Hilang

9 2 0
                                    

Aku memang beristri. Keluarga juga belum terdeteksi mengalami keretakan. Istri dan keluarga, aku memilikinya. Namun baik keluargaku maupun keluarga Grace tidak ada yang tahu bahwa aku memiliki satu unit apartemen sendiri, kecuali tentu Delvin dan Grace. Aku sering merasa bahwa aku membutuhkan waktu sendirian di antara hari-hariku yang ramai. Meskipun baik Grace ataupun orang tuaku mengetahui hubungan kami yang lebih mirip sebatas sahabat saja, mereka tidak tahu menahu perihal apartemen ini. Grace tinggal di rumah orang tuaku. Selama ini kami baik-baik saja. Namun setelah aku menemukan Sonya, aku bahkan sangsi apakah pernikahan ini akan terus berlanjut.

Setelah delapan tahun, tidak mungkin aku akan menyerah untuk kedua kalinya.

Usai membersihkan diri dan menggosok-gosok rambutku yang basah, kulangkahkan kaki menuju kulkas. Mendadak merasa lapar. Detik berikutnya aku kecewa melihat isi kulkas yang hanya beberapa botol air minum dan sebuah yogurt. Mendesah, kusambar smartphone di atas meja dan memesan sepaket ayam goreng dari restoran terdekat.

Mengingat kasus yang sedang digali Sonya selama ini, kurasa kasus itu memang hal yang cukup serius. Namun, seorang wartawan yang meluangkan waktu untuk mengintai almamaternya sendiri demi sekadar berburu berita eksklusif rasa-rasanya sedikit tidak masuk akal. Aku yakin, apa pun itu, kurasa hal ini tidak sesederhana yang kupikirkan. Delapan tahun bukan waktu yang sebentar untuk seseorang menggali berita hilangnya para mahasiswi. Jika memang benar begitu, pasti kasus ini akan terkuak ke media jauh-jauh hari.

Ada sesuatu yang lain. Untuk mendapatkan jawabannya, aku sendiri yang akan menggali isi pikiran Sonya.

Aku menghambur masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian santai, lantas menyambar laptop dan membawanya di sofa ruang tengah. Mencari informasi dan berita apa pun perihal institusi pendidikan terkait. Aku mengecek laman resmi kampus dan artikel-artikel yang menyangkut kampus secara langsung. Tampaknya yang muncul hanyalah berita-berita tentang prestasi, ospek mahasiswa baru, kegiatan sosial, dan bedebah lainnya selain topik yang sedang diincar Sonya.

Bel apartemenku berbunyi. Dari intercom kulihat bahwa kurir yang mengantar pesananku datang. Kusodorkan nominal lebih dan mengucapkan terima kasih sebelum menutup pintu. Baru saja kuletakkan box pizza di atas meja, suara bel kembali mengudara. Mungkin kurir baru saja ingin menyerahkan uang kembalian yang sebenarnya tidak perlu.

"Kembaliannya ambil aj—"

Bukan kurir. Melainkan istriku, Grace.

Wanita itu menelengkan kepala ke satu sisi memandangku. Satu tangannya membawa bingkisan besar yang terlihat seperti boks-boks makanan.

"Aku pikir tadi kurir." Aku bergerak menyamping mempersilakan Grace untuk masuk. Ia meletakkan bingkisan tersebut di atas konter dapur sebelum menatanya ke dalam kulkas.

"Makanya kalau nggak bisa masak, pulang."

Aku membisu tanpa menjawab kalimat Grace, sibuk menggulir layar laptop membaca-baca artikel. Rasanya aku masih enggan berbicara lebih intens dengan Grace setelah kejadian di Tokyo. Menyadari kebungkamanku, Grace berjalan mendekat. Aku nyaris melupakan bahwa aku baru saja memesan satu kotak pizza hingga Grace membukanya dan menyiapkan satu potongan untukku di atas piring kecil.

"Look, Alaric, I'm sorry."

Hening. Aku tidak menjawabnya sama sekali, membiarkan Grace berkelut dalam kegelisahannya sendiri.

"Nggak seharusnya aku bersikap lancang seperti itu. Please, can't yo forgive me?"

Berhenti menatap layar laptop, keembuskan napas kesal dan memandang Grace dalam kerutan resah yang terpasang pada raut wajahnya. "Aku nggak bakal menolerir sikapmu lagi kalau kamu mengulangi kesalahan yang sama. Aku nggak suka ya, Grace, kalau orang luar masuk lebih dalam ke kehidupan yang aku proteksi banget, terutama sama hal apa pun yang berhubungan sama diary itu."

SEBUT KISAH INI DENGAN SONYA (ONGOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang