbaik untuk Sasuke dan keluarga ini. Namun, pada akhirnya, keputusan ada di tangannya."

Mikoto menghela napas, lalu menyentuh lengan Itachi dengan lembut. "Jaga dirimu baik-baik, Nak. Dan... terima kasih telah ada untuk Sakura. Aku tahu dia menghargai kehadiranmu."

Itachi tersenyum kecil, meskipun matanya menunjukkan kesedihan yang dalam. "Aku hanya melakukan apa yang bisa aku lakukan, Ibu. Sakura butuh dukungan, dan aku tidak bisa membiarkannya sendirian dalam situasi ini."

Setelah itu, Itachi berpamitan dengan Sakura yang berada tidak jauh dari mereka. "Sakura, aku akan kembali ke rumah Ayah. Jika kau butuh sesuatu, jangan ragu untuk menghubungiku," ucap Itachi dengan nada penuh perhatian.

Sakura mengangguk pelan, masih merasa canggung setelah apa yang terjadi, tetapi ada kelegaan di matanya. "Terima kasih, Itachi," jawabnya lirih.

Dengan itu, Itachi meninggalkan rumah Uchiha, berjalan keluar dengan langkah yang tenang, kembali ke rumah Fugaku, di mana dia tinggal setelah perceraian yang terjadi sebelumnya. Meskipun dia telah berusaha memperbaiki keadaan, dia tahu bahwa keputusan akhirnya ada di tangan Sasuke dan Sakura.

Sakura merasa berat saat melangkah masuk ke dalam kamar, dan begitu melihat Sasuke, hatinya seketika menciut. Wajah Sasuke tampak tegang, penuh kemarahan yang jelas terlihat di matanya. Ada ketegangan di udara yang membuat Sakura langsung waspada.

"Sakura," kata Sasuke dengan suara rendah tapi penuh ancaman, "kunci pintunya."

Sakura terdiam sejenak, tubuhnya kaku mendengar perintah itu. Ia bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres, namun tanpa banyak pilihan, ia perlahan berjalan ke arah pintu dan menutupnya rapat-rapat, mengunci seperti yang diminta Sasuke. Suara klik kunci terdengar jelas di tengah keheningan ruangan, dan detak jantungnya mulai berdetak lebih cepat.

"Ada apa, Sasuke?" tanya Sakura, mencoba tetap tenang meskipun hatinya penuh kecemasan.

Sasuke mendekat dengan langkah lambat, matanya tak pernah lepas dari Sakura. "Aku sudah cukup dengan semua ini, Sakura," katanya dingin. "Kau dan Itachi, Ayah, bahkan Ibu... kalian semua membuatku seperti ini."

Sakura menelan ludah, takut dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. "Apa yang kau maksud?" tanyanya perlahan, mencoba mengerti apa yang memicu kemarahan Sasuke kali ini.

Sasuke berhenti tepat di depan Sakura, wajahnya semakin tegang. "Kau pikir aku akan terus diam saja melihat semua ini terjadi? Kau bahkan bicara dengan Itachi, seolah aku tidak ada di sini!" ujar Sasuke dengan nada yang semakin tinggi.

Sakura mundur selangkah, merasa terpojok, tetapi dia tahu bahwa menghadapi Sasuke yang marah bukanlah hal yang mudah. "Aku tidak bermaksud seperti itu, Sasuke. Aku hanya ingin semuanya menjadi lebih baik. Aku tidak ingin kita terus seperti ini."

Namun, kata-kata Sakura seolah hanya memperburuk suasana. Sasuke menatapnya tajam, seolah-olah setiap kalimat yang keluar dari mulut Sakura hanya menambah kemarahannya.

Sasuke, dalam amarahnya yang tak terkendali, tiba-tiba mendorong Sakura dengan kasar. Sakura kehilangan keseimbangan dan jatuh keras ke lantai, merasakan sakit menjalar di tubuhnya. Sebelum dia sempat bereaksi, Sasuke sudah berada di atasnya, menahannya dengan kuat sehingga dia tak berdaya untuk bergerak.

Sakura terengah-engah, matanya melebar ketakutan saat dia menatap Sasuke di atasnya. Dia mencoba meronta, tetapi genggaman Sasuke terlalu kuat. "Sasuke... hentikan!" serunya, suaranya dipenuhi kepanikan dan rasa sakit. Tubuhnya gemetar, merasakan tekanan dari Sasuke yang tidak seperti biasanya.

Namun, Sasuke tak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Wajahnya penuh dengan kemarahan, seolah-olah dia tak bisa lagi mengenali Sakura sebagai istrinya. Di matanya, hanya ada rasa frustrasi dan kebencian yang selama ini dipendam.

