"Tidurnya jangan terlalu malam Nak, biar besok bangun buat ibadahnya nggak telat, biar sempat juga main dulu sebelum pulang" Pesan Ayah lalu masuk ke dalam tenda membawa Rayyan juga Sadewa yang sudah merengek karena lelah dan ingin segera tidur.
Dari tiga tenda, dua telah terisi. Bunda tidur bersama Niki lalu Ayah tidur dengan Rayyan juga Dewa, itu artinya hanya ada sisa satu tenda untuk Jinan juga Rendi.
Malam semakin larut sedangkan Jinan belum bisa tidur, ia terjaga meskipun sudah mencoba menutup mata terlebih Rendi juga belum masuk kedalam tenda, sehingga ia memilih untuk berjalan-jalan sebentar sambil menikmati keindahan malam di tepian pantai. Kakinya melangkah kemana saja, mengitari pesisir pantai yang teramat luas ini. Sepoi angin yang mengenai wajah juga tubuhnya. Jinan tak tau jika angin malam semakin kencang. Kenapa juga ia harus lupa memakai jaket, kau Bunda atau Rendi yang liat bisa kena marah dia.
Jinan berhenti sejenak lalu mengadahkan wajah menatap langit gelap yang berhiaskan kilauan bintang yang gemerlap. Ia tersenyum dengan tangan yang terangkat seolah mengambil satu bintang atas sana. "Bintang yang paling terang buat abang" monolognya kemudian terkekeh pelan. Suara deburan ombak terasa begitu nyata dengan hembusan angin yang semakin kencang. Jinan merapatkan tangannya untuk memeluk dirinya sendiri, suatu kesalahannya lupa membawa jaket sedangkan ia tahu bahwa dirinya tak terlalu kuat dengan cuaca dingin. Bahkan Jinan pernah dilarikan ke rumah sakit karena 'Hipotermia'.
"Semoga nggak apa-apa bentar lagi deh tanggung masih bagus view nya, mungkin kalau abang liat pas langsung di lukis" Jinan berucap sendiri dengan sorot mata yang memandang lautan.
Merasa lebih nyaman akhirnya ia memilih duduk dengan kaki yang tertekuk, lalu ia sembunyikan wajah disana. Malam di pantai selalu indah tapi dirinya tak bisa berlama-lama di keadaan dingin seperti ini. Jinan berusaha menguatkan dirinya karena kalau sudah kedinginan tubuhnya seolah mati rasa dan menggigil.
Tangan Jinan meraih sesuatu saat ia merasa hangat melalui punggungnya bahkan angin kencang tak bisa menembus mengenai tubuhnya lagi. "Ehh..." Jinan bingung melihat selimut tebal yang tersampir di punggungnya.
"Udah tau nggak kuat sama udara dingin masih aja nggak pake jaket, ngapain coba jalan jauh begini cuma pake kaos" Jinan mendongkak lalu mendapati Rendi yang wajah datarnya dengan kedua tangan yang tersembunyi disaku. "Lo ngapain malam-malam keluyuran gini? Mana sendirian lagi, ntar kalau Hipotermia lo kambuh mau minta tolong ke siapa!" Tanya Rendi lagi lalu ikut duduk disamping adiknya itu.
Bukanya menjawab Jinan malah meletakkan kembali kepalanya lalu wajahnya ia miringkan agar bisa melihat raut wajah abangnya. Jinan tersenyum dalam diam. Rendi mengikuti dirinya dengan membawa selimut tebal karena mengingat bahwa Jinan tak boleh terkena udara dingin.
Sebenarnya Rendi datang dan melihat Jinan berjalan sendiri, khawatir dengan kondisi adiknya Rendi lantas mengambil selimut dan dari kejauhan ia amati setiap langkah Jinan, tak jarang ia ingin segera berlari saat anak itu mulai mengusap-usap tubuhnya dan sampailah sekarang Rendi tak tahan lagi sehingga ia menghampiri anak itu lalu ia bungkus tubuh Jinan dengan selimut.
Kalau bukan khawatir, lantas apa namanya? Rendi hanya tak pandai menyampaikan apa yang ia rasa.
"Lo marah?" Tanya Rendi tiba-tiba
"Marah sama siapa?" Jinan balik bertanya
"Gw, mungkin" Rendi memalingkan wajahnya.
Kekehan kecil dari mulut Jinan membuat remaja yang beranjak dewasa itu kembali melirik kearahnya. Rendi baru saja menyadari bahwa senyuman Jinan begitu manis, Rendi menahan agar sudut bibirnya tak ikut terangkat. Ada rasa bahagia saat melihat Jinan tersenyum tapi Rendi tak bisa berekspresi "Kenapa harus marah ke Abang sedangkan posisinya tuh aku yang salah karena nggak izin, sekali lagi aku minta maaf ya bang, udah bikin abang khawatir sampai basah kuyup padahal abang paling nggak mau basah-basahan. aku juga minta maaf gelangnya sempat ilang, makanya aku kesana-kemari carinya, terimakasih banyak juga udah temuin gelang aku terus dibalikin lagi, gelangnya bakalan aku simpan baik-baik kok" Ucap Jinan panjang lebar diakhiri dengan senyuman manis sehingga sudut matanya ikut tersenyum
KAMU SEDANG MEMBACA
Five wishes! [SM Family]
Fiksi PenggemarBercerita tentang hubungan persaudaraan yang terjalin begitu erat dan saling menyayangi meskipun masih sering terjadi pertengkaran dan perdebatan untuk hal kecil sekalipun. Kelima orang ini tentu memiliki perangai dan budi pekerti yang berbeda, terb...