Rain || Niko

159 10 6
                                    

Suara rintihan air mata dari gumpalan awan abu-abu yang tengah menutupi keindahan dari langit yang biru, mengundang sebuah keluhan terucap dari ujung lidahnya menyalahkan prediksi cuaca yang menampilkan kesalahan mereka dalam meramal keadaan awan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara rintihan air mata dari gumpalan awan abu-abu yang tengah menutupi keindahan dari langit yang biru, mengundang sebuah keluhan terucap dari ujung lidahnya menyalahkan prediksi cuaca yang menampilkan kesalahan mereka dalam meramal keadaan awan.

Melihat siswa-siswi yang lalu-lalang keluar dan masuk ke sekolah, dengan sedikitnya jumlah insan yang memegang payung untuk melindungi imun tubuhnya dari terjangkit penyakit, membuat Niko hanya terpaku di lantai dengan netra matanya hanya diam tak bergerak.

Entah apa yang berlalu dalam pikirannya ketika memilih untuk berdiam diri sambil meratapi bagaimana derasnya hujan membuat seluruh aspal basah dengan genangan air.

Sebenarnya, daripada murid Dirgantara yang berjalan melewati gerbang, Niko mempunyai sebuah kemudahan akibat tinggal di dalam asrama yang terletak tidak jauh dari gedung dimana ia melakukan pembelajaran di jenjang SMA. Hanya saja, entah mungkin karena suatu pikiran yang berkeliaran sedari tadi membuat rasa ingin melangkahkan kaki untuk pulang terkuras dari dirinya sendiri.

Kalau hujan, setiap hari tiba-tiba saja ia teringat suatu hal yang membuat kepalanya begitu sakit seperti ingin terbelah dua. Bahkan ketika tidur, kerap sekali muncul suatu mimpi yang tidak begitu mengenakkan baginya. Mengingat hal tersebut membuat Niko semakin enggan untuk balik ke asramanya dimana ketika kembali hanya aktivitas untuk tidur-lah yang paling mendukung dalam cuaca se-deras ini.

Dan tiba-tiba saja, salah satu kakinya terangkat membuat ujung sepatu yang dikenakan sudah basah membuat dalamnya begitu terasa lembab. Ia tidak peduli lagi sepertinya saat perlahan-lahan langkah demi langkah diambilnya menuju jalan raya yang dipenuhi dengan orang-orang beserta kendaraan lalu.

Daripada insan yang begitu terburu untuk menghindari tangisan awan abu yang berdampak-kan langit yang begitu gelap membuat pengcahayaan matahari maupun bulan tidak lagi membantu para manusia untuk indikasi arah berjalan, Niko merupakan satu-satunya siswa yang berjalan dengan langkah yang sangat tenang tanpa adanya gesaan tersirat.

Perlahan-lahan tetesan air hujan dalam waktu singkat dapat mempengaruhi pandangan yang dimiliki Niko, ia harus menyipitkan iris hijaunya agar menghindari hal-hal kecil tak diinginkan itu untuk memasuki bola matanya.

Dengan tujuan yang tidak tentu kakinya membawa ke lokasi entah berantah yang bahkan tak diketahui oleh sang pemilik jenjang alat jalan, vision-nya terlihat kabur seakan sedang bengong memikirkan dunia imajinasi.

PRANG-!

Nyaringnya sebuah benda besi yang terjatuh pada lantai jalan berhasil membangunkan Niko yang terlena di dunianya sendiri, menunduk ke bawah menghasilkan matanya menangkap sebuah tong sampah kosong yang terbaring ke arah figurnya.

Meyakini dirinya bahwa tidak mungkin barang tersebut dapat jatuh dengan sendirinya tanpa orang ketiga, membuat Niko menggulirkan matanya ke depan. Terdapat wanita dengan rambut [h/c] seakan telah diacak-acak, ekspresi wajah yang menunjukkan rasa tidak suka, dan juga pipi bagian kanannya yang begitu merah daripada blush on sendiri.

One Day || BFB x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang