10. Tak Punya Cukup Waktu

42 7 3
                                    

Song recommended:
-Perayaan Mati Rasa, Umay Sahab ft. Natania Karim

Cafe menfess
Apa yang bakal kalian lakuin waktu tau sisa waktu kalian tingga 3 bulan lagi?

Pesan menfess yang dikirim dua puluh menit yang lalu itu menerima banyak komentar dari orang-orang. Juan mulai membaca beberapa komentar, ada yang memberikan kata semangat sebagai pengganti menyarankan untuk berbuat sesuatu. Ia menghela napas kasar, niat hati ingin pergi ke ruang tamu malah kakinya tak sengaja terbentur kaki meja belajar.

Dimas tak henti-henti menggusari sang adik yang sedang mengobati jari kakinya yang terluka. Sampai mengatakan Juan buruk sekali nasibnya.

Juan menyenggol lengan Dimas hingga membuat sang Kakak jatuh tersungkur, dan itu membuatnya tertawa terbahak-bahak. Namun dibalik tawanya yang besar itu, sebenarnya Juan juga bertanya-tanya.

Gampang kena sial, Mas Dimas benar. Lolos masuk perguruan tinggi adalah tujuan terbesarku yang awalnya dipandang sebelah mata sama orang-orang. Jadi mahasiswa ilmu komunikasi adalah hal yang paling aku impikan dan akhirnya tercapai.

Setelah pengumuman seleksi masuk perguruan tinggi, Juan jatuh sakit. Penglihatannya agak buram disertai sakit kepala yang hebat. Ia pingsan saat melewati lorong kelas waktu duduk dibangku kelas dua belas.

Dokter menyebutkan bahwa ada tumor di jantungnya dan mengatakan bahwa umurnya tidak lama, Juan butuh waktu lama untuk memahami itu semua. Ada banyak hal yang ingin dia lakukan, salah satunya adalah menjadi mahasiswa ilmu komunikasi tahun ini. Oleh karena itu ia memohon berkali-kali kepada orang tua dan Dimas agar mau mengabulkan keinginannya.

Aku mau merasakan masa muda dan nggak melewatkan banyak hal, tapi aku nggak punya banyak waktu buat sesuatu yang luar biasa itu.

Nggak ada yang tanya ke aku, kenapa aku masih bisa ketawa setelah hal yang menimpaku. Padahal tertawa cuma itu satu-satunya hal yang bikin aku merasa bebas dan nggak merasa sakit. Aku bisa tertawa dan tersenyum ke semua orang, lalu terbang ke manapun yang aku mau.

Mengenai Juan yang mendekati Karina karena gadis itu terlihat seperti mama, sebenarnya sebagai tanda bahwa ia amat sangat rindu akan mama. Mau seberapa banyak ia menghubungi, mama tak akan pernah mengangkat teleponnya. Karena mama telah berpulang lebih dahulu.

Hari itu saat Juan berusia delapan tahun, mama dibawa ke ICU karena kehilangan kesadaran. Dan Juan menyembunyikan sakitnya demi mama, ayah dan Dimas. Semenjak kematian mama, Juan mulai menyalahkan dirinya sendiri. Juan merasa bersalah karena lahir dengan sakit yang dia derita dan ingin segera berjumpa dengan mama.

Juan menutup diri dari dunia. Namun sejak Karina datang, dia sedikit terbuka. Selama tak mengganggu waktu kuliah, Juan berharap bisa jadi teman yang baik untuk Karina.

『✎﹏ 』

"Lho, Juan?"

Hal yang sangat Juan takutkan adalah ketika semesta membongkar ketakutan terbesarnya.

Bertemu secara tidak sengaja di depan ruang Matahari dengan keadaan membawa selang infus ke mana-mana, membuat Juan merasa seseorang telah mengetahui rahasia yang telah ia kunci rapat-rapat.

Karina yang baru selesai menjenguk saudaranya yang dirawat di rumah sakit tentu terperanjat melihat Juan yang tampak berbeda. Saat Juan buru-buru pergi menghindar, Karina ikut berjalan cepat menghampiri. Menahan tangan Juan yang sudah takut setengah mati dan mengajaknya duduk sebentar di ruang tunggu.

