BAB 11

9 3 0
                                    

Tokk tokk

Suara ketukan pintu dari arah luar ruangan, "masuk," kata Hasan.

Pintu terbuka, seorang perempuan masuk. "Fiola??"

"Maaf ya kalau aku ganggu, aku mau menyampaikan sesuatu sama kamu dan ini menyangkut Rena," ucap Fiola yang langsung duduk tanpa di persilakan. 

"Tentang Rena?"

"Iya. Jujur aku udah nggak tahan lagi nyimpen semua ini sendiri."

Hasan masih diam menyimak perkataan Fiola. "Maksudnya gimana Fi? Aku nggak paham," Hasan kebingungan dengan apa yang di bicarakan Fiola. 

Fiola menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. "Jadi yang meneror Rena dan juga yang membuat kalian kecelakaan itu sebenarnya Sarah," ucap Fiola membuat Hasan membelalakkan mata.

"S-Sarah?"

"Iya, apa kamu masih ingat dengan wanita yang dulu pernah menyatakan perasaannya padamu?" pertanyaan Fiola membuat Hasan berpikir keras. 

Ia menggelengkan kepalanya, "Aku nggak ingat Fi."

"Sarah, wanita berkacamata dari kelas 12 IPA yang dulu pernah menyatakan perasaannya padamu tapi kamu menolaknya." kata Fiola. 

Hasan teringat sesuatu, sosok wanita berambut sebahu dengan kaca mata yang selalu menghiasi wajahnya. "Lalu kenapa dengannya?"

"Sarah dan aku berteman sejak SMA, kami selalu bersama-sama bahkan sampai sekarang. Waktu itu saat  kamu menolaknya dia begitu hancur. Hatinya begitu sakit, apalagi saat tahu kamu akan pergi ke luar negeri untuk melanjutkan study di  sana," tutur Fiola. 

"Aku menolaknya karena aku tidak suka padanya, apa yang salah dengan itu?" tanya Hasan. "Bukankah jika kita memaksakan malah jadi nggak baik ya?" lanjutnya. 

"Iya, memang tidak ada yang salah dengan itu."

"Lalu?"

"Awalnya memang tidak ada yang aneh dengannya, bahkan saat kamu benar-benar pergi ke luar negeri. Dia menjalani aktivitasnya seperti biasa disini, yaa.. seperti selayaknya anak muda pada umumnya. Bahkan berkuliah di salah satu universitas ternama di kota, dan kami sering sekali bersama." Fiola menghela napas berat.

"Sampai akhirnya tiga tahun setelah kamu pergi. Dia menunjukkann sifat yang entah ini hanya perasaanku saja atau bagaimana, tapi dia jadi lebih pendiam dari biasanya. Lalu saat kita semua mendapat kabar jika kamu akan kembali dia terlihat sangat senang. Namun, saat tahu kamu kembali untuk menikah dia terlihat sangat marah," tutur Fiola.

"Terus apa hubungannya dengan Rena? Aku nggak paham sama sekali," tanya Hasan yang sedari tadi hanya menyimak. 

"Dia adalah orang yang ingin mencelakai Rena."

Hasan diam mendengar kalimat itu keluar dari mulut Fiola. 'Bagaimana dia bisa tahu?' pikirnya. "Maksudnya gimana? Mereka kan nggak saling kenal, kenapa dia mau mencelakai Rena?"

"Kamu ini bodoh ya? Jelas karena dia suka sama kamu lah, memangnya apalagi?" Fiola menaikkan nada bicaranya. 

Pasalnya lelaki di hadapannya yang dulu pernah satu SMA dengannya itu nggak paham dengan apa yang terjadi. Itu membuatnya geram, 'rasanya pengen aku pukul kepalanya, siapa tahu dia jadi cepat tanggap,' ucapnya dalam hati. 

Hasan masih diam, mencerna apa yang barusan di katakan oleh temannya itu. "Apakah kamu tahu sejak kapan Rena mulai mendapat gangguan?" tanya Fiola. 

Hasan menggelengkan pelan, "setahuku setelah anak kami lahir," Jawab Hasan. 

Fiola menggeleng, "nggak, gangguan itu dimulai setelah kalian menikah tepatnya saat Rena hamil. Dan itu semua adalah ulah Sarah, dia ingin mencelakai Rena karena dia sakit hati kamu menikah dengannya."

"Sekarang jelaskan kenapa kamu bisa tahu sejauh itu," kata Hasan.

"Yaa.. seperti yang sudah kujelaskan diawal, aku dan Sarah adalah teman sejak SMA dulu. Jadi aku bisa tahu semua yang dia lakukan," jelas Fiola.

"Ahh masa sih dia kayaknya nggak mungkin deh tega ngelakuin itu," kata Hasan. Ia masih tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Fiola. 

"Yahh intinya aku sudah mengatakan apa yang aku tahu, terserah kamu mau percaya atau tidak. Yang pasti dia tidak akan berhenti sebelum tujuannya tercapai," ucap Fiola sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruangan Hasan. 

Hasan masih mencerna perkataan Fiola tadi. Disatu sisi ia tidak percaya jika Sarah adalah pelakunya, tapi disisi lain ini juga masuk akal. Apalagi dia teringat oleh ucapan orang pintar yang dulu pernah datang kerumahnya. 

***

Beberapa hari setelah Fiola datang ke kantor gangguan yang semula sudah mereda kini kembali lagi. Saat Renata sedang di dapur sendirian terdengar bunyi benda jatuh dari ruang tengah. 

Braakkk

Renata buru-buru mendatangi sumber suara, karena ia meninggalkan anaknya berada disana. "Aslann!!"

Renata panik setengah mati melihat anaknya itu teerduduk di lantai. Didepan Aslan ada sebuah vas bunga besar berbahan keramik terjatuh. Vas itu pecah berserakan di lantai. 

"Sayang kamu nggak apa-apa kan?" tanya Renata melihat anaknya itu hanya diam saja sambil memandangi vas yang sudah hancur. 

Renata buru-buru menggendong Aslan. Ia menghiraukan vas yang sudah hancur itu, karena baginya keselamatan Aslan yang nomor satu. 

Aslan masih diam saja tidak berbicara sepatah kata apapun. Renata semakin panik takut anaknya kenapa-napa. 

Ia segera menghubungi suaminya yang masih bekerja di kantor. Menyuruh Hasan segera pulang karena dia merasa ada yang aneh dengan anaknya. Dan juga kejanggalan vas bunga yang tiba-tiba terjatuh dan pecah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love That KillsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang