Bagaimana caranya tetap bersikap biasa saja, ketika ada cinta yang bergelora dan meletup-letup di dalam dada?
Ada satu hal penting yang belum Irish bahas dengan Caraka selama liburan long weekend maupun pertemuan lepas kangen di rumah Irish itu. Mungkin karena lupa, mungkin juga karena terlarut dalam euforia baru jadian. Maklum, sudah hampir tiga tahun Irish menjomlo. Kembali punya pacar membuat jiwa noraknya muncul ke permukaan.
Hal yang terlewatkan itu adalah, keputusan apakah mereka akan menunjukkan hubungan ini kepada orang-orang kantor atau justru merahasiakannya?
Tentu saja hal itu sangat penting, karena kalau saja nggak luput dibicarakan dan disepakati, Irish nggak akan terjebak dalam momen berbahaya ini.
Senin pagi Irish berangkat ke kantor bersama Caraka. Pria itu sudah nongkrong di rumah Irish pagi-lagi dan menawarkan tebengan ke kantor. Irish sih senang-senang saja dijemput, karena kebetulan sneakers-nya ketinggalan di kantor hari Kamis kemarin. Naik motor dengan pantovel berhak tinggi tentu bukan pilihan yang paling nyaman.
Perjalanan menuju kantor berjalan lancar dan normal. Setibanya di parkiran, barang bawaan Irish lumayan rempong—tas jinjing, tas laptop, dan juga tas bekal—sehingga Caraka menawarkan diri untuk membawakan tas bekal Irish yang disiapkan oleh papanya. Meski sudah dibantu pun ternyata kesialan Irish belum sirna. Dari arah parkiran basement gedung, ada lift yang langsung bisa langsung diakses. Namun, untuk mencapai ambang lift ada beberapa anak tangga yang harus dinaiki. Karena Irish terlalu bersemangat cerita tentang Betmen yang semalaman diapeli oleh kucing betina–kemungkinan besar salah satu pacar Betmen sebelum dia disteril–dia jadi kurang fokus memerhatikan jalan dan nyaris saja terjungkal kalau Caraka nggak buru-buru memeganginya.
"Sini tas laptopnya aku bawain," tawar Caraka.
"Nggak usah." Irish menggeleng. "Ini sih kesandungnya bukan karena kebanyakan barang bawaan, tapi karena aku nggak fokus aja."
"Hati-hati kalau gitu."
Meski sudah berlalu, ternyata Caraka nggak melepaskan tangan Irish. Pria itu tetap menggandeng tangannya saat laanjut menaiki tangga, dan membuat Irish nyengir malu-malu karenanya.
"Isinya apa aja sih?" tanya Caraka sambil menimang bekal Irish di tangan kanannya. "Berat."
Keduanya sedang menunggu lift yang masih berada di lantai sepuluh.
"Oh itu ada termosnya. Aku bawa es kopi. Bang Eros tuh baru beli alat pembuat kopi. Lihat nggak kemarin yang di dekat kulkas? Terus dia lagi eksperimen bikin es kopi susu gula aren gitu. Ya udah aku suruh bikinin aja buat kubawa ke kantor. Lumayan kan ngurangin bujet jajan ke coffee shop. Enak, lho. Mau aku bawain besok?" tawar Irish.
"Ngerepotin nggak?"
"Enggak. Santai aja, Kak. Asal nggak lagi deadline, Bang Eros tuh baik hati dan seneng direpotin, kok."
Irish baru saja hendak bercerita tentang passion Bang Eros di dunia kuliner ketika ada suara familier memanggilnya. Ketika menoleh, dilihatnya Kinan dan Agastya berjalan cepat dari arah basement.
"Tungguin!" seru Kinan.
Irish tertawa kecil. "Oke, oke. Santai aja, jangan lari-lari. Awas jatuh lho!" Kepada Caraka, Irish berbisik, "Agas sering nyalain aplikasi taksi online sekalian jalan ke kantor. Nyari penumpang yang searah gitu. Kadang Desi atau Kinan yang nyangkut."
Caraka ber-oh panjang. Dan saat itu, ketika Kinan dan Agas menaiki tangga, Irish menyadari satu hal: dia masih gandengan dengan Caraka. Panik, Irish buru-buru melepas tangannya. Caraka menatapnya dengan alis terangkat, dan Irish menggeleng samar.
KAMU SEDANG MEMBACA
DRUNK DIALING
ChickLitDRUNK DIAL verb past tense: drunk dialed; past participle: drunk dialed: make a phone call to (someone) while drunk, typically one that is embarrassing or foolish. "the temptation to drunk dial an ex" Irish menyalakan ponselnya dengan sedikit gemeta...