"A--aku mau ambil rotiku dulu di kamar," kata Juan tergagap-gagap lalu berdiri.

Karina langsung menahan tangannya, memberikan satu buah roti ke pemuda jurusan ilmu komunikasi itu dan meminta untuk duduk sebentar di sini sebelum kembali ke kamar.

Ragu-ragu kedua tangan Juan menerima bungkus roti tersebut. Dengan perasaan takut ia kembali duduk di sebelah Karina sambil memakan roti.

"Maaf ya, Kak. Aku ingkar janji soal ke perpustakaan waktu itu," lirih Juan lalu menundukkan kepala dengan perasaan menyesal.

Karina tersenyum. "Nggak papa. Untung aja kita ketemu di sini, kalo nggak pasti aku udah marah karena kamu tiba-tiba nggak ada kabar. Aku nggak suka di-ghosting btw."

Juan mengusap tengkuknya. "Kata temenku, aku pingsan waktu mau ngehampirin Kakak. Maaf ya, tiba-tiba  hilang gitu aja. Ta-tapi aku nggak bermaksud nge-ghosting Kakak kok, beneran."

"Iya ... aku percaya, santai aja," balas Karina.

Suasana ruang tunggu pukul enam sore tidak begitu ramai pengunjung, keadaan di sekitar Karina dan Juan sunyi senyap seperti tak ada kehidupan. Terdengar suara isak tangis yang membuat bulu kuduk Karina seketika berdiri, ternyata Juan  diam-diam menangis sambil makan roti yang dia berikan.

Karina yang kebingungan harus berbuat apa hanya bisa mengusap punggung pemuda di sebelahnya untuk tenang.

"Nangis di sini aja. Aku harap kalo abis nangis sebentar, kamu bisa tersenyum lagi kayak biasanya," pesan Karina.

Juan mengangguk kaku sambil tersenyum tipis, kedua mata yang berkilau seperti kaca itu seperti mengisyaratkan sebuah sakit yang selama ini tertahan dengan sengaja.

"Mungkin aku nggak tau apa yang terjadi sama kamu, tapi aku minta jangan pernah menyerah oke? Aku tau, berjuang tiap hari itu rasanya capek banget, tapi aku harap kamu tetap kuat. Jangan sampai hal kecil bisa bikin kamu ke-pressure."

Juan mengusap air matanya dan tersenyum ke arah Karina. "Kak, aku mau balik ke kamar dulu nggak papa, kan?"

Karina mengangguk. "Boleh-boleh, aku juga mau pulang, mau ngerjain tugas lagi."

Juan berdiri cukup lama memandangi Karina yang pergi lebih dahulu. Tiba-tiba ia berseru, memanggil nama Karina yang sedikit lagi akan masuk ke dalam lift. Dengan mengangkat tiang infus, Juan berlari ke arah Karina dan memeluknya.

"Aku boleh minta tolong?" tanya Juan sedangkan Karina masih membeku  dalam pelukannya.

"Aku janji bakal sembuh, aku bakal buktiin kalo apa yang dokter bilang tentang sisa hidupku itu nggak bener. Jadi, Kak Karina bisa jenguk aku tiap ada waktu luang? Aku sendirian di sini."

Karina mengangguk kaku, kemudian melambaikan tangan sebelum pamit pulang. Di dalam lift, ia terus mengusap dadanya yang terasa sesak, penglihatannya agak kabur bersamaan  nyeri di dada.

Ting!

Juan Ilkom '24
Kak, kalo capek istirahat dulu
Jangan dipaksa

Karina
Iya, belum capek kok

Juan Ilkom '24
Emang kalo capek tuh suka nggak terasa
Tapi bisa aja besok langsung tepar
Dasar si paling ambis

Karina
Kirain kalo sakit bakal off dulu cerewetnya, ternyata sama aja

Juan Ilkom '24
Hahahaha ya udah aku mau istirahat dulu
Hati-hati di jalan, Kak.
Good night

tbc-

Let's Meet Thirty Time
Story by Boba_greentea127

Hello, Juan! If u see this message, I hope u feel better. Tbh, tiap liat lo selalu aja terngiang-ngiang All To Well. Please stay healthy!

Let's Meet Thirty Time ✔️ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang