13

163 14 0
                                    

Lain halnya di kerajaan Aquare kini Yuni tengah gelisah, semalaman Ibu nya selalu berteriak kesakitan membuat dia tidak bisa tidur.

Namun Benjamin sang kakak selalu menegaskan jika segalanya baik-baik saja.

Tapi menurutnya tidak, bahkan Ayahnya sedang mencari cara agar bisa menyembuhkan sakit Ibu nya yang tidak pernah membaik.

"Ya Dewa, aku tidak ingin Ibu kesakitan terus menerus, apa yang harus aku lakukan untuk menyembuhkannya." Gumamnya.

Namun selintas ingatan mengenai perkataan Tabib yang mengatakan obatnya hanya dimiliki Ratu Alice membuatnya tersadar kembali, jalan satu-satunya adalah dengan meminta belas kasih sang ratu Devile.

Yuni berjalan mengelilingi taman, terlihat disana para wanita bangsawan sedang serius memperbincangkan debutante yang akan diselenggarakan beberapa bulan ke depan.

Mengingat ia dan beberapa gadis bangsawan akan bersamaan dalam menghadiri acara.

"Apakah ratu Alice memiliki seorang putri? Andai saja saat waktu debutante nanti aku bisa berteman dengannya." Ujar Yuni.

Suara langkah kian mendekat saat dirinya sedang fokus berdialog sendirian. Matanya memutar ke arah dimana bayang mulai muncul karena tersorot sinar matahari.

Tubuh tinggi berdiri di belakangnya membuat Yuni refleks memutar tubuhnya. "Apa yang sedang kamu pikirkan adikku?" Benjamin menghampirinya tanpa dia duga.

Pesta teh para gadis dalam etika nya tidak memperbolehkan laki-laki masuk dalam perkumpulan itu, sedangkan kakaknya dengan santai memasuki kawasan membuat para wanita bangsawan yang hadir sibuk berbisik mengenai kakaknya.

Kakaknya memang terkenal tampan dan sopan di hadapan para lady, tidak tau saja betapa egois nya pria yang menjadi kakak nya itu.

Yuni hanya menghela nafas, sibuk memikirkan cara mengusir kakaknya yang datang secara tiba-tiba.

"Kakak?"

Benjamin berdehem. "Aku sedari tadi memperhatikan mu sibuk dengan pikiran sendiri tanpa ikut berbicara bersama yang lain. Apa yang menganggu pikiran mu hmm?" Benjamin mengusap kepala adiknya dengan lembut, dan jelas semua lady merasa tersipu dengan tingkah Benjamin sang pangeran yang begitu mencintai adiknya.

Yuni sendiri nampak sedikit risih ketika para lady melihat kakaknya dengan takjub, ia merasa kesal dan ingin pergi dari sana.

"Kakak, ini perjamuan teh ku, setidaknya biarkan aku menyelesaikan acaranya dan seperti yang kakak tau, ini telah melanggar etika bangsawan karena seorang pria hadir di perjamuan teh wanita." Benjamin tersenyum, menganggukkan kepala menarik diri dari jarak yang dekat dengan sang adik.

Ia memasukkan kedua tangan di saku dan tersenyum. "Baiklah, aku tidak akan mengganggumu lagi adikku. Tapi jangan melamun lagi. Nikmatilah pesta yang Ayahanda persiapkan untukmu." Yuni mengangguk, setelah merasa lega akhirnya Benjamin pergi dari tempatnya.

"Putri, saya sangat tidak menyangka putra mahkota begitu perhatian." Ujar salah satu lady.

"Aku pikir dia dingin karena jarang tersenyum, tapi bersama adiknya dia begitu baik." Tukas yang lainnya.

Salah satu lady mengibaskan kipas ke wajahnya dan terkekeh. "Aku begitu tertarik jika ada yang memperkenalkan, jika bersedia lady bisa membuatku dekat dengan putra mahkota. Aku begitu tulus." Ujar nya membuat Yuni menatap tidak suka.

Ia tidak mempermasalahkan siapa yang terpikat dengan kakaknya. Tapi tingkah mereka bagaikan bangkai busuk yang terlalu menyengat. "Itu pilihan kakak ku lady, aku tidak bisa memaksa kehendaknya." Ucap Yuni.

Generation Of Prince And Princesses Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang