AUTHOR POV
"Iqbaal?!"
Nindy memekik keras, masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Badannya seketika melemas, dan otot kakinya tiba-tiba terasa tak berdaya untuk menopang tubuhnya. Ia berteriak, berusaha meminta bantuan warga sekitar sambil terus menangis histeris. Ia mengangkat kepala Iqbaal dan menopangnya ke pahanya. Sesekali ia menepuk-nepuk pipi Iqbaal, berusaha menyadarkannya. Bau anyir khas darah pun tercium di rongga hidung Nindy, bersamaan dengan darah segar yang terus keluar dari dahi kiri Iqbaal. Matanya terpejam, tak sadarkan diri. Parahnya, pengendara sepeda motor tadi kabur begitu saja dan tidak mau bertanggung jawab.
"Anyone, please help me!" Teriak Nindy untuk kesekian kalinya dan masih menangis.
Dari kejauhan, seorang petani dengan capil di kepala tampak berlari kecil ke arahnya. Tanpa basa-basi petani itu langsung menggendong Iqbaal ke warung yang tidak jauh dari tempat kejadian. Nindy ikut mengekor, walaupun sebenarnya ia masih tak kuat untuk berjalan, ditambah dengan pusing yang saat ini kembali menyeruak lantaran ia punya phobia akan darah.
"Apa ada rumah sakit di sini, Pak?! Teman saya butuh bantuan" Tanya Nindy, cairan bening berjatuhan membasahi pipinya.
"Ada puskesmas, Dik. Sekitar 1 km dari sini."
Nindy semakin cemas karena jarak puskesmas jauh dan pasti perlu waktu lama untuk membawa Iqbaal ke sana.
Nindy coba menenangkan diri, kemudian mengambil ponsel dari saku celananya, berusaha menelepon keluarga Iqbaal. Sialnya, ia sama sekali tak memiliki nomor keluarga Iqbaal. Nindy mengumpat pelan mengutuk setiap kebodohannya. Ia kembali menangis. Ia coba berpikir apa yang harus ia lakukan saat ini. Sedetik kemudian ia mendapatkan ide, lalu mengambil ponsel dari saku milik Iqbaal. Mencari nomor keluarga Iqbaal yang bisa dihubungi. Ia menemukan kontak Bunda Rike kemudian meneleponnya.
"Nomor yg anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi."
Damn! Ia kembali mengumpat pelan, lalu kembali mencari kontak milik Ayah Iqbaal kemudian meneleponnya.
"Nomor yg anda tuju sedang berada di luar service area. Cobalah beberapa saat lagi."
Seketika tubuhnya kembali melemas, tak mengerti siapa lagi yang akan ia hubungi. Ia kembali menangis.Bingung harus menghubungi siapa lagi. Ia terus berfikir. Kemudian, ia berfikir untuk menghubungi beberapa teman Iqbaal.
Steffi? Terlalu bodoh untuk menghubunginya. Perempuan itu tidak suka dengannya. Ia pasti akan dimaki dan dimarahi habis-habisan. Bang Kiki? Aldi? Tak mungkin, karena saat ini mereka juga sedang berlibur dengan keluarga masing-masing. Teh Ody? Saat ini harapan satu-satunya hanyalah Teh Ody. Sedetik kemudian ia meneleponnya. Hatinya sedikit lega karena teredengar nada sambung dari seberang sana.Tut..tut..tut..tut..tut..
Masih tak ada jawaban dari Teh Ody. Sudah sembilan kali ia mencoba menghubungi, akhirnya panggilan itu diangkat pada panggilan ke sepuluh.
"Hallo, Le? Kamu di mana?"
"Hallo, Teteh, ini aku Nindy. Iqbaal habis keserempet motor, pas kita mau balik, sekarang dia pingsan. Sekarang kita ada di warung sekitar 150 m dari villa. Cepat ke sini, Teh."
"Gimana kejadiannya?!" Ucap Teh ody panik
"Aku nggak punya banyak waktu buat nyeritaain dari awal, ntar aku ceritain, Teh."
"Tunggu 10 menit! Kita kemas-kemas barang buat pulang dulu, sekalian bawa Iqbaal ke puskesmas atau rumah sakit dekat sini."
"Cepet, Teh."
"Iya."
Rasa bersalah, takut, dan gelisah Nindy rasakan. Ia takut, sangat takut jika kejadian beberapa bulan lalu yang menimpa Fakhri kembali terjadi pada Iqbaal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Choosing You [CJR]
AcakNindy bingung. Entah mengapa kematian kekasihnya malah membuatnya bisa bertemu dengan idolanya sendiri. Terlebih, mereka menjadi sangat dekat setelahnya. Apa ini namanya? Takdir yang kebetulan, eh? -o0o- Ini mungkin hanya kisah biasa. Tentang seoran...