8. BERKECAMUK

142 92 69
                                    

안녕하세요👋👋 gua mo curhat wak, scroll aja bab ini

8. BERKECAMUK

Ketika kebingungan melanda, maka yang bisa kulakukan hanya diam, memikirkan segala hal.
...

Seorang cowok dengan santainya berbaring di tengah lapangan badminton yang kosong. Sebenarnya itu adalah ruang olahraga yang kadang kala disulap menjadi sebuah lapangan badminton. Cowok itu menumpukan kedua tangannya di belakang kepala untuk dijadikan bantal. Matanya terpejam dalam keheningan, membiarkan otaknya berputar-putar memikirkan banyak hal. Mulai dari keluarga, sekolah, dan Maggiera? Ya, gadis itu terus-menerus memenuhi otaknya akhir-akhir ini.

Ia bingung, apa dia benar-benar menyukai gadis itu? Atau hanya—

Laksa membuka mata, menatap sekeliling yang hening, lalu melirik pintu ruang olahraga. Di mana Maggiera? Bukankah gadis itu sendiri yang mengajaknya bertemu di sini tadi? Cowok itu membuang napas kasar, kembali menidurkan diri sembari menunggu Maggiera tiba.

Tak lama, pintu ruangan terdengar berderit menandakan ada seseorang yang membukanya. Laksa yang merasa kalau itu Maggiera, ia tetap diam di posisinya, hendak mengerjai gadis itu.

Derap langkah seseorang itu terdengar menggema di lengangnya ruang olahraga. Langkahnya pelan, membuat ruangan itu benar-benar dipenuhi suara langkah kakinya, apalagi seseorang itu sama sekali tak bersuara. Ia hanya diam dengan pandangan sayu.

"Sa."

Laksa membuka mata, sedikit mengekor dari sudut matanya, lalu menatap dingin pada sosok perempuan yang berdiri di sisi tubuhnya. Tentu saja itu bukan Maggiera. Cowok itu tanpa peduli malah kembali merebahkan diri.

"Sa," panggil gadis itu lagi. Namun tak ada sahutan.

"Gue kangen, Sa," lirihnya. Ia masih setia berdiri di samping Laksa. "Gue kangen sama Laksandra yang dulu." Meski berat, gadis itu tetap memberanikan diri mengeluarkan separuh isi hatinya, setidaknya itu bisa menenangkannya.

Laksa menyahut tanpa membuka kedua kelopak matanya. "Kenapa lo gak pernah ngerti? Bukannya gue udah pernah bilang berkali-kali soal ini?" Laksa menjawab dingin. Ia mendudukkan diri, lalu menatap tajam gadis di sampingnya. "Gak usah egois, gue gak suka."

"Tapi gue gak bisa, gue gak bisa tanpa lo!" seru Dina keras. Ia menggigit bibirnya kuat, tangannya terkepal erat menahan sesak di dada saat mendengar suara datar Laksa.

"Lo harus bisa!"

"Gue beneran gak bisa, Sa!"

"Lo harus bisa, Dina! Lo harus bisa, ini demi gue, demi keluarga gue," ujar Laksa. "Lo sayang 'kan sama gue? Iya, 'kan? Yaudah, lo harus bertahan di posisi ini sampai tugas gue selesai," lanjutnya.

"Terus, gue harus diem aja gitu liat lo berduaan tiap hari sama Maggiera?" Dina memajukan langkahnya, memotong jarak dengan Laksa yang masih setia duduk di lantai.

"Iya."

"Lo kejam, Sa! Lo goblok, anjing! Kenapa lo gini? Kenapa lo jadi berubah gini? Karena Maggiera, ya? Apa lo gak inget perjanjian kita dulu? Lo bilang dulu, ini cuma—"

"Pergi."

"Gue gak bakalan pergi!"

Laksa berdiri, memposisikan dirinya tepat di hadapan gadis itu. Dina terbungkam, ia menundukkan kepala tak berani menatap wajah Laksa yang terlihat memerah menahan amarahnya. Ia tahu, ia sudah keterlaluan pada cowok itu, tapi dia juga perempuan yang punya hati, kan?

"Sekarang mau lo apa?" Laksa bertanya dengan nada menantang. Ia melipatkan tangan di depan dada. Rahangnya mengeras, ia berkali-kali menahan sabar agar tidak berbuat kasar pada gadis di depannya. Walau bagaimanapun, hatinya tak bisa berbohong. Ia masih menyayangi gadis ini.

MAGGIERA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang