Setelah skandal Hyun-Seok pecah, dunia hiburan Korea berguncang hebat. Nama Hyun-Seok yang dulu disegani sebagai idol senior dan panutan bagi banyak idol junior kini menjadi simbol kehancuran moral di balik gemerlapnya dunia Kpop. Berita mengenai pelecehan seksual, kekerasan fisik, dan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh Hyun-Seok tidak hanya mengguncang industri, tapi juga menimbulkan pertanyaan besar tentang budaya hierarki dan senioritas yang selama ini ditoleransi.
Para fans yang dulu memuja Hyun-Seok kini berubah menjadi massa yang marah, mengecamnya dengan kata-kata kasar di media sosial, menuntut hukuman yang seberat-beratnya. Bahkan agensi tempat Hyun-Seok bernaung, StarLine Entertainment, terpaksa merilis permintaan maaf publik dan mengumumkan bahwa mereka akan bekerja sama dengan polisi untuk membantu penyelidikan. Bagi sebagian besar orang, ini adalah akhir dari karier panjang Hyun-Seok. Namun bagi Ramielle, kehancuran ini adalah sebuah kemenangan pribadi yang ia ciptakan dengan rencana matang.
Minseo, setelah beberapa minggu beristirahat untuk memulihkan fisik dan mentalnya, akhirnya kembali ke dunia hiburan. Meski ia sempat terpuruk dan merasa takut untuk kembali ke publik, dukungan yang ia terima dari fans dan masyarakat sangat membantu proses pemulihannya. Ketika Minseo akhirnya muncul bersama grupnya dalam sebuah acara musik, publik menyambutnya dengan penuh simpati. Netizen menuliskan dukungan untuknya, memujinya sebagai korban yang berani berbicara dan melawan, sesuatu yang jarang terjadi di dunia hiburan Korea.
Setelah acara berakhir, Minseo merasa perlu bertemu dengan Ramielle lagi. Ada rasa syukur yang membuncah di hatinya, meskipun ia tahu bahwa Ramielle mungkin tidak peduli. Minseo merasa bahwa tanpa dorongan Ramielle, mungkin ia tidak akan pernah bisa melawan dan membebaskan dirinya dari bayang-bayang Hyun-Seok.
Setelah acara itu, Minseo menemukan waktu untuk menemui Ramielle di ruang tunggu yang tenang. Ramielle sedang duduk santai di sofa, menatap layar ponselnya dengan ekspresi dingin, tampak tidak terganggu oleh hiruk-pikuk di sekitarnya. Ketika Minseo masuk, Ramielle hanya melirik sekilas, lalu kembali fokus pada ponselnya.
"Ramielle," panggil Minseo dengan suara lembut. "Aku cuma pengen bilang... terima kasih. Kalau bukan karena kamu, aku mungkin nggak akan pernah bisa keluar dari kegelapan itu."
Ramielle mendongak, memandang Minseo dengan ekspresi netral. "Gue nggak lakuin itu buat lo."
Minseo terdiam sejenak, merasa bingung dengan respons dingin itu. "Aku tahu... tapi tetap saja, kamu yang mendorong aku untuk melawan. Sekarang aku bisa merasa bebas."
Ramielle tersenyum sinis, lalu menyimpan ponselnya dan bangkit berdiri. "Gue nggak peduli, gue cuma peduli Hyun-Seok jatuh."
Minseo menelan ludah, 'Ramielle memang dingin,' pikirnya. Tapi di balik sikap dingin itu, ada kekuatan yang tidak bisa dipungkiri. Meskipun ia tidak mendapat simpati yang ia harapkan, Minseo tahu bahwa tanpa Ramielle, ia mungkin tidak akan pernah memiliki kekuatan untuk melawan.
"Baiklah," ujar Minseo akhirnya, tersenyum lemah. "Tapi aku tetap berterima kasih."
Tanpa berkata apa-apa lagi, Minseo berbalik dan pergi, meninggalkan Ramielle sendirian. Ramielle hanya menatap punggung Minseo yang semakin menjauh.
Bagi kebanyakan orang, melihat Hyun-Seok jatuh dan dijebloskan ke penjara adalah cukup. Tetapi bagi Ramielle, kepuasannya belum sempurna. Ia ingin lebih. Ia ingin melihat langsung wajah Hyun-Seok saat pria itu benar-benar tahu bahwa karier, kehidupan, dan reputasinya hancur. Baginya, itu adalah klimaks dari semua rencana yang ia buat.
Ramielle memutuskan untuk mengunjungi lapas tempat Hyun-Seok ditahan. Dengan sikap yang santai dan penuh percaya diri, ia melangkah masuk ke dalam penjara, membawa satu kotak makanan mewah, sesuatu yang tidak mungkin dinikmati Hyun-Seok di dalam jeruji besi.
Saat Hyun-Seok muncul di balik jeruji, mengenakan seragam tahanan, tubuhnya tampak lebih kurus dan lusuh dibandingkan terakhir kali Ramielle melihatnya. Matanya sayu, penuh dengan kebencian dan keputusasaan. Namun, begitu ia melihat siapa yang datang mengunjunginya, matanya langsung menyala, bukan karena senang, tapi karena kemarahan yang tertahan.
