CHAPTER 42

596 13 6
                                    

Maaf.


-Bilal Abidzar Ar Rasyid


°°°

Setiap akhir pekan, pesantren Ar-Rasyid selalu mengadakan kajian rutin yang terbuka untuk umum, siapapun boleh datang untuk menimbah ilmu tanpa batasan sedikitpun. Tujuannya adalah agar seluruh manusia semakin mengedepankan nilai nilai agama dalam setiap aspek kehidupan.

Pukul 20:30

Setelah selesai kajian. Bilal beranjak dari duduknya dan segara keluar dari dalam masjid. Tapi, langkah kakinya langsung terhenti karena mendengar suara dari layar ponselnya.

"Hanna?" Batin Bilal. Ia dengan cepat mengangkat telepon dari Hanna.

"Assalamualaikum!" Ucap Hanna dari balik telepon.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah." Jawab Bilal.

"Kamu dimana?"

"Pesantren."

"Udah mau pulang?"

"Hm."

"Kamu bisa sekalian jemput aku nggak? Aku nggak berani naik taksi sendirian. Udah malem. Mau hujan juga."

Bilal mengangkat sedikit kepalanya untuk melihat langit malam.

"Lal? Bisa kan?" Lanjut Hanna dan ikut membangunkan lamunan Bilal.

"Maaf. Aku nggak bisa. Aku harus pulang."

"Aku takut, Lal."

"Maaf."

"Oh." Jawab Hanna dan dengan cepat mematikan teleponnya.

Bilal bergegas masuk ke dalam mobilnya dan mulai menyetir dengan tenang. Ketika sudah berada di pertengahan jalan, Ia justru terus menyetir lurus ke depan padahal rumahnya berada di persimpangan kanan.

Setelah 30 menit lamanya. Bilal langsung menghentikan mobilnya dan membuka sempurna kaca mobilnya. "Ayo, naik."

"Bilal?" Ucap Hanna yang nampak terkejut.

"Ayo! Bentar lagi mau hujan."

Hanna bergegas membuka pintu mobil dan duduk bersebelahan dengan Bilal di depan. "I-iya!"

Selama perjalanan. Tidak ada pembicaraan sedikit pun.  Yang ada hanyalah suara petir dan guruh yang sudah saling bersautan dari seluruh penjuru langit.

Hanna terus menatap lurus kedepan sambil memainkan kancing baju yang hampir putus. "Ekhem!"

Konsentrasi Bilal langsung terpecah. Ia menoleh sedikit menatap Hanna. "Lain kali kalau udah malem nginep aja di rumah sakit. Nggak usah pulang. Bahaya."

Hanna hanya merespon dengan senyum sambil menganggukkan kepalanya dengan pelan.

"Gimana keadaan Bunda?" Tanya Bilal sambil fokus menyetir.

"Alhamdulillah, udah mendingan. Mungkin lusa udah bisa pulang."

"Alhamdulillah!"

"Bukannya tadi kamu nggak mau jemput aku?"

"Sekalian pulang."

"Oh."

Nggak terasa karena terlalu banyak mengobrol. Ternyata mereka sudah sampai di tempat Hanna. Bilal langsung menghentikan mobilnya dengan pelan dan menyuruh Hanna segera turun.

Lentara Untuk Zaujaty [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang