Dulu, semasa SMA, aku juga membaca sejarah negara yang seringkali tidak ada di dalam buku-buku sekolah. Aku jadi mengetahui bahwa beberapa aktivis hilang pada saat penghujung orde baru. Di usia senaif itu, dapat kurasakan tengkukku yang merinding menyadari bahwa ketika negara ini tidak baik-baik saja karena ulah rezim, seringkali rakyatnya sendiri yang menjadi korban.
Di mataku, Sonya yang seorang-mantan-wartawan, juga sama rentannya.
Dia tidak memiliki rasa takut.
Membayangkannya menghadapi bahaya sendirian sungguh tak tertahankan bagiku. Meski aku tahu bahwa wanita itu bisa melindungi dirinya sendiri. Namun tetap saja, aku tidak tahan. Wanita keras kepala itu harus kukejar bahkan meski hingga ke ujung dunia. Jika ada yang akan dilakukannya, maka itu harus bersamaku.
Untuk kesekian kali, aku mengecek jam di pergelangan tangan seraya menggigit bibir. Mataku mengawasi pintu keluar stasiun lebih tajam dari dua jam sebelumnya begitu mendengar satu lagi kereta datang. Orang-orang yang menyemut keluar itu diam-diam kupilah satu per satu. Hingga pada akhirnya, kutemukan kucir kuda yang begitu akrab di mataku tengah celingukan. Kutekan klakson mobil sekali demi mendapatkan perhatiannya. Menyadari kode yang kuberikan, wanita itu berlarian kecil ke tempat mobil sewaan ini kuparkir, mengintip sebentar, lantas membuka pintu dan duduk di kursi sebelahku.
Kemudian, Sonya mengomel.
"Apaan, sih, Ric, kayak begitu?!" keningnya mengerut, dadanya naik turun, matanya menyorot liar sementara kedua lengannya terangkat untuk merapikan rambutnya yang berantakan. Kucir kuda yang sebelumnya kulihat ia ubah menjadi cepol sederhana. Memperlihatkan leher jenjangnya. "Kamu nggak bisa, ya, nekat nyusulin ke sini. Emangnya aku ada nyuruh? Aku bisa kali bepergian sendiri. Disuruh nunggu anteng di Bandung aja nggak bisa kamu! Aku, kan, juga udah bilang. Aku ke sini cuma sementara. Sementara! Kamu denger, nggak?!"
Kukulum bibir agar tidak mendenguskan tawa padanya. Meski sedang mengomel, kecantikannya tidak pudar. Usai memarahiku panjang lebar, Sonya bersedekap seraya melempar tatapan ke arah luar. Keningnya masih mengerut kesal.
"Aku dapat nomor kontak Gibran. Aku bisa jadi partner kamu. Asisten kamu, malah," terangku pelan. Sonya masih enggan menoleh padaku. Namun, bola matanya melirik padaku. "Maaf."
Melihat Sonya yang tidak merespons permintaan maafku, kudesahkan napas sebelum menyandarkan punggung pada sandaran kursi kemudi. Setidaknya merasa lega karena bisa melihat Sonya sekarang. Meski apabila aku menuruti larangan Sonya agar tidak menyusul ke Jember, aku tetap akan kalut sendirian dan terjebak dalam pertanyaan apakah ia baik-baik saja tanpa jawaban pasti. Maka, kutunjukkan bahwa aku juga bisa nekat. Aku terbang sendirian kemari dan tiba terlebih dahulu sebelum Sonya. Menyewa hotel dan mobil, lantas menjemput wanita gila ini di stasiun. Dari kejadian ini, aku baru menyadari bahwa sudah waktunya bagiku untuk mempekerjakan seorang asisten pribadi.
Kemarin, dalam waktu beberapa jam, setelah menghubungi Kafka teman sekolahku dulu agar dapat membantuku mencarikan asisten sementara untuk dapat langsung bertugas, aku bergegas mengepak barang-barang dan memesan tiket tercepat. Selagi aku masih berhalangan hadir, kuminta Kafka untuk mencarikan asisten pribadi pengganti apabila yang bertugas sekarang tidak bisa bekerja secara berkelanjutan.
"Apa rencana kamu?" tanyaku memecah keheningan.
Sonya membuka smartphone miliknya dan mulai mengetikkan sesuatu. Kemudian, ia menyodorkan benda itu padaku dan menunjukkan sebuah tujuan dari maps. Kuanggap itu kode untukku agar membawa kami ke lokasi tujuan. Perguruan tinggi di mana Sonya pernah belajar. Detik berikutnya, kubelokkan roda kemudi mengikuti arah pada maps.
"Aku hanya berusaha untuk bantu kamu sebaik yang aku bisa, sesuai permintaan kamu... sewaktu kita di Jantung Nusantara," ujarku sekali lagi, tidak peduli ia akan merespons atau tidak. "Aku takut kamu dapet masalah sendirian di sini."
![](https://img.wattpad.com/cover/296546310-288-k871853.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SEBUT KISAH INI DENGAN SONYA (ONGOING)
Mystère / ThrillerDi tahun pertama SMA, Alaric harus pindah domisili lantaran kasus korupsi yang dilakukan ayahnya. Bukan hanya korupsi, sudah 2 tahun Mamanya menutup-nutupi kelakuan suaminya yang selingkuh dengan seorang mahasiswi salah satu universitas di Malang. S...