Bab 8 : Pertarungan dan Pengorbanan

48 1 0
                                    


Malam itu, gedung perusahaan yang megah dan modern terasa hidup dengan kilau lampu dan hiruk-pikuk aktivitas. Laras, asisten pribadi Arya, sedang berada di ruang rapat, menyelesaikan beberapa dokumen penting. Dia merasa semangatnya membara, berkat kehadiran Arya yang selalu memotivasi dan memberinya tantangan baru. Namun, suasana tenang itu mendadak hancur ketika suara kaca pecah menggema di luar ruangan.

Suara teriakan dan langkah kaki yang berat membuat jantung Laras berdegup kencang. Dalam hitungan detik, sekelompok pria bertopeng menerobos masuk, menciptakan kekacauan di ruang rapat yang tadinya damai. Laras merasa adrenaline mengalir deras dalam darahnya.

"Laras, ikut aku!" teriak Arya, suaranya tegas dan penuh perintah, menariknya menjauh dari kerumunan.

Laras hanya bisa mengangguk, ketakutan dan kebingungan bercampur. Mereka berlari melalui lorong-lorong sempit, suara langkah-langkah musuh semakin dekat, membayangi setiap detak jantungnya. "Kita harus bersembunyi!" serunya, sambil mencari tempat yang aman.

Tetapi Arya menggelengkan kepala, tekad terpancar dari matanya. "Kita harus melawan!"

Keberanian meluap dalam diri Laras, meskipun rasa takut masih menggerogoti. Dia tahu bahwa di sisi Arya, mereka bisa bertahan. Dalam sekejap, mereka bersiap menghadapi serangan yang akan datang. Masing-masing menyiapkan diri, Laras merasakan beban tanggung jawab untuk melindungi Arya, sementara Arya bertekad untuk melindungi Laras dengan cara apa pun.

Ketika musuh mendekat, mereka saling melindungi, berjuang dengan semua yang mereka miliki. Laras berusaha menahan napasnya, mengabaikan ketakutan yang merayap di dalam dirinya. Dalam keributan itu, dia merasa semangatnya bertabrakan—antara insting untuk melarikan diri dan dorongan untuk melawan.

Di tengah pertempuran yang sengit, Laras tersandung dan hampir jatuh. Namun, Arya dengan sigap menangkapnya, mencegahnya terjatuh. "Jangan pernah meragukan kekuatanmu!" katanya, matanya berkilau penuh semangat. Kata-kata itu menguatkan Laras, membangkitkan semangat juangnya.

Dia mengangguk, mengambil nafas dalam-dalam, dan bersiap untuk melanjutkan perlawanan. Mereka melawan bersama, saling mendukung, hingga suara gaduh perlahan mereda. Namun, di antara pertempuran yang berkecamuk, ketegangan antara mereka juga meningkat. Dalam kekacauan ini, mereka tidak hanya berjuang melawan musuh, tetapi juga menghadapi perasaan yang selama ini terpendam.

Ketika pertarungan mencapai puncaknya, segalanya terasa semakin menakutkan. Dalam sekejap, Arya melihat sekelompok musuh bersenjata maju ke arah mereka, dan ketakutan menyelimutinya. Dia menyadari satu hal yang sangat mengerikan—satu-satunya cara untuk menyelamatkan Laras adalah dengan mengorbankan dirinya sendiri.

Dalam detik-detik yang mendebarkan, Arya berdiri di depan Laras, melindunginya dari serangan terakhir yang akan datang. Dia tahu bahwa jika dia tidak bertindak, Laras akan menjadi korban. Dalam pikirannya, dia hanya ingin melindungi cinta yang baru saja ia temukan.

"Tidak, Arya! Jangan lakukan itu!" teriak Laras, air matanya mengalir deras. Rasa takut dan panik melanda hatinya.

"Aku tidak bisa membiarkanmu terluka!" jawab Arya dengan suara bergetar, matanya penuh determinasi. Dia mengambil langkah maju, bertekad untuk menghadapi musuh yang akan menyerang.

Dengan setiap langkah yang diambil Arya, Laras merasakan hatinya hancur. Dia ingin menyeret Arya mundur, tetapi semua terasa seperti dalam mimpi yang buruk. Di saat yang genting, Arya menerjang musuh dengan semua kekuatannya. Dia melawan sekuat tenaga, mengetahui bahwa jika dia tidak bertindak, Laras akan terluka—atau bahkan lebih buruk lagi.

Dalam hitungan detik, segalanya terasa melambat. Laras bisa melihat semua detail dalam pertarungan—Arya yang kuat dan berani, melawan semua musuh yang mengancam. Saat itu, Laras menyadari betapa berartinya Arya baginya. Cinta yang selama ini terpendam kini mengalir deras, mengubah ketakutannya menjadi keyakinan bahwa mereka akan melalui semua ini bersama.

Namun, saat musuh semakin mendekat, Arya tahu dia harus mengambil risiko. Dengan satu gerakan cepat, dia melindungi Laras dari serangan mematikan. Saat serangan itu mendarat, semuanya terasa hancur. Laras menjerit saat melihat Arya terjatuh ke tanah, terluka parah.

"Laras! Bangunlah!" dia berteriak, berlari ke arah Arya, merangkulnya erat. Rasa takut memenuhi hatinya.

Tetapi Arya tidak bisa menjawab. Dalam keadaan kritis, dia terjatuh ke dalam koma, terkulai di lengan Laras. Semua harapan Laras runtuh dalam sekejap. Dia merasa dunia di sekitarnya menghilang, semua yang dia lakukan, semua pengorbanan, terasa sia-sia jika Arya tidak ada di sampingnya.

GAIRAH CINTA CEO TAMPANWhere stories live. Discover now