"Pangeran, Hamba mohon anda segera turun. Jika Raja mengetahuinya-"
"Berisik Babi!" Anka melemparkan kerikil kecil tepat di kening seorang Prajurit yang sedang menemaninya. Jika ada Eros pun Anka lebih mengajak Eros dari pada Prajurit yang berjaga di depan kamarnya
Setelah berada diatas tembok pembatas, Anka mengulurkan tangannya berniat membantu prajurit itu untuk naik juga
"Pa-Pangeran i-ini tidak akan berakhir baik" Ujar prajurit itu dengan gagap. Keningnya mengeluarkan tetesan air saking gemetarnya menuruti permintaan Anka
Anka menatap jengah di atas sana, kakinya yang semula menggantung kini dibuat berdiri diatas tembok. Tentu tindakan itu membuat Sang Prajurit panik takut jikalau Anka terjatuh
"Kalau nggak mau ya udah, aku mau pergi sendiri!" Katanya
"Ja-jangan Pangeran, atau Raja akan membunuhku nanti" Anka memutar bola matanya jengah mendengar kalimat yang entah sudah ke berapa kali prajurit itu lontarkan
"Kalau begitu diam disini!! Aku mau keluar" Geram Anka, padahal ia hanya tinggal lompat dan setelah itu dirinya akan berada di luar Istana. Tapi Prajurit dibawahnya itu selalu menggagalkan aksinya
"Sedang apa kau disana, Pangeran Alanka?" Suara dari Pangeran Julian mengejutkan Anka hingga ia oleng dan hampir saja jatuh jika tidak diselamatkan oleh Kakak keduanya itu
Sang Prajurit bahkan sudah memegang dadanya yang berdetak kencang karena hampir saja nyawanya melayang
"Kau, pergilah!" Melihat ada kesempatan bagus, Prajurit itu buru-buru pergi setelah melakukan penghormatan pada Julian
Sedangkan Anka menundukkan kepalanya, merasa tatapan tajam akan segera dilayangkan padanya. "Dan kau, apa yang kau lakukan disana, Pangeran?"
"Kenapa memanggilku seperti itu?" Sungut Anka yang kini dengan berani menatap mata Julian
Julian mengangkat sebelah alisnya. "Lalu aku harus memanggilmu apa?"
"Bukankah sekarang aku adikmu?"
"Tentu saja, Lalu?"
"Panggil aku Adik, atau setidaknya namaku. Kau memanggilku dengan sebutan Pangeran, bukankah itu seperti kita tidak saling mengenal?" Anka terdiam sebentar setelah mengatakannya. Bukankah mereka memang tak saling kenal?
"Tentu saja aku harus memanggilmu Pangeran, kau sekarang adalah Pangeran Calestia. Sebagai Jendral dan juga Pangeran negeri ini, aku juga harus menghormati mu. Bahkan Yang Mulia Raja pun akan memanggilmu seperti itu juga" balas Julian dengan datar
Anka melebarkan matanya. "Kau bahkan memanggil Ayahmu seperti itu, kalian benar-benar gila hormat" Anka geleng-geleng kepala dibuatnya
"Apa kau tidak ingin dipanggil Kakak!?" Anka bersindekap dada lantaran kesal, tangannya mengusap peluh di dahinya dengan kasar karena sedari tadi berbicara dengan ngotot
Julian lantas terdiam, tidak pernah terpikirkan Sekalipun dalam hidupnya akan ada seseorang yang menanyainya seperti itu
"Kau juga, apa kau tidak ingin dipanggil Kakak oleh adik-adikmu?!" Julian menoleh kebelakang, melihat Jayden yang berdiri mematung bersama dengan kesatrianya
...
Jayden mengibaskan jubahnya lalu duduk di ruang kerjanya. Gulungan kertas di atas meja ia abaikan saat kata-kata Anka berlari liar di kepalanya
"William" Panggilnya
"Hamba disini, Putra Mahkota" William sebagai Kesatria Putra Mahkota memang harus selalu mengikuti kemanapun Ia pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
History of Calestia
Teen FictionAlanka tak pernah menyangka akan adanya dunia lain selain dunia tempatnya tinggal. Memangnya siapa yang akan percaya? Tapi semua itu terpatahkan ketika tiba-tiba dirinya berada di tempat antah berantah. Dimana mereka menempatkan kekuasaan diatas se...