BRAKKKKKKKKK!
Candaan mereka seketika terhenti ketika seorang mahasiswa menabrak mereka, kalau dilihat posisinya, mahasiswa itu sengaja untuk berdiri di tengah jalan untuk menghadang mereka.
Mahasiswa berambut pirang ikal yang sedikit agak panjang mengenakan cardigan hijau tua dan celana berwarna kuning itu berdiri dengan tersenyum setelah membuat Tara menabraknya.
Badannya begitu kurus tinggi, menenteng tablet di tangannya yang tertekuk di dada dengan totebag di bahu serta kacamata bulatnya langsung dapat mengidentifikasi jati dirinya—nerd.
Tara mengerang kemudian membuat Henry menghampirinya, mahasiswa yang berdiri itu bahkan tak bergerak dan malah melambaikan tangan kirinya yang kosong kepada Tara.
Langkah Henry semakin cepat dan sampai begitu saja di sebelah Tara untuk mengeceknya apakah sahabatnya itu baik-baik saja. “Lo sengaja berdiri di situ ya? Mau ditabrak lo?” seru Henry membuat beberapa mahasiswa menengok ke arahnya sekilas, kemudian melanjutkan aktivitas mereka masing-masing.
“Kamu Tara Edricsen?” tanya pemuda itu dengan lembut.
Setelah Tara merasa baik-baik saja ia pun menjawab. "Iya, gue Tara.” ketusnya.
“Hai, aku Ernest,” Ucapnya sembari melihat ke Henry dan Tara bergantian. "Aku direkomendasikan oleh Professor Colin untuk melakukan project di mata kuliah analisis artefak. Kamu asisten lab kan? Aku melihatmu tadi di laboratorium.” jelas Ernest panjang, namun, Tara hanya mengernyitkan dahinya kebingungan.
Kemudian ia mengingat kelas baru saja dimana Colin yang menggantikan Boogman untuk mengajar kelas itu. "Kenapa Professor Colin ngerekomendasiin gue?”
Ernest tersenyum. "Beliau bilang kalau kamu adalah mahasiswa terbaik di mata kuliah itu, jadi, merekomendasikanmu.”
Henry menatap Ernest dengan kesal, entah karena ia sengaja berdiri agar Tara tertabraknya atau karena niatnya untuk project bersama Tara. Ia berdiri membelakangi Tara kini. “OK genoeg! Gue! Gue juga masuk di kelas itu, lo masukin gue aja!”
“Dan kamu?” hening menerpa setelah pertanyaan dari nerd itu keluar dari mulutnya, Henry menatap Ernest bahkan tanpa berkedip dan tajam.
“Henry Ford Junior.” Ketus Henry.
Senyum mengembang di bibir Ernest. "Oh, aku mengenalmu, kamu tadi di laboratorium juga kan? Namamu ada di daftar mahasiswa yang gagal di kelas itu bukan? Tiga semester berturut-turut.” Ia menekan kalimat terakhirnya dengan antusias.
Henry terdiam, Tara melihat Henry menahan amarah. Cukup lama ia menatap Ernest dengan tatapan yang hampir merah itu sembari bertolak pinggang. Kemudian ia menyeringai, mengalihkan tangannya dan mengambil kacamata Ernest, melipatnya, dan memasukkannya ke dalam saku kemeja di sebalik cardigan hijau itu. "Lebih baik lo pergi dari sini, or i’m gonna kick your ass. Dia gak bakal bantu lo.”
Kejadian yang tak diinginkan siapapun untuk terjadi, mungkin memang Henry terlalu keras terhadap nerd itu. Tapi, Tara mengerti tentang kemarahannya ketika Ernest mengatakan tentang kegagalannya. Cukup untuk Henry untuk melayangkan pukulan ke arah wajahnya hingga dapat membuat kacamatanya patah menjadi dua.
Senja hari, Henry dan Tara memutuskan untuk menghabiskan waktu senja di halaman kampus di sisi kanal—tempat biasa Tara dengan Henry menghabiskan waktu bersama. Henry mengulurkan salah satu airpod-nya dan langsung Tara pasang pada salah satu telinganya.
Ia memainkan lagu TV dari Billie Eilish
'I don't wanna talk right now'
'I just wanna watch TV'
KAMU SEDANG MEMBACA
Liefde: Tara Edricsen
Historical FictionSetidaknya kehidupan Tara Edricsen akan terus berwarna karena ada sahabatnya di sana. Masalah ekonomi keluarga Edricsen mengharuskan Lars menjual kapal milik keluarga. Tara harus diam-diam bekerja keras untuk membayar tuition fee-nya sendiri dan har...