Sometimes, in silence lies hidden strength, but behind it also burns a fire ready to explode. Silence doesn’t mean surrender; sometimes, it’s an ember waiting for the right moment to ignite.
.
.
.
.
.
.
.🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀
Adrian memulai harinya dengan berat lagi. ketika matahari baru saja muncul di cakrawala, tapi pikirannya sudah terbebani. Seperti biasa, dia kembali ke pekerjaannya sebagai polisi, mencoba menenggelamkan diri dalam rutinitas untuk melupakan sejenak rasa sakit yang terus menghantui.
Namun, setiap kali dia menghirup udara pagi, ingatan itu kembali muncul—ingatan ketika dia mengunjungi Lily di rumah sakit jiwa kemarin. Wajah gadis yang dulu dia kenal penuh tawa, kini tampak asing. Lily duduk di kursi, menatap kosong ke dinding, seakan tak mengenalnya lagi. Mata mereka bertemu sejenak, tapi tidak ada tanda pengakuan di sana. Bukan lagi gadis yang selalu memanggil namanya dengan ceria, bukan lagi sosok yang bisa dia lindungi dari semua bahaya di luar sana. Kini, bahaya terbesar ada di dalam diri Lily sendiri, dan itu menghancurkan Adrian lebih dari apa pun.
Langkah kakinya di koridor kantor kepolisian terasa berat, setiap suara yang dia dengar tak bisa meredam kebisingan dalam kepalanya. Rasa bersalah dan rindu bercampur menjadi satu, membuat segalanya terasa kabur. Bagaimana bisa semuanya berakhir seperti ini? Dia, seorang polisi yang berjuang melawan kejahatan, tapi tak bisa menyelamatkan satu orang yang paling berarti dalam hidupnya.
"Adrian, fokus," gumamnya pada diri sendiri, menampar pipinya pelan. Di depan, Kapten Rizal sudah menunggu, siap untuk interogasi hari ini. Interogasi pada salah satu pelaku yang ia tangkap waktu itu. Adrian menarik napas dalam, memaksa dirinya kembali ke kenyataan, meskipun setiap bagian dari hatinya masih tertinggal di ruang itu—di samping Lily yang hilang dalam dunianya sendiri.
"Sudah siap untuk interogasi hari ini, Adrian?"
Itu suara Kapten Rizal, yang bergegas mengajak Adrian ke ruang interogasi.Adrian melangkah masuk ke ruangan, udara di dalam terasa lebih berat dari biasanya. Cahaya lampu neon di atas meja memantulkan bayangan samar di wajah pelaku yang duduk di hadapannya, tangan terikat di atas meja dengan borgol yang mengilap.
Adrian menatap pelaku itu dengan mata tajam, mencoba menyingkirkan semua emosi yang sebelumnya menguasainya."Namamu Bayu, kan?" suara Adrian terdengar tenang tapi tegas, penuh kendali, meskipun hatinya masih berantakan. Dia mendekat, menatap langsung ke mata Bayu yang terlihat gelisah. Tersangka itu menunduk sedikit, menghindari tatapannya, tapi Adrian tak memberi ruang untuk lari.
Bayu mengangguk pelan, tanpa kata. Adrian tahu dia punya waktu, tapi hari ini, lebih dari hari-hari sebelumnya, dia merasa terburu-buru. Terburu-buru untuk menyelesaikan kasus ini, untuk menemukan jawaban.
Adrian menatap tajam ke arah Bayu yang duduk di depannya dengan tangan terborgol. Udara di ruang interogasi terasa tegang, sementara suara kipas yang berputar di langit-langit hanya menambah sunyi yang mencekam. Adrian menggertakkan giginya, mencoba menahan emosinya yang memuncak. Kemudian melayangkan pertanyaan pertamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
memories of my life
FanfictionIni kisah tentang lilyana grace seorang gadis muda yang hidup dengan beban berat di jiwanya bersama Adrian Alexander seorang polisi pemberantasan narkoba.