-----------------------------------------------------------------
"Taa... bangun," Pansa sedikit mengguncang tubuh Love yang sudah dipenuhi dengan keringat. "Sayang, udah sampek. Mau sampek kapan tidur?" Pansa mendekat dan berbisik tepat di sebelah telinga kanan Love.
Love membuka matanya dengan napas terengah-engah. Air mata keluar dari pelupuk matanya.
"Kenapa? Kok nangis?" Pansa langsung menyeka air mata Love dan memeluknya. Membelai lembut rambut Love. Suara tangis Love mulai terdengar yang membuat Pansa kebingungan. "Kenapa, Ta?"
Love mengeratkan pelukannya. "Kamu jahat tau gak?!" ia mulai memukuli lengan Pansa.
"Aku jahat apa? Karna bangunin kamu? Maaf, Ta. Aku udah nunggu 2 jam tapi kamu gak bangun-bangun. Aku udah kelaperan, keburu tutup juga restorannya," Pansa melepas pelukannya. Memegang kedua pipi Love berniat memberikan kecupan pada bibirnya namun Love memalingkan wajah dan menyingkirkan tangan Pansa dari wajahnya.
Love melihat kedua kakinya. Ia mencoba menggerakkan kedua kakinya, meremas memastikan kakinya masih bisa merasakan rangsang sentuhan. Ia tersenyum lega. Mimpi buruk kali ini terasa sangat nyata, perasaan sedih dan marah pada Pansa masih terasa.
"Kamu kalo mau tidur lagi gak apa-apa deh. Daripada pundung gak jelas gini."
"Gak jelas? Kamu tu jahat. Udah bikin aku depresi tau gak sih?"
"Hah? Kamu depresi kenapa? Aku ngapain? Karna tiba-tiba ngilang tadi pagi? Kan udah aku bilang udah naruh notes di pintu kulkas."
"Bukan."
"Karna HP? Ntar aku ganti. Eh, gak. Hari ini aku bakal beli. Jangan marah dong, udah bolos sayang kalo gak dipakek seneng-seneng."
"Gak tau deh. Aku udah males. Kamu tu bener-bener jahat," Love membuka seatbelt dan langsung keluar dari mobil.
"Taa, tunggu dong. Kamu mau kemana?" tanya Pansa yang mengejar di belakangnya. "Aku udah reservasi. Kamu mau pulang? Di sini gak ada transportasi umum."
Love berbalik menghampiri Pansa. Pansa melangkah mundur saat melihat wajah Love yang seakan sedang memburunya. Tanpa pikir panjang Love mendaratkan tamparan pada pipi Pansa. Cukup keras hingga suaranya menarik perhatian beberapa orang yang berada di sana. Pansa memegang pipi kanannya yang terasa sangat panas.
Love terduduk dan kembali menangis. Kali ini dengan suara yang terdengar menyakitkan bagi yang mendengarnya. Ia memukul pelan dadanya. Love tidak bisa menahan rasa sedih, takut dan marahnya. Padahal itu hanya mimpi. Ia melihat Pansa yang sekarang duduk di depannya dengan wajah khawatir, merah di pipinya makin terlihat.