Sakura mencoba menutupi dirinya dengan tangan, tetapi dia merasa semakin terperangkap. Tangis mulai memenuhi matanya, tubuhnya gemetar di bawah tekanan yang dia hadapi. "Sasuke... kumohon," ucapnya lagi, kali ini lebih pelan, suaranya penuh putus asa.

Tapi Sasuke tidak mengendurkan cengkeramannya. Dalam amarah yang membara, dia seakan kehilangan kendali penuh atas dirinya sendiri.

Pria gila itu memperkosa Sakura dengan penuh emosi dan merusak istrinya dengan caranya sendiri.

...

Keesokan paginya, Sakura terbangun dengan perasaan tubuhnya terasa lemah dan berat. Dia masih bisa merasakan sisa-sisa kelelahan dan sakit yang menjalar dari peristiwa malam sebelumnya. Perlahan, dia menarik selimut lebih erat di sekeliling tubuhnya, seolah mencoba melindungi dirinya dari kenyataan yang baru saja terjadi.

Matanya melirik ke sisi tempat tidur. Sasuke sudah tidak ada di sana. Tidak ada jejak kehadirannya—hanya keheningan yang dingin memenuhi ruangan. Sakura menghela napas dalam, mencoba menenangkan hatinya yang masih dipenuhi rasa sakit dan kebingungan.

Dia merasa terisolasi dan bingung. Tubuhnya masih terasa sakit, baik fisik maupun mental. Dengan hati-hati, dia duduk di tepi tempat tidur, menatap kosong ke arah pintu kamar yang tertutup. Pikirannya berkecamuk, mencoba memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam hubungan mereka.

Sakura tahu bahwa pernikahannya dengan Sasuke tidak pernah mudah, tapi malam itu terasa seperti puncak dari segala ketegangan yang selama ini terpendam. Air matanya mulai menggenang di sudut matanya, namun dia menahannya, tidak ingin membiarkan dirinya larut dalam kesedihan terlalu lama.

Meskipun Sasuke tidak ada di sana, rasa takut dan ketidakpastian tetap menyelimutinya. Dia tahu bahwa dia harus memikirkan langkah apa yang akan dia ambil selanjutnya. Terus bertahan atau menghadapi kenyataan bahwa hubungan mereka semakin berantakan?

Dengan napas berat, Sakura bangkit dari tempat tidur, menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya. Hari itu mungkin akan panjang, dan dia perlu kekuatan untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi selanjutnya.

Pagi itu, setelah berusaha mengumpulkan kekuatan untuk bangun dari tempat tidur, Sakura melangkah keluar kamar. Di ruang tengah, dia bertemu dengan Mikoto, ibu mertuanya, yang sedang menyiapkan sarapan. Mikoto menatapnya dengan penuh perhatian, seolah-olah dia bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

“Sakura, apa yang terjadi semalam dengan Sasuke?” tanya Mikoto dengan nada lembut namun penuh kekhawatiran. “Dia pergi pagi-pagi sekali tanpa mengatakan apa-apa. Wajahnya tampak marah.”

Sakura sejenak terdiam, menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan kegelisahan yang terpancar di matanya. Dia tahu Mikoto peduli padanya, tapi perasaan takut dan malu membuatnya sulit untuk jujur. Sakit fisik dan emosional yang dialaminya masih terlalu segar.

“Tidak ada apa-apa, Ibu,” jawab Sakura dengan suara yang berusaha terdengar tenang, meski hatinya bergejolak. "Mungkin dia hanya lelah dengan semua pekerjaan dan tekanan yang dia hadapi. Kami... kami baik-baik saja."

Mikoto mengerutkan alisnya, jelas merasakan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh menantunya. Namun, dia tidak ingin memaksa Sakura untuk bicara jika dia belum siap. "Jika ada sesuatu yang perlu kau bicarakan, Sakura, aku selalu ada di sini untukmu," kata Mikoto lembut, menempatkan tangannya di pundak Sakura.

Sakura hanya mengangguk pelan, mencoba tersenyum meski rasa sakitnya belum hilang. "Terima kasih, Ibu. Saya baik-baik saja."

Di dalam hatinya, Sakura merasa terjebak antara ingin menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dan rasa takut akan konsekuensi dari kejujurannya. Untuk saat ini, dia memilih untuk diam, berharap bahwa dia akan menemukan kekuatan dan cara yang tepat untuk menghadapinya.

MY HUSBAN DEVIL - 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang