She was a Flower,
And she was September,
They met,
and Autumn arrived.Kehidupan di kota ternyata telah begitu memuakkan Hikaru. Berbagai tipe manusia yang ada disana, rasanya sulit untuk dapat diimbangi lagi oleh Hikaru, begitu pula dengan tipu daya muslihat para manusia itu.
Dia telah tinggal selama 10 tahun lebih di kota yang sama dengan pekerjaan yang sama. Pada dasarnya bisa dibilang Hikaru telah mencapai masa puncak kejayaannya, memiliki gaji besar yang dapat memenuhi kebutuhannya dengan baik.
Namun selama itu Hikaru terus bertanya-tanya, akan sampai kapan dia terus begini?
Mengejar dunia tanpa ujung, bahkan dia sendiri tidak tau apa yang sedang dituju dan dikejarnya. Selama ini Hikaru hanya terbawa arus tanpa tau tujuan hidup yang sebenarnya.
Oleh karena itu dia pun memutuskan untuk meninggalkan semua itu, pergi ke tempat terpencil dimana Obaachannya tinggal dan membantu usaha kedai makanan yang dijalankan oleh Obaachan.
Hikaru tidak tau keputusannya benar atau salah, yang pasti dia hanya menginginkan ketenangan dan mencari makna kehidupan di tempat terpencil itu.
***
Hikaru merasa bahwa dia tidak salah membuat sebuah keputusan untuk tinggal dengan Obaachan.
Nyatanya kini suasana di tempat terpencil itu membuat dirinya merasa hidup kembali dibanding dengan hiruk pikuk kota yang membuatnya sesak.
Pemandangan yang asri, begitu banyak pepohonan dan juga sedikitnya polusi disini. Begitu jarang kendaraan yang berlalu lalang semenjak Hikaru menginjakkan kakinya di tempat itu.
Dia hanya melihat 1 atau 2 kendaraan, kebanyakan warga disitu memakai sepeda. Ini seperti sebuah tempat yang memang cocok untuk Hikaru tinggali. Inilah hal yang selama ini dicari-carinya, ketenangan.
Senyuman itu terus terpaut di kedua sudut bibirnya ketika dia melayani pembeli di kedai Obaachannya. Rasanya pekerjaan yang dilakukannya saat ini begitu menyenangkan, dia banyak bertemu orang baru, yang kebanyakan lansia pantaran Obaachannya, namun dia bahagia karena lansia ini tak jarang memberi petuah bagus untuk hidupnya.
Namun berbanding terbalik, Obaachan merasa tidak senang Hikaru bekerja di kedainya, dia terus kepikiran bahwa apa yang dikerjakan Hikaru saat ini sangat berbanding jauh dari pekerjaannya dulu, dia hanya merasa khawatir akan kesejahteraan hidup cucunya jika membantunya di kedai kecil miliknya ini.
Obaachan pun terus menatap Hikaru yang terlihat sangat semangat membersihkan meja-meja itu.
Saat ini kondisi kedai sedang sepi, biasanya sehabis jam makan siang memang jarang ada yang datang. Obaachan yang sedari tadi terdiam di dapur pun melangkah mendekatinya.
"Jangan terlalu bekerja keras, kau baru sampai tadi pagi. Istirahatlah mumpung kedai sedang sepi," ujar Obaachan khawatir.
"Haii~" Hikaru mengangguk tanpa menatapnya.
Obaachan menghembuskan napasnya, melihat Hikaru yang terus mengelap meja-meja itu rasanya memang cucunya ini keras kepala untuk diberitahunya.
"Nee... Hiichan, kau yakin ingin menetap dan membantuku disini?" Risau Obaachan.
Hikaru akhirnya menghentikan tangannya yang sedari tadi mengelap meja, dia pun menghela napas berat dan kemudian menoleh menatap Obaachan.
"Aku rasa jawabanku tetap sama dari pertama kali kau menanyakan itu, lagipula bisakah kau berhenti meragukan keputusanku, Obaachan?" Pekik Hikaru sedikit kesal, lantas siapa yang tidak kesal jika terus terusan diberi pertanyaan yang sama sejak awal dia datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
TENRUN Our Story
RandomKumpulan berbagai cerita Ten dan Hikaru 🌱🐢 Warning: gxg, homophobic dni Published: 28 September 2024