7. RAHASIA SEBUAH FOTO

167 117 52
                                    

안녕하세요👋👋
haiiiiiii, udaaaa byarrrr karcisss belummmm??????

7. RAHASIA SEBUAH FOTO

Laksa ataupun Aland, aku tak bisa memilih antara keduanya, karena ini kehidupan, bukan permainan, ketika aku hanya bisa bertumpu pada takdir Tuhan. Meski takdir itu berusaha kutentang sebagaimana mungkin.
...

Malam beranjak larut, langit terlihat cerah malam ini, rembulan bersinar terang dihiasi oleh taburan-taburan bintang di langit. Tapi, malam ini udara terasa sangat dingin, bahkan lebih dingin dari hari-hari biasa. Wajarlah, cuaca tadi siang memang sangat panas, berbanding terbalik dengan cuaca malam.

Genta duduk dengan tenang di barisan-barisan kursi caffe. Kaki kanannya bertumpu di kaki kiri sambil menghisap sebatang rokok, lalu menghembuskannya perlahan, membuat kepulan-kepulan asap melayang di sekitarnya. Melirik jam tangan, pukul 23:40.

Ia mendengus saat melihat sosok lelaki yang memakai hoodie hitam dan menutupi kepalanya dengan topi cream itu memasuki pintu caffe yang terlihat sepi malam ini, padahal biasanya caffe itu akan tetap ramai meski sudah larut. Laki-laki jangkung yang terlihat masih muda itu menarik kursi, duduk di seberang Genta.

"Maaf menunggu lama, Bos."

Genta kembali mendengus, tak berniat sama sekali menanggapi basa-basi lawan bicaranya.

"Ada apa Bos memanggil saya?" Laki-laki itu bertanya dengan hati-hati, tak mau merusak mood pria di depannya yang benar-benar seperti monster jika sudah marah.

"Hanya ingin memastikan apakah kau sudah melakukan tugasmu dengan baik?" tanya Genta langsung pada inti pembicaraan, karena dirinya sangat tidak suka basa-basi.

"Saya sudah berusaha melakukannya dengan baik, Tuan. Hanya saja, target benar-benar orang yang susah di tebak."

"Saya tidak peduli wataknya seperti apa, saya hanya ingin dia luluh padamu dan tidak akan ada kesempatan lagi untuk dia menaruh perasaan pada orang lain," ucap Genta dingin dan sangat menekan.

"Saya tidak mau Maggiera jatuh cinta pada pembunuh mamanya," tambahnya lagi.

Orang di depannya mengangguk, mendengarkan dengan seksama.

"Kata orang-orang, balas dendam itu dari yang terlemah dulu, 'kan?" Tangannya terkepal, tatapannya mendingin.

"Maka, hancurkan dulu putra mereka, seperti mereka menghancurkan putri saya karena kehilangan mamanya."

"Lalu... Hancurkan putri saya secara perlahan." Senyumnya merekah. "Itu pasti menyenangkan."

***

Esok paginya.

Maggiera memutuskan tidak berangkat ke sekolah, semalaman menahan lapar membuat tubuhnya kurang enak badan. Beruntung saat paginya dia tidak menemukan Genta lagi di rumah. Ia turun ke bawah untuk meminta beberapa obat kepada Bi Ndah, pembantu di rumahnya.

"Non demam, ya? Sini biar Bibi kompres, Non." Bi Ndah menawarkan bantuan saat melihat anak majikannya itu terlihat pucat dan lesu. Tapi, gadis cantik itu tetap menerbitkan senyum tipis pada Bi Ndah.

"Gak usah, Bi. Ini cuma demam biasa kok, palingan juga sembuh nanti kalo udah minum obat. Nanti Bibi bawain aja sarapan saya ke kamar, ya." Maggiera berlalu pergi setelah mengatakan itu.

"Kasian si Non, masih muda udah dibikin sakit mental sama Bapak sendiri," ucap Bi Ndah pelan saat dirinya menatap lamat-lamat punggung Maggiera yang menaiki anak tangga.

MAGGIERA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang