7. Pergi Bersama

1K 136 27
                                    

Di tengah keheningan malam, sosok bayangan hitam terlihat menjauh dari Kerajaan Calestia. Hingga saat tiba di gerbang kota, sosok itu masuk ke dalam kereta kuda entah milik siapa yang membawa sosok itu pergi entah kemana.

Suara ketukan langkah kaki kuda menggema, di susul derekan roda sebagai penyangga kencana. Kereta itu terus melaju, masuk ke dalam hutan terlarang yang sudah jelas telah melanggar peraturan.

Burung yang sempat hinggap di dahan pun mengepakkan sayapnya, merasa terganggu dengan langkah sang kuda. Namun kereta itu terus melaju tanpa menghiraukan gelapnya malam, ataupun dinginnya angin yang menyapa.

Saat setelah kereta itu berhenti, sosok yang ada di dalam pun turun dan melangkah dengan anggun. Mengeratkan jubah kebesarannya guna menghalau rasa dingin yang mulai terasa.

Sosok itu melepas tudungnya, membiarkan rambut panjangnya terurai ke bawah dengan indah. "Kau sudah datang?" Sosok lain mendekat, membawa pinggang ramping milik sosok itu di bawa kedalam rengkuhan hangat seseorang.

"Sesuai perintahmu, Yang Mulia" Terdengar kekehan berat dari lawan bicaranya. Wajahnya begitu menawan di bawah cahaya bulan, membuat sang wanita tidak bisa untuk tak jatuh cinta pada pria yang kini tengah merengkuhnya dengan penuh mesra.

"Kabar apa yang kau bawa kali ini?" Sang lelaki mengurai pelukannya terlebih dahulu, baru setelahnya membelai lembut rambut pirang khas Kerajaan Utara milik wanita itu.

"Kau tau Pangeran Julian?" Sang lelaki pun mengangguk sebagai jawaban. Memangnya siapa yang tak mengenal Jendral Perang milik Calestia itu? Bahkan namanya sudah tersebar luas sampai ke seluruh benua. "Ada apa dengannya?"

"Dia membawa seorang anak yang memiliki tanda lahir merah sepulangnya dari perbatasan. Kau tau artinya kan?" Lelaki itu terlihat melebarkan matanya sejenak sebelum seringai penuh kemenangan terbit di bibirnya.

"Kita harus mendapatkannya" Ujarnya penuh tekad. Cengkraman di tangannya menunjukkan betapa teguhnya ia kali ini. "Tidak bisa, Yang Mulia" Sahut si wanita yang membuat kesenangan lelaki itu luntur begitu saja.

"Daniel mengangkat anak itu sebagai anak bungsunya"

"Ya, Daniel tidak akan melepaskan anak itu dengan mudah. Begitu juga denganku" Sahut si lelaki. Matanya memancarkan kebencian kala mengucapkan nama musuh bebuyutannya itu

Lelaki itu beralih ke arah pujaannya, menggenggam tangan putih yang sehalus sutra. "Kau tenang saja. setelah aku mendapatkan anak itu, kau akan ku jadikan Ratu di Kerajaanku" Wanita itu lantas tersenyum malu mendengar pernyataan lelaki yang di cintainya. "Aku tidak sabar menunggu hari itu tiba"

...

Kesal Anka rasakan begitu melihat Eros yang sama sekali tidak becus melakukan perintahnya. Padahal ia hanya menyuruh Eros menjadi seorang kiper saja, tapi lelaki yang beberapa tahun lebih tua darinya itu justru hanya berdiri seperti patung yang dijadikan pajangan di aula istana.

"Kalau Lo nggak bisa mending pergi sana!" Usirnya, tak apa jika ia harus bermain sendirian yang penting tidak bersama Eros yang sering kali membuat darahnya mendidih.

"Tinggal nangkep doang apa susahnya sih!" Anka menggerutu, mengambil bola yang baru saja ia buat menggunakan daun kering yang berjatuhan. Sedikit rusak juga karena Anka terlalu keras menendangnya.

Anka menaruh bola yang separuh rusak itu dibawah kakinya. Namun sebelum menendang, ia kembali memberikan wejangan pada Eros agar menangkap nya. Sedangkan di sisi lain, para pangeran tampak mengepalkan tangannya. Seharusnya merekalah yang bermain dengan Anka, bukan malah bermain dengan Eros yang hanya seorang prajurit rendahan.

"Siap siap ya!"

Anka menendang bola saat seperti ia tengah bermain futsal. Namun belum sampai terjun ke gawang yang ia buat asal-asalan, bola itu justru terbang terbawa angin dan hinggap di wajah Pangeran Juan.

Puk!

Tawanya pecah seketika, mengingat ia belum memberikan balasan atas insiden kuda yang terjadi beberapa hari yang lalu. Dengan sangat menawan Anka mengangkat kedua sudut bibirnya, memamerkan deretan gigi putih yang tertata rapi.

