Bagian 6

6 1 0
                                    

Manusia mana yang bisa mengendalikan perasaan? Sekalipun satu dunia mencaci maki tentang perasaan yang seseorang miliki, perasaan itu sama sekali nggak pernah salah dan nggak pantas untuk di caci maki. Karna yang harus disalahkan adalah tindakan seseorang ketika sedang mengalami suatu perasaan, bukan perasaannya yang harus disalahkan.

✾✾✾✾

Nazu

Marah? Siapa yang enggak marah. Gue juga merasa malu karna udah bikin keributan kaya gini, rasanya canggung sama semua pelanggan disini. Jadi gue memutuskan untuk meminta maaf atas situasi yang terjadi kepada gue, bahkan nggak sedikit orang ada yang bertanya tentang keadaan gue. Sebatas bertanya apakah gue baik baik aja setelah kejadian siram siraman tadi. Secara teknis gue sih yang di siram. Tapi sejujurnya, dibanding merasa marah atas perilaku Kak Aurel tadi, gue lebih merasa sedih dan kecewa.

Kepada Kak Aurel,

Kepada diri gue sendiri.

Karna fakta yang sampai sekarang gue sadari adalah, gue dan Kak Aurel pernah menjalin hubungan yang baik dan cukup dekat. Entah pada masa mereka berdua PDKT ataupun pada masa mereka berdua pacaran. Gue bahkan nggak tahu tepatnya kapan Kak Aurel mulai jadi sensi sama gue, awalnya mungkin sekedar mood dia aja kali yang lagi bete. Gue pikir begitu. Ternyata makin lama makin berlanjut dan makin jadi serius. 

Lama lama juga gue merasa muak. 

Kenapa gue mulu yang disalahkan atas hal yang nggak gue tahu apa salah gue? 

Lama lama gue juga jadi marah. 

Gue bahkan memutuskan untuk menjauhi Bang Dion demi kelangsungan hidup gue di kampus. Tapi ternyata nggak semudah itu, semua temen temennya makin sering menganggu gue. Rasanya sama sekali nggak nyaman. 

Tapi waktu tadi liat tatapan Kak Aurel sebelum mengguyur gue pakai Ice Americano, gue tiba tiba merasa kecewa. Tiba tiba merasa bersalah padahal gue sedang tidak melakukan apapun. Dan tiba tiba rasa benci juga rasa marah gue sama Kak Aurel hilang, entah kemana. Yang ada malah rasa sedih. Rasanya sedih karna dulu kita pernah saling sayang mungkin, dengan waktu yang cukup lama. Pikiran gue saat itu adalah,

Akhirnya gue merasakan sosok Kakak perempuan,

Kakak dalam hidup gue bertambah satu. 

Sebelum tiba tiba bayangan dan memori menyenangkan itu hancur lebur, nggak berbekas sama sekali. Seakan akan gue dan Kak Aurel memang musuh sedari awal, seakan akan memang kita berdua saling membenci, seakan akan kenangan kenangan gue sama Kak Aurel nggak pernah terjadi.

“Nazu?” 

Gue kaget banget waktu denger suaranya, apalagi wajahnya di saat saat kaya gini. Nggak menyangka bahwa hal yang gue temuin setelah keluar dari toilet wanita malah sosok ini.

“Lah? Yang tadi ribut ribut tuh elo?” 

Jadi gue cuma bisa senyum canggung, “Kayanya lo munculnya waktu keadaan gue lagi berantakan mulu deh.” 

Dia ketawa tengil, persis kaya waktu dia ngajak kita temenan, atau kaya dia yang nyindir gue nggak punya temen. “Lo juga selalu ada pas gue kacau,” 

“Hah? Lo bilang apa tadi, nggak kedengeran.” Gue nggak tahu dia ngomong apa karna rasanya dia kaya lagi bergumam. 

Tama menggeleng, “Bukan apa-apa. Lo … pulang sama siapa habis ini?” 

“Pesen gojek paling,”

“Bareng gue aja.” katanya cepet, lalu dia menarik tangan gue. Tanpa permisi, tiba tiba ditarik aja gitu. Dan rasanya aneh, aneh banget sampai gue nggak bisa ngeluh ataupun ngelepasin tangannya. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Like The StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang