Gauri menyadari, Gika agaknya jauh lebih sering keluar rumah nyaris dua bulan belakangan ini. Pagi ini, Gika sudah rapi dan sudah duduk menikmati sarapannya. Gauri tau betul, Gika tidak pernah sarapan di jam enam pagi, dan apa-apaan sekarang ini?
"Pa?" Gauri memberi kode pada suaminya, mereka sudah ada rencana untuk bertanya keanehan ini pada Gika.
"Gika? Kamu keliatannya sibuk banget ya? Sering pulang malam juga sekarang." Hari-hari biasanya juga iya, Gika pulang malam. Tapi tidak sering dan tidak diatas jam sebelas malam
"Iya pa, abis kerja ya main aja." Kata 'main' agaknya sudah tidak cocok untuk usianya sekarang. Tapi entah kenapa, Gika belum ada keinginan untuk jujur pada orang tuanya bahwa setiap hari ini, ia makan malam dan mengobrol panjang dengan Gama.
Gama, yang dua bulan belakangan ini memang rutin hadir di hidupnya. Walau hanya sekedar makan dan saling bertukar pesan. Kesimpulan yang Gika dapat hanya sebatas 'nyaman' juga merasa punya 'teman'. Gika akui tidak ada rasa suka apalagi cinta disini, tapi Gika akan cukupkan itu dengan nyaman yang ia maksud. Gama adalah pria yang lembut, pengertian, dan selalu mau mendengar. Gika tidak pernah bosan berbicara dengannya, makanya tiap hari selama dua bulan belakangan ini ia pulang terlambat. Mereka tidak melakukan apapun, hanya mengobrol dan bersenda gurau. Menghilangkan penat setelah seharian bekerja.
"Main kemana?" Tanya papanya
"Sama siapa?" Tanya mamanya.
Gika sampai heran, ia bergantian menatap orang tuanya dengan keningnya yang mengernyit.
"Ya sama temen__
"Papa gak keberatan kok kalau semisal ternyata kamu punya pacar dan mau menikah lagi." Tidak. Gika tidak berfikir sampai sana. Tidak jika dengan Gama.
Untuk saat ini dan entah sampai kapan, bagi Gika, Gama hanyalah teman. Meskipun memang, pertemanan ini agak berbeda. Teman yang komunikasinya begitu rutin, saling mengabari setiap hari, dan selalu menyempatkan sedikit dari waktu sibuknya sekedar duduk berdua bercerita.
"Aku gak punya pacar pa, dan kayaknya__
"Jangan ngomong gitu Gika" Gauri memotong, dia sudah tau apa yang ingin Gika katakan.
"Satu kegagalan bukan berarti semuanya jadi gagal. Lagi pula pernikahan kamu berakhir karena laki-laki itu yang bodoh." Gauri memang sudah berdami dengan Salma, namun dengan segala batas yang ada. Gauri hanya berbicara sesekali dan masih menolak untuk bertemu, apalagi membahas soal Aric yang mencampakkan anaknya.
"Udahlah ma, aku berangkat dulu." Dan Gika merasa, makin hari makin tidak menyenangkan melihat bagaimana usaha orangtuanya untuk menyakinkan dirinya agar segera menikah lagi.
Gika memang mau, tapi tidak semudah itu prosesnya.
_____
"Bentar ya Gi, saya angkat telepon dulu." Gika mengangguk, sebenarnya ini sudah kelima kalinya Gama menerima panggilan. Dia juga tidak mengangkat teleponnya di depan Gika.
"Ada apa sih?" Dan Gika sudah tidak tahan lagi untuk tidak bertanya.
"Enggak kok, cuma kerjaan." Gika mengernyit heran, ini sudah pukul sebelas malam. Dan Gama adalah seorang dokter anak. Apakah maksudnya ada pasien dadakan? Anak-anak?
"Ada masalah?" Gama menggeleng, wajahnya dipenuhi titik-titik keringat. Menggambarkan kepanikan yang turut membuat Gika kepikiran.
"Kamu kayaknya lagi__
"Iya Gika, saya kayaknya harus pergi sekarang, ada masalah penting." Gika mengangguk, ia turut mengambil barang-barangnya dan berniat ingin pulang. Warung makan pinggir jalan tempat mereka makan tadi syukurnya belum benar-benar sepi.
![](https://img.wattpad.com/cover/366033235-288-k927294.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN TO BE OVERLOVE ✓
ChickLitI can smile because we're together, i can cry because it's you. So what can't i do? - smile flower