Ramielle tersenyum tipis, lalu mendekati jeruji dengan langkah anggun, mengangkat kotak makanan yang dibawanya. "Hei, Lama nggak ketemu. Gue bawain lo makanan enak. Pasti lo kangen sama makanan kayak gini, kan?"
Hyun-Seok hanya menatapnya, tidak mengatakan apa-apa. Napasnya berat, jelas sekali bahwa ia berusaha keras untuk menahan diri agar tidak meledak. Ramielle, dengan penuh kesadaran, menempatkan makanan itu di meja kecil di dekat jeruji, lalu menatap Hyun-Seok dengan tatapan merendahkan.
"Lucu, ya," kata Ramielle dengan nada sarkastik, memiringkan kepalanya sedikit. "Dunia ini butuh orang-orang yang tahu cara bermain, bukan yang asal hantam sana-sini." Ujarnya sembari tersenyum penuh ejekan. Ia mengucapkan kalimat persis yang pernah diucapkan Hyun-Seok padanya.
Hyun-Seok tidak tahan lagi. "Sialan kamu!" teriaknya sambil memukul jeruji dengan tangannya, wajahnya merah padam.
Ramielle tertawa kecil, suara tawanya penuh dengan kesombongan dan kemenangan. "Gue lakuin ini bukan cuma karena gue bisa, tapi karena lo layak dapetin itu."
Hyun-Seok menggertakkan giginya, napasnya terengah-engah. "Lo nggak lebih baik dari gue."
Ramielle hanya tersenyum. "Bedanya, gue menang."
Setelah puas mengejek dan menghinanya, Ramielle berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Hyun-Seok sendirian di balik jeruji, tenggelam dalam kehancuran yang ia buat sendiri.
Setelah kehancuran Hyun-Seok, karier Ramielle semakin bersinar. Kesuksesan album comeback-nya, Inferno, terus melejit di tangga lagu. Berkat suaranya yang luar biasa dan kepribadiannya yang unik, Ramielle berhasil menembus pasar internasional. Lagu-lagunya tidak hanya mendominasi Korea, tetapi juga masuk dalam daftar Billboard Hot 100.
Selain itu, para penggemar semakin mencintai sosok Ramielle yang apa adanya, dingin, sarkastik, dan tidak peduli pada aturan industri. Ramie-Nation, fanbase setianya, semakin besar dan kuat, mereka memuja Ramielle karena kejujurannya dan kekuatannya untuk melawan sistem. Bagi para penggemar, Ramielle adalah simbol dari perlawanan terhadap budaya senioritas dan tekanan industri.
Namun, di balik kesuksesannya, ada orang-orang yang diam-diam khawatir tentang arah yang diambil Ramielle. Seo-Jun, manajernya, semakin waspada terhadap sifat Ramielle yang semakin dingin dan licik. Ia tahu bahwa kemenangan besar yang diraih Ramielle saat ini adalah hasil dari kecerdikan dan kelicikannya, tetapi ia juga tahu bahwa cara-cara seperti ini bisa mendatangkan musuh baru.
"Rami," panggil Seo-Jun dengan nada serius. "Aku tahu kamu puas dengan apa yang terjadi sama Hyun-Seok. Tapi kamu harus hati-hati. Dunia hiburan ini penuh dengan orang-orang yang lebih licik dari kamu. Kalau kamu terus-terusan nginjak orang lain, suatu hari mungkin ada yang bakal balas kamu."
Ramielle hanya tertawa kecil mendengar peringatan itu. "Balas gue? Gue nggak takut."
"Tapi ini nggak bakal selamanya berjalan sesuai keinginanmu," Seo-Jun melanjutkan, jelas khawatir. "Kamu harus lebih hati-hati."
Ramielle mengangkat bahu dengan sikap acuh tak acuh. "Tenang aja, gue selalu punya rencana. Dan kalaupun ada yang coba jatuhin gue, gue siap buat ngelawan balik."
Di sisi lain, Mr. Kang, CEO FOCUS Entertainment, melihat kesuksesan Ramielle dengan rasa bangga, tetapi juga dengan kewaspadaan. Ia tahu bahwa bintang seperti Ramielle bisa membawa agensinya ke puncak kesuksesan, tetapi juga bisa membawa masalah jika tidak dikendalikan. Meski begitu, ia membiarkan Ramielle bergerak dengan bebas, mengakui bahwa artis seperti Ramielle sulit ditemukan dan bahkan lebih sulit lagi dikendalikan.
Dengan karier yang terus melambung dan kepercayaan diri yang semakin tinggi, Ramielle merasa tak terkalahkan. Dunia hiburan mungkin penuh dengan orang-orang licik dan berbahaya, tapi bagi Ramielle, dia adalah yang paling berbahaya di antara mereka semua.
🦋 To be continued 🦋
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain in Vogue
FanfictionRamielle Kim, soloist Kpop generasi kelima, punya suara sekelas diva dunia dan sikap yang sama tajamnya. Di tengah hiruk-pikuk senioritas dan norma industri, dia memilih jalan lain: "Gue nggak peduli sama aturan mereka, selama gue dapet yang gue mau...