Tawanya bagaikan aliran air yang jernih, menyegarkan jiwa dan menghapus semua beban di hati. gelak tawanya membawa kehangatan, seolah menciptakan cahaya di tengah kegelapan. Ia mampu mengubah suasana, membuat setiap momen terasa lebih ceria dan berharga.

Anka sulit menghentikan tawanya, membuat Juan menatap tajam kearahnya. "Kau!" Juan tak bisa berkata-kata, terlalu malu dengan apa yang baru saja terjadi.

"Rasain" Masih dengan tawanya yang candu, Anka menjulurkan lidahnya dengan niat mengejek. Perutnya sampai keram karena menertawakan Juan.

"Anka, mau ikut denganku?" Tanya Jayden yang tiba-tiba saja datang dengan jubahnya. Sontak hal itu membuat semuanya menatap aneh ke arah Jayden. Tapi segera mereka alihkan karena merasa tak sopan.

"Kemana?" Tanya Anka, Jayden menelan ludahnya gugup kala melihat bagaimana polosnya Anka saat bertanya. Sepertinya, ia harus lebih dekat lagi dengan adik kecilnya.

"Berburu" Setelah Jayden mengatakan itu, Anka melompat senang dan dengan segera menghampiri Jayden dengan antusias. "Ayo!" Daripada bermain dengan Eros yang membuat darahnya mendidih, lebih baik dirinya ikut dengan Jayden.

"Jarang sekali Putra Mahkota punya waktu untuk berburu" Tukas Juan. Bicaranya memang terdengar sopan, namun ada sedikit kesarkasan di dalamnya. Memang sedikit aneh, mengingat perkerjaan Jayden yang melimpah ruah.

"Aku bisa menemanimu jika kau mau" Lanjutnya

"Apa aku mengajakmu?" Balas Jayden dengan tenang. Tak sedikitpun terpengaruh dengan tatapan sinis Juan. Walaupun tak terlalu di perlihatkan, namun Jayden tau Juan menatapnya tak suka. "Tidak, tapi kau mengajak orang yang salah. Anka tidak suka menaiki kuda, bukan begitu?"

Kerutan di dahi Anka langsung muncul begitu Juan mengatakannya. "Kau pikir siapa yang membuatku takut menaiki kuda jika bukan dirimu? Pangeran Juan yang terhormat!" Juan terkekeh kecil mendengar nada sarkas dari adiknya.

"Tak apa, aku bersamamu. Tidak perlu takut" Jayden memberikan kata-kata terbaiknya. Lama Anka berpikir, sampai akhirnya ia mengangguk kecil. Juan mendengus kala Putra Mahkota membawa Anka pergi begitu saja. Tak tinggal diam, ia pun juga mengikuti keduannya.

...

Dan pada akhirnya, kelima Putra Raja Calestia pergi bersama-sama. Kali ini, Putra Mahkota yang mendengus tak suka, karena niatnya hanya ingin berduaan dengan adik bungsunya.

"Pakailah jubah ini, musim dingin akan tiba sebentar lagi" Daniel memakaikan jubah berbulu yang hangat pada Anka. Ia hanya tak ingin Putranya sakit karena kedinginan. "Terimakasih, Ayah" Daniel selalu suka saat Anka memanggilnya dengan sebutan Ayah, ia lantas tersenyum dan mengangguk kecil.

Sesampainya di hutan, Anka segera turun dari kuda dengan bantuan Putra Mahkota yang kini menampilkan wajah kesalnya. Dimana ekspresi itu begitu langka terjadi karena mengingat Jayden yang selalu menampilkan wajah datarnya.

"Kau terlihat tidak senang, Pangeran?" Celetuk Julian. Jayden berdecih pelan sembari memutar bola matanya malas. Bagaimana tidak? Ia niatnya hanya akan pergi bersama Anka saja!! Tetapi niatnya gagal total saat Julian dan adik kembarnya turut ikut serta.

Jayden hanya melirik sekilas, sebelum mengambil busurnya lantas melenggang pergi menyusul Anka yang sudah pergi terlebih dahulu.

"Kakak, ini buah apa?" Tanya Anka. Jemari kecilnya menunjuk buah bewarna orange yang terlihat segar dimatanya. Buah itu begitu asing dan mungkin tak akan ada di dunianya, bentuknya saja sangat aneh.

"Itu bukan buah, itu tanaman beracun" Bukan Jayden yang menjawab, tapi Pangeran Juna yang tiba-tiba berada di belakang Sang Putra Mahkota.

"Tapi kelihatannya enak" Balas Anka, hampir saja Anka menyentuh tanamannya namun segera di gagalkan oleh Jayden. Anka mendongak sembari memberikan senyum konyolnya kala melihat Jayden yang memberikan tatapan tajamnya. "Nakal".













See you next time....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

History of CalestiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang