Ruka merasa gelisah setelah memberi tahu Stephen jika Aurora menghilang belum ada kabar tentang keberadaan adiknya.
Ruka memeluk Sooya dengan Air mata yang tidak berhenti keluar. "Ibunda bagaimana ini, Ruka salah tidak memegang tangannya." Ucap Ruka dengan khawatir.
Sooya mengelus kepala putrinya guna menenangkan putri pertamanya. "Sttt, jangan salahkan dirimu. Adikmu pasti akan ditemukan." Ucap Sooya.
Ruka tidak pernah tau bagaimana menghadapi kakak laki-laki nya nanti, karena Jake begitu menyayangi Rora.
Brakk
"Ruka!!" Teriak Jake yang baru saja mendapat kabar kehilangan adiknya.
Tubuh gemetar dengan sudut air mata yang menggenang, Ruka sangat takut jika Jake menyakiti nya karena tidak sengaja membuat Rora hilang.
"Bagaimana bisa kau membuat Aurora adik kesayangan ku menghilang hah!" Sulut emosi yang dicurahkan Jake membuat Ruka semakin bersalah.
"Aku tidak melakukan apapun kak, Rora pergi dari jangkauan ku." Mendengar hal itu aura kemarahan Jake semakin besar.
Jake menghampiri Ruka dan menarik rambutnya dengan kasar. "Jika sampai Aurora tidak ditemukan maka kau yang menjadi objek kemarahanku!" Sooya yang masih disana melepas cengkraman Jake.
Matanya ikut menatap marah karena perlakuan anak sulung nya. "Putra mahkota! Apakah Ibu mu mengajari cara kekerasan dalam memperlakukan adikmu?!" Mendengar kemarahan ibunya Jake pun bersimpuh meminta pengampunan.
"Maaf Ibunda, tapi itu memang kesalahan putri Ruka." Ujarnya sambil melempar tatapan benci pada Ruka.
Sooya menghela nafas menarik tangan putranya dan memegangnya dengan lembut. "Jangan lakukan hal yang akan menyakiti siapapun, Ibunda tau adanya Ruka bukan keinginan mu tapi justru itu sebuah anugrah karena tanpa Ruka Ibunda tidak bahagia." Jake terdiam sesaat sebelum berpamitan pergi.
"Ingatlah Jake, damailah segera dengan keadaan sebelum semuanya berubah." Jake mengepalkan tangan dan pergi begitu saja setelah mendengar ucapan Sooya.
Ruka menatap kepergian Jake dengan sendu, ia juga tidak mau diposisi itu. Ia salah memang pernah berniat menyingkirkan Rora. Tapi dulu saat ia belum dewasa. Beda hal nya dengan sekarang. Ia juga telah menyayangi adiknya itu.
Yuni kini telah berada tepat di depan kerajaan Devile, ludahnya Sulit untuk menelan apapun karena rasa takut.
Siapa yang tidak mengenal kekejaman raja Devile. Siapapun akan bersimpuh dengan meminta pengampunan agar nyawa mereka selamat.
Yuni melirik sekitar menyipitkan mata dan dengan gerakan cepat ia membekap perempuan itu dan segera mengganti pakaiannya dengan pakaian pelayan.
"Ema!!" Yuni terkejut saat seseorang berteriak. Nampak mendekat Yuni yang kebingungan akhirnya menyingkirkan tubuh wanita itu keluar istana lewat pagar belakang.
Yuni kembali dengan rasa gugup takut ketakutan.
"Astaga rupanya kau disini, tapi aku melewatkan sesuatu, wajahmu...." Yuni mengepalkan tangan. "Saya tidak bermake up." Mendengar nya kepala pelayan tersenyum. "Maksudku kamu harus diseleksi kepala pelayan dulu, aku baru melihat wajahmu hanya kaget karna kamu terlihat pucat." Yuni merasa detak jantungnya memompa lebih cepat karna takut ketahuan.
"Maafkan saya." Ujar Yuni. Dalam hati Yuni berujar. "Seharusnya aku berganti wajah pelayan itu sebelum ketahuan." Batinnya.
Kepala pelayan tersenyum "Dan bagus jika kamu merubah penampilan mu aku sempat mendengar jika kamu selalu berdandan dan ternyata kamu cantik natural, kamu adalah pelayan pangeran jadi tidak baik jika kamu bermake up." Yuni tersenyum dan mengangguk dengan hati lega.
Lantas kepala pelayan menarik Yuni. "5 menit lagi pangeran akan menggunakan kamarnya. Maka rapihkan dengan benar atau kita bisa kehilangan nyawa." Yuni mengangguk mengerti.
Yuni akhirnya mengikuti kepala pelayan ke kamar putra mahkota. Yuni segera membereskannya sebelum putra mahkota datang.
Yuni nampak mengamati interior yang sangat terlihat suram seperti kerajaannya. Nampak tidak bernyawa dan sepi. Ia membandingkan dengan Aquare walau tidak jauh berbeda tapi Aquare masih terlihat hidup karena para pelayan tidak tertekan oleh kematian.
Saat hendak menutup pintu kamar seseorang mengaketkannya. "Baru selesai? Kerja mu apa saja hingga terlambat membereskan semua pekerjaan HAH!" Teriak Jhonny. Yuni nampak gemetar takut karena diteriaki.
"Maaf putra mahkota saya tidak akan melakukan kesalahan lagi." Jhonny menaikkan sebelah alis.
"Tunggu. Apa kau tidak di ajarkan memanggilku pangeran. Dasar pelayan bodoh, dan wajahmu sangat pucat?" Sindir Jhonny membuat Yuni merasa kesal juga.
"Maafkan Saya pangeran saya akan memperbaiki etika saya dan lagi pula saya tidak tertarik pada anda." Jhonny menyeringai. "Benarkah? Lantas setiap kali aku hadir para pelayan yang ditugaskan selalu memakai parfum yang menyengat. Bukankah kau pun melakukan hal serupa?" Yuni mengigit bibirnya.
"Hanya iseng." Jhonny tertawa sumbang dan menatap Yuni dengan intens. "Kau tidak bisa menipuku. Karena sudah banyak rakyat jelata yang meminta kemurahan hatiku." Yuni nampak mual mendengarnya.
"Anda terlalu percaya diri." Jhonny menatap Yuni Tajam. "Beraninya kau..." Yuni membungkuk memberi hormat.
"Pekerjaan saya masih banyak maaf tidak bisa menjadi teman berbicara anda pangeran. Saya bersalah saya minta maaf." Yuni pergi dengan terburu-buru.
Jhonny nampak menyeringai. "Dia seperti bukan yang kemarin-kemarin, dan yang ini lebih membuatku relaks tanpa tekanan. Jauh lebih baik." Gumamnya sambil tersenyum aneh.
Sedangkan Yuni menahan nafasnya ingin kabur namun ia belum bertemu dengan ratu Alice. Walau menjadi pelayan anaknya tidak apa asal ia bisa bertemu dengan ratu Alice sesegera mungkin.
Setelah kejadian Chiquita menyelamatkan Ethan nampak Ethan memandangi wajah Chiquita yang nampak sibuk mengamati langkahnya.
"Lucu sekali dia." Batin Ethan.
Chiquita yang merasa ada yang mengamati menoleh dan terkejut dengan tatapan intens yang Ethan berikan.
"Apa?" Tanya Chiquita.
Ethan menggelengkan kepala karena lupa dengan tujuannya."Ah, sebentar lagi kita akan keluar dari hutan menuju kerajaan Demeter." Chiquita mengangguk paham dan kembali melihat sebuah gerbang tinggi yang terbuat dari besi kokoh dengan balutan tinta emas.
Chiquita nampak terperangah dengan lingkungan sekitar yang banyak para manusia, pedagang dan penduduk yang saling berbincang dan para gadis muda yang memilih barang2 indah yang mereka inginkan.
Impiannya.
Chiquita hendak berlari menuju salah satu toko aksesoris namun tangannya dicekal Ethan. "Jangan pergi jauh dariku sedikit saja. Kamu belum mengenal lingkungan ini manusia disini tidak ada yang bisa dipercaya!" Chiquita menghela nafas.
"Kenapa, bukankah mereka juga menikmatinya?" Mendapatkan pertanyaan itu Ethan menghela nafas dan memegang pipi Chiquita dengan gemas.
"Walau mereka terlihat ramah, kamu disini asing dan kamu belum mengenal siapapun jadi percayalah padaku!" Chiquita mengangguk setuju menggenggam tangan Ethan yang spontan membuat Ethan berdesir.
"Kalau begitu kita harus bergandengan agar kau percaya aku baik-baik saja." Ucap Chiquita. Ethan merasa pipinya kini memanas.
Belum sempat pergi dari tempat terdengar keributan yang cukup hebat saat seekor kuda gagah datang ditengah kerumunan. Menghancurkan sebuah gerobak seorang pedagang sayur.
Brakk
Ethan menatap ke arah kekacauan. "Lord Jay?" Matanya menyipit seksama.
"Kau mengenalinya?" Tanya Chiquita. Ethan mengangguk. "Dia ajudan dari kerajaan Estella. Tangan kanan raja Stephen." Chiquita mengangguk saja walau ia belum mengenal orang itu.
Lantas mata Jay mengamati sekitar dan matanya langsung bersitatap dengan mata kucing milik Chiquita yang sama-sama memandang.
TBC.
![](https://img.wattpad.com/cover/367249573-288-k276117.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Generation Of Prince And Princesses
Ficção HistóricaEmpat keluarga bangsawan yang saling terikat karena masalalu kelam keluarga mengakibatkan mereka harus terus memupuk rasa dendam, bagaimana sejarahnya mereka bisa mewujudkan perdamaian ditengah intrik romansa yang ada.