CHAPTER 41

252 17 2
                                    


Mau sekuat apapun badai yang akan menghantam. Selama masih ada cinta maka semuanya pasti akan baik baik saja.


-Azzalea Syafa Lorenza


°°°



Bilal mengajak Lea kerumah sakit untuk bertemu dengan Bunda. Bilal berfikir, tidak ada salahnya mengenalkan Lea dengan Bunda karena bagaimana pun juga Lea adalah istrinya.

Sepanjang perjalanan, bibir mungil Lea tidak henti hentinya tersenyum. Ia sangat bersemangat dan sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Bunda. Ia sangat penasaran seperti apa sosok Bunda. Apakah wataknya sama seperti Hanna atau justru berbanding terbalik?

Tapi, setelah sampai di rumah sakit. Senyum yang tadinya mengembang kini langsung tertutup. Kedua tangannya langsung bertemu dan saling menggenggam dengan erat. Lea juga sangat kesulitan mengontrol detak jantungnya karena terlalu gugup.

Langkah kakinya semakin berat diikuti keringat dingin yang terus mengucur deras di sekujur tubuhnya. Ia sangat takut kalau Bunda tidak menyukai dirinya.

Bilal yang menyadari hal itu langsung menghentikan langkah Lea. Ia menatap wajah Lea sambil menggenggam erat kedua tangannya. "Nggak usah takut. Mas yakin, Bunda pasti suka sama kamu!"

Sambil menarik nafas panjangnya. Lea langsung menganggukkan kepalanya dengan pelan. Bibir mungilnya juga ikut tersenyum karena merasa sedikit tenang.

Bilal juga langsung membuka pelan pintu ruangan dan berjalan mendekati Bunda. "Assalamualaikum, Bunda!"

"Wa'alaikumussalam warahmatullah!" Jawab Bunda yang masih berbaring di atas kasur.

Dengan langkah yang masih berat. Lea berjalan mengikuti Bilal dan sedikit menunduk karena menahan gugup.

Bunda menatap wajah Lea dengan cukup lama. Ia melirik sedikit ke arah Bilal seakan bertanya.

"Ini Lea, Bunda!" Ucap Bilal sambil tersenyum manis.

"Maa Syaa Allah! Ternyata aslinya jauh lebih cantik." Sambung Bunda sambil tersenyum manis.

"Makasih Bunda!" Jawab Lea dengan senyum manisnya.

"Bunda seneng, sayang! Akhirnya Bunda bisa ketemu sama kamu." Ucap Bunda.

"Lea juga seneng banget, Bunda!" Jawab Lea.

Hanna yang dari tadi berdiri berhadapan dengan mereka hanya terdiam layaknya patung. Sebenarnya ia belum bisa mengikhlaskan semuanya. Sambil menatap tajam, batinnya tidak henti hentinya bergumam. "Kenapa harus ngajak perempuan ini sih?"

Lea ikut menatap tajam wajah Hanna. Lea juga bisa merasakan kalau Hanna tidak menyukai kehadirannya.

"Oh iya? Keadaan Bunda sekarang gimana? Udah lebih mendingan kan? Apa masih ada yang sakit?" Tanya Bilal karena ingin memecah keheningan.

"Alhamdulillah, Bunda udah mendingan!" Jawab Bunda.

"Alhamdulillah!" Sambung Bilal.

"Bunda. Hanna kedepan dulu, mau ngurus administrasi sama ngambil obat." Ucap Hanna menyela obrolan mereka.

"Iya, nak!" Jawab Bunda.

"Lal. Titip Bunda bentar." Sambung Hanna.

"Iya!" Jawab Bilal.

Hanna langsung bergegas berjalan keluar dan menutup pintunya. Tapi, langkah kakinya langsung terhenti, ia membalik badannya dan mulai mengintip dari celah pintu. Dadanya semakin tersesak, air matanya semakin melaju dengan cepat. Sambil menatap tajam, kedua tangannya juga ikut mengepal dengan erat karena sudah tersulut emosi. "Kamu jahat, Lal."

Senyum sumringah dari bibir mungil Lea langsung terhenti karena melihat Hanna. Tapi, ia berpura pura tidak mengetahui hal itu dan tetap bersikap seperti biasa. "Aku mau ke toilet bentar ya, Mas!"

"Mas temenin ya, sayang?" Ucap Bilal dengan spontan.

Kedua bola mata Lea langsung berpaling melihat Bunda yang sudah tersenyum geli. Ia juga ikut malu mendengar ucapan Bilal.

Lea menatap tajam wajah Bilal serta tangannya juga refleks memukul tubuh Bilal. "Apa sih Mas! Malu sama Bunda."

"Kok malu sih?" Tanya Bilal yang nampak bingung.

Bunda tidak henti hentinya tersenyum sambil menatap mereka berdua.

"Jangan didengarin ya Bunda. Mas Bilal emang suka bercanda." Ucap Lea yang sedikit malu.

"Orang Mas serius." Jawab Bilal.

"Ih, Mas Bilal." Rengek Lea.

Bilal langsung tertawa melihat wajah Lea. Ia sangat senang menjahili Lea dan membuatnya tertawa. "Bercanda, sayang!"

"Dadah, Bunda!" Lanjut Lea sambil bergegas keluar.

"Maa syaa Allah. Istri kamu lucu banget, nak!" Ucap Bunda.

"Iyalah, Bunda! Makanya Bilal bisa jatuh cinta." Jawab Bilal sambil tersenyum sumringah.

Di sisi lain.

Setelah keluar dari dalam kamar. Kedua bola mata Lea terus saja berputar dari objek satu ke objek lainnya. Tapi, dengan cepat pandangannya langsung terhenti karena melihat bayangan dari sudut kanan kamar. Ia bergegas mendekati bayangan itu. "Eheeem."

"Nggak usah sembunyi. Gue udah tahu." Lanjut Lea.

Nafas Hanna langsung berdetak sangat kencang karena gugup. Dengan menarik nafas panjangnya, Hanna tetap bersikap tenang sambil berusaha tersenyum dihadapan Lea.

"Ngapain lo disini?" Tegas Lea.

"Nggak papa."

Lea langsung mendekati Hanna sambil menatap tajam. "Lo suka sama Mas Bilal?"

Hanna langsung memalingkan wajahnya dari tatapan Lea karena merasa sangat gugup. "Kenapa nanya kayak gitu?"

"Iya atau nggak?"

"Nggak."

"Sejauh apa hubungan lo sama Mas Bilal?"

"Teman biasa."

"Mungkin lo bisa nipu semua orang. Tapi, lo nggak akan pernah bisa nipu gue. Gue tahu kalau lo itu suka sama Mas Bilal.,"

"Nggak usah sok tahu."

"Tinggal jawab iya aja susah banget."

Hanna sedikit tertantang dan balik menatap Lea. "Kalau iya. Emang kenapa?"

"Sekarang Mas Bilal itu udah jadi suami gue dan gue harap lo bisa menempatkan posisi."

"Kenapa? Kamu takut Bilal bakal ke goda?"

"Nggak juga. Justru gue kasihan sama lo karena terlalu berharap dengan sesuatu yang nggak akan pernah terjadi."

"Kita lihat aja nanti."

Lea langsung tersenyum sambil mengangkat bibir kanan atasnya. "Nggak malu?"

"Setahu gue. Perempuan yang punya harga diri nggak akan pernah merebut laki laki yang jelas jelas sudah punya istri." Lanjut Lea.

Hanna langsung terdiam dan tidak mengeluarkan sepatah katapun.

"Itupun kalau lo masih punya harga diri?"

Hanna semakin terdiam dan tidak berkutik sedikitpun.  Bibirnya bergetar dengan hebat dan kedua bola matanya ikut memerah karena menahan amarah.

Sambil tersenyum, Lea langsung bergegas pergi meninggalkan Hanna sendirian. Ia kembali masuk ke dalam ruangan untuk menemui Bilal dan juga Bunda.

Hanna mengangkat kembali kepalanya dan terus menatap Lea sampai hilang dari pandangannya. "Kamu harus membayar semua ini, Lea."








•••

Bersambung!

Lanjut lagi ke part selanjutnya ya!

Jangan lupa vote dan comment.

Terima kasih

Love you🤍



Lentara Untuk Zaujaty [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang