Chapt 5

18 4 0
                                    

Hari kedua lomba debat dimulai dengan suasana yang lebih menegangkan dari sebelumnya. Matahari pagi bersinar cerah, tapi hati Audrey dipenuhi kecemasan. Kali ini, mereka harus menghadapi semifinal, sebuah babak di mana tidak ada lagi ruang untuk kesalahan. Satu kekalahan saja, dan mereka otomatis gugur.

Di aula SMK Sinergi Aksara yang luas, Audrey berdiri bersama timnya, Ariela dan Reyna. Mereka mengenakan seragam cream dan almamater hijau Sage muda yang menjadi ciri khas SMK Garda Nusantara. Audrey tampak anggun dengan rambutnya yang terurai bebas, sementara Ariela dan Reyna tampil rapi dengan hijab mereka yang berwarna senada, lengkap dengan tulisan "SMK Garda Nusantara" di bagian belakang. Keringat dingin mulai membasahi tangan Audrey saat matanya melirik papan mosi di depan aula. Mosi hari ini terasa lebih sulit, lebih berat, seolah menantang mereka di setiap aspek.

Ronde pertama yang baru saja dilalui terasa seperti pertarungan yang panjang. Lawannya tangguh, dan meskipun mereka berhasil menang, butuh banyak usaha untuk melewati babak itu. Setiap argumen yang mereka lontarkan terasa seperti menyusun puzzle di dalam kepalanya. Namun, kemenangan itu tetap tidak cukup membuat Audrey merasa lebih percaya diri.

Sekarang, saat ronde kedua akan segera dimulai, Audrey mulai merasa lelah. Ia duduk di bangku peserta sambil merapikan kertas-kertas argumen di hadapannya, berusaha berpikir dengan jernih. Namun, otaknya seakan berhenti bekerja. Tidak ada ide-ide brilian yang biasanya datang dengan mudah. Semua terasa kabur, kosong.

Audrey menatap lawan di hadapannya, tim dari SMK Pahlawan. Tim itu terdiri dari tiga gadis yang terlihat percaya diri dan tenang, membuat Audrey semakin tertekan. Bagaimana bisa mereka begitu tenang, sedangkan Audrey merasa seperti akan meledak dari dalam? Ariela dan Reyna yang duduk di sebelahnya pun menunjukkan tanda-tanda kelelahan yang sama. Wajah Reyna tampak pucat, sementara Ariela sibuk memijat pelipisnya, mencoba menenangkan diri.

"Sumpah, gue nggak bisa berpikir lagi. Kepala gue penuh tapi kosong," keluh Audrey pelan sambil menyandarkan kepalanya ke meja.

Ariela dan Reyna mendengar keluhan itu. Mereka merasakan hal yang sama, tapi Ariela, dengan semangatnya yang masih tersisa, tahu bahwa ini bukan saatnya menyerah. Ia menoleh ke arah Audrey, lalu tersenyum lemah.

"Dengar, Audrey, kita harus fokus. Gue tahu ini susah, tapi kita udah sejauh ini. Kita nggak boleh nyerah di sini," kata Ariela dengan nada lembut, mencoba menyemangati.

Reyna, yang biasanya lebih pendiam, ikut mengangguk setuju. "Ya, kita bisa. Cuma tinggal satu langkah lagi ke final. Ayo, Audrey, kita selesaikan ini bareng-bareng."

Namun, Audrey tetap terdiam, matanya sayu menatap mosi di depan mereka. Ia merasa seperti berada di ujung batas kemampuannya. Tapi Ariela tahu, Audrey butuh lebih dari sekadar kata-kata semangat.

Ariela memutar otaknya sejenak, mencari cara untuk membuat suasana lebih ringan. Lalu, ide itu muncul dengan tiba-tiba. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah Audrey, tersenyum jahil sambil berkata dengan nada menggoda, "Oke, gimana kalau gini. Kalau kita menang ronde ini dan masuk final, gue janji akan fotoin kamu sama Kak Fahrul, juri favoritmu itu. Gimana?"

Audrey mendongak, alisnya terangkat. "Serius lo? Fotoin gue sama Kak Fahrul?"

Ariela tertawa kecil, melihat kilatan semangat yang mulai muncul di mata Audrey. "Iya, serius! Lo tinggal menangin aja, gue yang urus. Deal?"

Reyna yang mendengar itu pun ikut tergelitik. Ia menatap Ariela, seolah bertanya-tanya kapan temannya itu berubah jadi penggoda gitu. Ariela pun tak mau melewatkan kesempatan untuk menyemangati Reyna juga.

"Dan kamu, Reyna," Ariela melanjutkan sambil menatap Reyna penuh arti, "kalau kita menang, gue janji bakal bilangin crush kamu biar dia ngucapin selamat langsung ke kamu. Setuju?"

JalubiVivat2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang