CHAPTER : 02

227 42 29
                                    

HAI SEMUANYA! SELAMAT MEMBACA DAN SEMOGA SUKA, AAMIIN!

TANDAI TYPO PRENN⚠️

••••

SMA GARDENIA

Itulah yang tertulis di depan gerbang besar tersebut. Berdiri menjulang tinggi dengan arsitektur modern yang elegan. Gedung sekolah yang bercat putih bersih itu dihiasi dengan taman-taman yang terawat dengan baik, penuh dengan bunga-bunga berwarna-warni dan pohon-pohon rindang. Sekolah elit yang isinya adalah anak-anak dari kalangan atas dan keluarga terpandang. Sekolah bergengsi yang memiliki mutu pendidikan yang tinggi sehingga banyak diminati oleh orang tua yang menginginkan pendidikan terbaik untuk anak-anak mereka. Sekolah swasta ini memiliki guru-guru yang berpengalaman dan fasilitas belajar yang lengkap untuk menjamin kenyamanan para siswa dalam menuntut ilmu pendidikan.

Tidak ada sistem beasiswa di SMA Gardenia. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesenjangan sosial di antara para siswa. Pihak sekolah khawatir bahwa adanya siswa dari kalangan bawah akan memicu hal yang tidak diinginkan seperti pembulian dan kekerasan.

Meskipun sekolahnya elit dan terkenal bagus di muka publik, namun faktanya SMA Gardenia juga tidak sempurna seperti yang biasa dilihat ataupun didengar dari luar. Di balik fasad kemewahan dan keunggulannya, tersembunyi berbagai permasalahan yang tidak diketahui publik. Hal yang paling mencolok saat menginjakkan kaki ke area sekolah itu adalah, para siswa di SMA Gardenia terbagi-bagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan kasta kekayaan keluarga mereka.

Setiap pagi, SMA Gardenia dipadati oleh mobil-mobil mewah yang datang silih berganti. Sudah menjadi pemandangan biasa di sekolah tersebut. Para murid dengan seragam sekolah yang rapi dan mahal, satu persatu keluar dari mobil-mobil mewah yang mereka naiki. Termasuk dengan seorang gadis cantik yang merupakan anak dari pemilik SMA Gardenia ini.

Gistara Abigail Mahaprana.

Gadis cantik yang selalu tampil modis dan bergaya itu, dengan langkah anggun namun tegas berjalan masuk ke dalam gedung sekolah. Tatapannya lurus ke depan dengan ekspresi wajah datar. Setiap langkahnya menggema di lorong. Bahkan murid-murid yang berpapasan dengannya memilih mengalah dan memberi jalan lebih dulu. Mereka tidak mau membuat seorang Tara—murid paling punya kuasa besar di sekolah ini—murka dan membuat diri mereka sendiri masuk dalam hal yang merepotkan. Bahkan dengan hal kecil pun bisa menjadi besar oleh Tara.

Perlahan langkah Tara melambat saat kedua netranya menangkap sosok yang dia kenali berdiri tak jauh darinya. Wajah datarnya berubah menjadi senyum tipis.

"Jester!" panggilnya.

Sosok yang dipanggil lantas menoleh. Jester melihat Tara berlari kecil ke arahnya. "Tara!" Dia melambaikan tangan sebagai sapaan pada gadis itu.

Tara langsung menghamburkan dirinya memeluk Jester yang juga dibalas oleh lelaki itu.

"I miss you so much!"

"Me too," balas Jester mengurai pelukannya sembari tersenyum.

Ekspresi wajah Tara seketika berubah dingin dengan lirikan tajam pada seorang siswi yang sedari tadi berdiri di hadapan Jester. Menyadari tatapan Tara yang tidak bersahabat padanya, siswi itu langsung bergegas pamit pada Jester.

"Kak Jester, aku pergi dulu. Masih ada urusan."

"Baiklah. Terima kasih ya hadiahnya," balas Jester tersenyum ramah.

Siswi itu buru-buru pergi sebelum dirinya dalam masalah karena ada Tara di sana.

"Itu apa?" tanya Tara melihat ke arah paper bag yang dipegang Jester.

JESTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang