Lost in Translation - 1

28 7 0
                                    

Alasan seseorang jatuh cinta.

Terkadang bisa tidak masuk akal. Mau gimana pun menghindarinya, nyatanya kita tidak bisa untuk menahan apa yang kita rasa.

Rasa yang terkadang bisa begitu menusuk sekaligus bisa membuat hati terasa hangat.


Sore ini hujan turun dengan begitu deras, membasahi bumi hingga tak tersisa. Sang matahari pun sudah tak terlihat lagi cahayanya. Sementara hari mau berubah semakin menjadi gelap, akan tetapi masih ada Hikaru yang terjebak dalam derasnya hujan dan juga sunyinya jalanan.

Disitu hanya ada dirinya beserta berisiknya rintik hujan yang menghantam atap halte bus yang dinaunginya saat ini.

Tentu dia bukan sedang menunggu datangnya bus, karena bus terakhir telah lewat semenjak 30 menit yang lalu. Dia fokus menatap handphone yang sedari tadi membuka aplikasi taxi online yang pada ujungnya tidak ada yang mau menerima sama sekali pesanannya karena derasnya hujan saat ini.

Hikaru menghela napas pasrah, jika ada yang harus disalahkan ya maka hanyalah dirinya. Karena dia datang telat hari ini maka dia harus dihukum untuk membersihkan perpustakaan, sendirian. Begitulah alasan dia ketinggalan bus terakhir dan harus menikmati kesunyian ini. Dia pasrah akan pulang larut malam melihat kondisi hujan yang sepertinya akan awet.

Hikaru pun menundukkan kepalanya, entah sudah berapa lama dia terjebak disini sampai rasanya badan mungilnya terasa dingin mau membeku.

Hikaru kemudian memeluk dirinya mencoba mencari kehangatan di dalam dekapannya karena bukan hanya lupa membawa payung, tapi dia juga lupa memakai jaketnya karena tadi pagi sangat terburu-buru.

Apakah aku akan mati disini? Pikiran terburuk pun terbesit di benaknya.

Sedetik setelah pemikiran buruk itu, tiba-tiba saja pandangan Hikaru mendapati sepasang sepatu putih hitam mengarah padanya. Hikaru mendongak dan kemudian mendapati seorang wanita jangkung dengan rambut hitam yang terkulai panjang.

Wanita itu menyodorkan payung yang sepertinya telah dipakainya menuju kesini. "Silahkan pakai payung ini."

Mata Hikaru menyipit melihat seragam wanita itu yang ternyata dia satu sekolah dengannya, tapi rasanya Hikaru tidak pernah melihatnya. Itu membuat Hikaru enggan menerima kebaikannya.

"Bagaimana denganmu?" Tanya Hikaru ragu.

"Tidak masalah. Lagipula sepertinya kamu sudah kedinginan dan harus segera beranjak pergi. Aku akan menunggu disini sampai reda," jelasnya yang membuat Hikaru semakin enggan untuk menerima payung itu. Namun rasanya udara memang semakin dingin, membuat Hikaru kembali memeluk dirinya sendiri dengan erat.

Tiba-tiba saja wanita itu memasangkan jaket yang sedari tadi dipakainya ke punggung Hikaru.

"Aku rasa kamu lebih butuh," ucapnya ketika melihat ekspresi Hikaru yang kebingungan.

Hikaru tertegun, dia seperti sedang bertemu malaikat penolong yang sengaja diturunkan Tuhan untuknya. Bagaimana bisa orang ini sebaik itu walau tidak kenal.

"Terima kasih," ucap Hikaru.

"Ini ambilah." Wanita itu tetap kekeh untuk memberikan payungnya kepada Hikaru.

Hikaru terdiam sejenak, memikirkan sebuah solusi.

"Bagaimana jika kita pakai payung ini bersama sampai halte di depan? Disana masih ada bus yang beroperasi dan lagipula tidak terlalu jauh dari sini." Hikaru menyarankan itu agar dia tidak merasa bersalah meninggalkan wanita itu untuk merasakan posisinya sebelumnya.

Wanita itu terdiam sesaat sebelum akhirnya menatap Hikaru. "Kamu tidak keberatan?"

"Eh? Seharusnya aku yang bicara begitu, lagipula payung itu 'kan milikmu."

"Ah benar juga." Wanita itu tersenyum bodoh sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Baiklah, ayo kita jalan." Hikaru hanya menganggukkan kepala.

Mereka pun berjalan menyusuri jalanan aspal yang sudah dipenuhi air dan tampak licin. Mereka hanya terus memperhatikan langkah mereka dan tidak bicara satu sama lain selama perjalanan menuju halte.

"Terima kasih banyak. Ah ya, sepertinya kita satu sekolah ya, siapa namamu?" Tanya Hikaru sesampainya mereka di halte.

"Yamasaki Ten, kamu bisa panggil aku Ten. Kalo kamu?"

"Morita Hikaru, kamu bisa panggil aku Run,"

TENRUN Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang