-----------------------------------------------------------------
Suara hujan dan gemuruh petir saling bersahutan membangunkan Love dari tidurnya. Matanya mengerjap, tangannya meraba sisi sebelahnya mencari keberadaan Pansa.
"Saa," panggil Love sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan.
Ia beranjak dari ranjangnya saat tidak mendapati Pansa di dalam kamar. Ia mencari ke setiap sudut rumah, namun Pansa belum juga terlihat.
Love mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Pansa. Ia berjalan ke ruang tamu dengan perasaan marah dan kesal bercampur menjadi satu. Ia mulai menggigiti kuku jarinya gelisah karena Pansa tidak bisa ia hubungi.
Hujan di luar cukup deras yang membuat Love semakin khawatir. Ia ingin menghubungi tetangganya namun tidak ada satupun nomor tetangganya yang ia miliki. Ia mengambil payung dan berjalan keluar rumah.
Langkahnya sempat terhenti saat berada di depan pintu, angin berderu kencang dan kilat petir yang terlihat di langit. Sore itu terlihat sangat gelap. Matahari tertutup awan yang menggumpal hitam. Udara dingin berhasil menusuk kulit putih Love.
Ia berjalan menembus hujan menuju rumah May. Hujan yang begitu deras dan juga angin yang semakin berhembus kencang membuat badan Love tetap terkena air hujan walau memakai payung.
"May. Halooo, permisi," Love mengetuk pintu rumah May sembari mengintip dalam rumah melalui kaca jendela.
Tidak ada tanda-tanda si pemilik berada di rumah. Lampu rumah tidak menyala dan terlihat sangat gelap. Ia berdiri mematung cukup lama. Dadanya terasa sesak, pikirannya berantakan tidak tahu harus bagaimana.
Kejadian di masa lalu kembali terputar dalam ingatannya. Rasa sakit saat ia ditinggalkan orang yang sangat ia cintai kembali ia rasakan.
Love berjalan menembus hujan karena pikiran buruknya sudah tidak bisa ia kendalikan. Saat di depan gerbang rumahnya ia menoleh ke arah rumah Namtan yang terlihat terang menandakan penghuninya berada di dalam rumah. Ia melangkah cepat menuju rumah Namtan.
"Rachaaa, Namtan!!" Love mengetuk pintu rumah mereka cukup keras.
Tubuh Love gemetar, selain karena ia sudah mulai kedinginan juga karena takut kemungkinan buruk dikepalanya benar-benar terjadi.
"Love? Kenapa basah semua?" tanya Namtan sesaat setelah membuka pintu rumahnya.
"Ada Pansa? Atau May?"
Pansa yang mendengar suara Love langsung menghampiri pintu. "Kenapa, Ta? Kenapa gak pakek payung?" tanya Pansa langsung memegang tangan Love.
"Ajak masuk. Dia pasti udah kedinginan," suara May dari dalam rumah membuat Love enggan memasuki rumah Namtan.
"Pulang aja, Sa."
Pansa mengangguk tanpa bertanya karena melihat badan Love mulai menggigil. "Gue balik dulu ya. Pinjem payung dong."
Pansa membuka payung yang ia pegang lalu merangkul Love. Berjalan dengan langkah hati-hati karena angin berhembus makin kencang seolah ingin menerbangkan apapun yang ada di atas tanah.
"Kamu kenapa keluar gak pakek payung gitu sih? Mana anginnya lagi kenceng gini, kalo kamu kebawa angin gimana?" tanya Pansa setelah memasuki rumah. Ia segera berlari meninggalkan Love yang masih berdiri mematung di ruang tamu dan kembali membawa handuk.